Sentimen
Undefined (0%)
22 Jul 2025 : 21.02
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Hewan: Ayam

Kab/Kota: Klaten, Madura, Nganjuk, Pacitan, Semarang, Sidoarjo, Solo, Sukoharjo, Susukan, Tuban

Tokoh Terkait

Mengenal Kiai Siraj, Ulama Karismatik Solo yang Suka Pakai Batik dan Teklek

22 Jul 2025 : 21.02 Views 8

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Mengenal Kiai Siraj, Ulama Karismatik Solo yang Suka Pakai Batik dan Teklek

Esposin, SOLO -- Kiai Ahmad Siraj yang akrab disebut Mbah Siraj merupakan ulama kharismatik yang terkenal karena kesederhanaan dan kedekatannya dengan semua lapisan masyarakat. Selama berdakwah di wilayah Solo dan sekitarnya, ia menyebarkan ajaran agama dengan cara yang sejuk dan mengutamakan dakwah bil hal atau dakwah melalui perbuatan nyata dan memberikan contoh perilaku baik kepada orang lain. 

Salah satu santri dari cucu Kiai Siraj, Mukhlisin, bercerita Mbah Siraj lahir di Desa Ketapang, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang, sekitar tahun 1878 Masehi. Ia adalah putra dari ulama Imam Pura.

Secara penampilan fisik, Mbah Siraj sangat menyukai pakaian bernuansa Jawa dalam kegiatan sehari-hari maupun berdakwah. Ia kerap memakai ikat kepala dari kain batik, berbaju putih, lengkap dengan sarung batik wulung dan sandal teklek.

Selama berdakwah, Kiai Siraj menerapkan dakwah secara humanis secara door to door (dari rumah ke rumah) dan mengedepankan laku dakwah (dakwah dengan memberikan keteladanan). Ia selalu mengajak masyarakat agar menjadi pribadi pemaaf, welas asih, dan bijaksana.

“Metode dakwah beliau mengutamakan laku [keteladanan]. Beliau selalu mengajarkan untuk menjadi orang yang bijak, pemaaf, dan welas asih kepada siapa pun.  Ia juga kerap mengajarkan bagaimana cara menyikapi hidup dan bagaimana membuat hati tentram [ilmu tasawuf],” kata dia saat diwawancarai Espos di Kompleks Pondok Pesantren As-Siraj Panularan Laweyan, Solo, Selasa (22/7/2025).

Selain sayang kepada sesama, Mbah Siraj juga dikenal sebagai sosok yang sayang kepada binatang. Pada suatu waktu saat ia berkunjung ke salah satu keponakannya di Klaten ia disuguhi menu ayam yang disembelih secara khusus untuk menyambutnya.

Akan tetapi, dia enggan untuk memakan suguhan tersebut. Mbah Siraj tidak ingin kedatangannya ke rumah kerabatnya tersebut membuat satu makhluk hidup mati.

Ikut Gerakan Perjuangan

Kedalaman ilmu Kiai Siraj didapat dengan penuh perjuangan. Sewaktu muda ia menimba ilmu di berbagai daerah, mulai dari Nganjuk, Pacitan, dan Semarang. Bahkan ia juga sempat menjadi santri dari salah satu ulama terkemuka, Kiai Soleh Darat, saat di Semarang.

Setelah menimba ilmu, ia mendirikan rumah belajar atau pesantren di Jl Honggowongso, Panularan, Laweyan, Solo. Di pondok tersebut ia banyak mengajarkan berbagai kitab mulai dari Sullamut Taufiq, Safinatun-Najah, Duratul-bahiyyah dan Fathul Qorib. 

“Berjalannya tahun santri beliau semakin banyak. Bahkan tidak hanya berasal dari Solo saja tapi daerah-daerah lainnya di Indonesia,” ungkap dia.

Kiai Siraj wafat pada 10 Juni 1961. Jenazahnya dimakamkan di Tempat Permakaman Umum Pracimaloyo, Kartasura, Sukoharjo. “Itu berdasarkan cerita yang saya peroleh saat mau dimakamkan itu peti jenazah beliau seperti mengalir karena yang melayat saat itu sangat banyak dan berebut ingin memandu peti tersebut. Padahal jarak dari pondok sini ke sana [makam] lumayan jauh,” jelasnya.

Sementara itu, mengutip laman nu.or.id, pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kiai Siraj juga ikut berjuang bersama kelompok Barisan Kiai yang dibentuk pada akhir 1925. Mbah Siraj berperan memberikan pengarahan dan menggembleng, baik jasmani maupun rohani, kepada Laskar Hizbullah yang saat itu tengah bersiap menghadapi Agresi Militer II dari Belanda.

Dalam laman resmi Universitas Islam An Nur Lampung pada 2021 juga dijelaskan sang kiai digambarkan sebagai pribadi yang dekat dengan semua lapisan masyarakat tanpa membedakan suku, agama, ras maupun status sosial dan kelompok moral macam apa pun.

Bersahabat dengan Pemuka Agama Lain

Dengan penjual bakso di Notosuman yang beragama Khatolik dan seorang Tionghoa, Kiai Siraj diceritakan memiliki hubungan baik dan saling berkunjung. Tak jarang saat acara Haul Kiai Siraj pedagang bakso kerap membantu kebutuhan konsumsi.

Bahkan ia juga bersahabat dengan Romo Petrus Sugiyanto. Keduanya kerap saling berkunjung dan makan bersama. Kini setelah Kiai Siraj wafat para anak keturunannya dan santrinya rutin menggelar haul.

Tahun ini merupakan tahun ke-66 meninggalnya tokoh Islam di Solo itu. Haul ini digelar sebagai  dengan tujuan mendoakan dan mengenang keteladanan hidup Kiai Siraj. Rangkaian acara peringatan haul akan dimulai selepas waktu Magrib sekitar pukul 18.30 WIB dengan hiburan rebana oleh Sayyid Zulfikar Basyaiban asal Sidoarjo, Jawa Timur. Sedangkan acara inti akan dimulai pukul 19.00 WIB.

"Haul kali ini ada beberapa rangkaian acara seperti rebana, zikir dan tahlil, mauizah hasanah dari KH Lukman Al Hakim Harist Dimyati, dan manaqib atau pembacaan kisah beliau [Kiai Siraj] selama hidup," kata Ketua Panitia Acara, Mahbub Suliya Thoyib, saat ditemui Espos di lokasi acara, Selasa.

Berkaca pada haul tahun lalu, dia memprediksi akan ada 5.000 lebih orang dari berbagai daerah yang datang ke acara tersebut. Umumnya mereka datang dari Soloraya, Tuban, Madura, dan Grobogan.

Adanya haul ini membuat sebagian ruas Jl Honggowongso, mulai dari Simpang Kalilarangan hingga Simpang Kawatan, ditutup total selama 15,5 jam mulai Selasa pukul 13.30 WIB sampai Rabu (23/7/2025) pukul 05.00 WIB.  Jalan tersebut digunakan sebagai lokasi panggung dan tempat duduk para jemaah.

Sentimen: neutral (0%)