Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Tokoh Terkait
Bea Masuk AS untuk Indonesia Belum Berubah, Pasar Dinilai Tak Khawatir
Espos.id
Jenis Media: Ekonomi

Espos.id, JAKARTA - Pelaku pasar tidak terlalu mengkhawatirkan keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang tetap memberlakukan bea masuk resiprokal sebesar 32% kepada Indonesia. Hal ini disampaikan sejumlah ekonom dan otoritas keuangan, Selasa (8/7/2025).
Ekonom dan praktisi pasar modal Hans Kwee misalnya, mengatakan pelaku pasar saat ini lebih fokus terhadap penundaan pemberlakuan bea masuk resiprokal oleh Trump hingga 1 Agustus 2025 dan meyakini bahwa Indonesia akan mendapatkan angka bea masuk yang lebih baik.
Pengamat pasar modal Panin Sekuritas, Reydi Octa, mengatakan ada potensi penguatan IHSG dalam jangka menengah, terutama apabila negosiasi antara pemerintah Indonesia dan AS terkait tarif resiprokal berjalan dengan baik, atau masa pemberlakuan tarif resiprokal kembali ditunda. “Peluang negosiasi masih terbuka hingga batas waktu 1 Agustus 2025, yang bisa memberi harapan bagi pasar jika ada pelonggaran atau revisi kebijakan tarif dari AS,” ujar Reydi.
Bursa Efek Indonesia (BEI) juga memastikan bahwa kebijakan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump tidak akan berdampak signifikan terhadap pasar modal Indonesia. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan dampak tarif itu tergantung dari sisi kontribusi perusahaan tercatat di pasar modal Indonesia terhadap produk atau barangnya yang terkena tarif.
Data penutupan perdagangan BEI pada Selasa sore, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 3,46 poin atau 0,05% ke posisi 6.904,39, dengan sebanyak 276 saham naik, 308 saham turun, serta 209 tidak bergerak nilainya.
Sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai dampak besaran bea masuk untuk barang Indonesia ke AS sebesar 32% terhadap pasar keuangan Indonesia hingga saat ini masih relatif terbatas. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebutkan kondisi pasar keuangan pada Selasa pascapengumuman pemberlakuan bea masuk kepada Indonesia ini berbeda dibandingkan dengan dinamika yang terjadi pada Maret dan April yang lalu.
“Pada saat ini [dampak] relatif lebih terbatas dan mungkin masih lebih banyak mencerna terhadap apa yang terjadi, sambil juga melihat perkembangan yang akan berlangsung sampai tanggal 1 Agustus,” kata Mahendra dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) OJK Juni 2025 di Jakarta, Selasa. Dalam menghadapi perkembangan global yang cepat berubah, Mahendra mengatakan OJK senantiasa melakukan pemantauan secara cermat terhadap potensi dampak yang dapat terjadi terhadap stabilitas sektor jasa keuangan secara nasional, serta melakukan langkah-langkah mitigasi dan respon yang tepat.
Dalam merespon volatilitas yang signifikan di pasar keuangan Indonesia yang terjadi pada Maret dan April 2025, OJK dan Bursa Efek Indonesia (BEI) telah melakukan serangkaian kebijakan antisipatif dan mitigatif yang pada saat itu diterapkan dan masih berlaku sampai saat ini, dengan sebagiannya lagi dapat diaktivasi sewaktu-waktu apabila diperlukan.
“Kebijakan yang terkait dengan transaksi efek, kebijakan terkait pengelolaan investasi, maupun stimulus dan relaksasi bagi pelaku industri dapat diterapkan sewaktu-waktu,” kata Mahendra.
Kemudian pelaksanaan pembelian kembali atau buyback saham oleh emiten tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tetap berlaku. Begitu pula kebijakan penundaan implementasi pembiayaan transaksi short-selling oleh perusahaan efek masih berlaku. Sementara penerapan fitur asymmetric auto-rejection di BEI tetap berlaku secara permanen yang dimaksudkan untuk meredam gejolak harga yang tidak mencerminkan nilai fundamental.
“Tentunya diharapkan kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah itu tetap akan menjaga kepercayaan investor, mendukung fungsi intermediasi pasar secara optimal, dan memastikan stabilitas sistem keuangan yang terjaga baik sekalipun berhadapan dengan kondisi eksternal yang terjadi,” kata Mahendra.
Ia menambahkan, OJK juga telah meminta lembaga jasa keuangan di seluruh bidang untuk proaktif melakukan asesmen risiko dan melakukan stress test (uji ketahanan) secara berkala atas ketahanan permodalan dan kecukupan likuiditas, termasuk memantau kinerja debitur di sektor-sektor yang berpotensi terdampak dari penerapan tarif impor oleh Amerika Serikat.
“Dan tentu semua itu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan penerapan manajemen risiko serta tata kelola yang baik yang juga harus terus dilakukan oleh lembaga jasa keuangan dalam menjalankan bisnisnya,” ujar Mahendra.
Secara keseluruhan, Mahendra pun menekankan bahwa OJK di bawah koordinasi pemerintah secara proaktif terlibat dalam perumusan kebijakan dan langkah mitigasi yang mungkin akan diambil terkait industri-industri tertentu maupun perekonomian secara menyeluruh.
Sentimen: neutral (0%)