Sentimen
Undefined (0%)
23 Jul 2025 : 07.41
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Semarang

Tokoh Terkait

Di Semarang, Menteri Wihaji Tegaskan Childfree Tak Sesuai Karakter Bangsa

23 Jul 2025 : 07.41 Views 22

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Di Semarang, Menteri Wihaji Tegaskan Childfree Tak Sesuai Karakter Bangsa

Esposin, SEMARANG – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga), Wihaji, menegaskan bahwa gaya hidup childfree tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia. Hal ini disampaikan menanggapi hasil survei yang mencatat sebanyak 71.000 orang di Indonesia menyatakan keinginan untuk menikah tanpa memiliki anak (childfree).

Dalam kunjungannya ke Kampus Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang pada Selasa (22/7/2025), Wihaji menyebut bahwa keinginan tersebut belum tentu akan diwujudkan karena bertentangan dengan nilai-nilai budaya yang hidup dalam masyarakat Indonesia.

“Jadi, ada 71.000 orang yang berdasarkan survei menginginkan childfree. Tapi itu baru keinginan. Saya selaku menteri tidak yakin keinginan itu achildfreekan dikerjakan. Kenapa? Karena karakter orang Indonesia bukan begitu,” ujar Wihaji.

Childfree Dinilai Bertentangan dengan Nilai Sosial

Wihaji memandang bahwa pilihan hidup tanpa anak bertolak belakang dengan nilai sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang menekankan pentingnya keberlanjutan keluarga. Ia menyebut bahwa membentuk keluarga dan memiliki keturunan merupakan bagian dari nilai alamiah manusia dan sunnatullah.

“Kalau semua orang menikah tapi tidak punya anak, negara bisa bubar. Siapa yang akan meneruskan profesi? Misalkan wartawan, kalau tidak ada generasi siapa yang akan meneruskan,” tambahnya sambil tersenyum.

Meski tidak menganjurkan gaya hidup childfree, Wihaji menegaskan bahwa ia tetap menghormati keputusan pribadi setiap individu. Namun, sebagai pejabat publik, ia merasa memiliki tanggung jawab untuk memberi solusi atas faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya keinginan tersebut.

Tiga Faktor Pemicu Childfree Menurut Wihaji

Menurut Wihaji, keputusan untuk tidak memiliki anak sering kali dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:

  • Kekhawatiran ekonomi,
  • Tekanan pekerjaan, dan
  • Pergeseran budaya yang memengaruhi persepsi tentang pernikahan dan pengasuhan anak.

Pasangan muda, katanya, sering merasa berat untuk menjalani peran sebagai orang tua karena mahalnya biaya hidup, kesulitan mencari pengasuh, serta kecemasan bahwa memiliki anak akan membatasi karier dan gaya hidup.

Solusi Pemerintah: Program TAMASYA

Sebagai upaya menjawab keresahan generasi muda terhadap pengasuhan anak, Kemendukbangga menggulirkan program Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA). Program ini dirancang untuk membantu pasangan muda agar tetap bisa menjalani peran sebagai orang tua tanpa harus mengorbankan karier dan kenyamanan hidup.

“Kalau kamu ketakutan soal punya anak, ini sudah ada solusinya. Kita siapkan TAMASYA. Coba cek nanti programnya di 2024. Ini cara kami menjawab kekhawatiran itu,” ujar Wihaji.

Wihaji berharap bahwa diskusi soal childfree ke depan tidak hanya berhenti pada aspek pilihan gaya hidup, tetapi juga menyentuh akar masalahnya. Ia menegaskan bahwa pemerintah harus hadir memberikan rasa aman dan dukungan agar menjadi orang tua tidak dipandang sebagai beban, melainkan kebahagiaan dan kontribusi untuk masa depan bangsa.

 

Sentimen: neutral (0%)