Sentimen
Undefined (0%)
24 Jul 2025 : 11.34
Informasi Tambahan

Kasus: covid-19

Tokoh Terkait
Budi Santoso

Budi Santoso

Mendag Sebut Sudah Lama Ada, Apa Itu Fenomena Rojali dan Rohana di Mal?

24 Jul 2025 : 11.34 Views 25

Espos.id Espos.id Jenis Media: Ekonomi

Mendag Sebut Sudah Lama Ada, Apa Itu Fenomena Rojali dan Rohana di Mal?

Esposin, JAKARTA--Pusat perbelanjaan belakangan makin dipadati oleh dua tipe pengunjung unik yang disebut sebagai rojali dan rohana. Tapi, apa itu rojali dan rohana? Kedua istilah ini menggambarkan kebiasaan sebagian masyarakat yang datang ke mal hanya untuk jalan-jalan atau sekadar bertanya harga tanpa niat membeli.

Meski terdengar jenaka, istilah rojali dan rohana sebenarnya mencerminkan perilaku konsumen di tengah tekanan ekonomi atau perubahan gaya belanja. Lantas, apa itu rojali dan rohana dalam konteks lebih luas?

Rojali atau rombongan jarang beli menggambarkan orang-orang yang datang berkelompok ke pusat perbelanjaan tanpa niat membeli, sementara rohana atau rombongan hanya nanya biasanya hanya bertanya-tanya soal harga tanpa melakukan transaksi. 

Fenomena ini menjadi sorotan karena menunjukkan pergeseran tren konsumsi masyarakat, terutama di era digital dan pascapandemi.

Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, fenomena rombongan jarang beli atau yang dikenal dengan istilah rojali di pusat perbelanjaan bukanlah hal baru. Dia menambahkan masyarakat bebas untuk menentukan pilihan untuk berbelanja secara daring ataupun luring. 

"Kan kita bebas kan. Saya bilang kan kita tuh bebas mau beli di online, mau beli di offline kan bebas. Kan dari dulu juga ada itu," ujar Budi di Jakarta, Rabu (23/7/2025), seperti dilansir Antara.

Budi meniali melihat sebuah produk di mal dan kemudian membelinya secara daring, adalah cara masyarakat untuk melihat kualitas barang secara langsung. Menurut Mendag, hal tersebut umum dilakukan dan tidak ada yang salah dengan fenomena tersebut. 

"Dari dulu kan begitu, namanya orang mau belanja dicek dulu, yang pengin lihat barangnya bagus kah, harganya seperti apa. Jangan sampai nanti dapat yang palsu, misalnya kan gitu dapat barang rekondisi, makanya dicek barangnya bagus," katanya.

Secara terpisah, Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) mengatakan fenomena rombongan jarang beli alias rojali, ketika pengunjung pusat perbelanjaan lebih banyak melihat daripada berbelanja, membuat omzet bisnis minuman dan makanan (F&B) naik 5–10 persen.

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah menyebut fenomena rojali sebagai berkah bagi sektor F&B di tengah pergeseran perilaku konsumen yang cenderung berbelanja daring.

"Karena nongkrong pasti lihat minuman makanan beli. Kan enggak mungkin duduk enggak beli," ujar Budihardjo dalam acara Hari Retail Modern Indonesia di Jakarta, Rabu.

Senada dengan Budihardjo, Direktur Bina Usaha Perdagangan Kementerian Perdagangan Septo Soepriyatno menjelaskan fenomena rojali ini telah muncul sejak pandemi Covid-19.

Masyarakat mengalami perubahan perilaku; setelah terbiasa di rumah, mereka mulai mencari kepuasan interaksi sosial di luar.

Melihat fenomena tersebut, Septo mengatakan konsep pusat perbelanjaan pun berevolusi. Mal kini tidak lagi sekadar tempat belanja, tetapi juga berfungsi sebagai ruang rekreasi, hiburan, pengalaman, dan interaksi sosial.

“Contoh adalah Plaza Semanggi, sudah berubah menjadi Plaza Nusantara. Konsepnya berubah total. Mereka menciptakan ruang-ruang yang memang dibutuhkan oleh masyarakat untuk berinteraksi. Nah itu yang sangat diperlukan sekarang,” kata Septo.

Menurut Septo, meskipun pengunjung Rojali mungkin tidak langsung membeli produk fesyen di toko, mereka seringkali memanfaatkan toko sebagai showrooming untuk melihat barang secara langsung sebelum akhirnya membeli secara daring.

Ia menyebut para peritel pun telah beradaptasi dengan memanfaatkan model omnichannel, yakni menjual produk baik di toko fisik maupun secara daring.

“Sebenarnya secara keseluruhan, omzet pedagang naik. Tetapi memang ada pergeseran, ada yang (menjual) online. Ini informasi yang kami dapat dari para pengusaha,” katanya.

Sentimen: neutral (0%)