Sentimen
Undefined (0%)
6 Jul 2025 : 18.37
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Boyolali

Partai Terkait
Tokoh Terkait
Arifin

Arifin

Imbas Putusan MK, Masa Jabatan Anggota DPRD Boyolali Peluang Diperpanjang

6 Jul 2025 : 18.37 Views 25

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Imbas Putusan MK, Masa Jabatan Anggota DPRD Boyolali Peluang Diperpanjang

Esposin, BOYOLALI — Imbas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah bakal berpeluang memperpanjang masa jabatan anggota DPRD Boyolali.

Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menyatakan penyelenggaraan pemilu yang konstitusional adalah dengan memisahkan pemilu nasional untuk anggota DPR, anggota DPD, presiden-wakil presiden dengan pemilu lokal untuk anggota DPRD, gubernur-wakil gubernur, bupati-wakil bupati, dan wali kota-wakil wali kota.

Diatur bahwa pemilu di tingkat daerah dilaksanakan paling cepat dua tahun dan maksimal 2,5 tahun setelah pelantikan presiden-wakil presiden dan anggota DPR dan DPD. Artinya, ketika pemilihan umum di tingkat nasional dilaksanakan pada 2029, maka pemilihan di tingkat daerah akan dilaksanakan sekitar 2031.

Diketahui, keputusan MK ini keluar setelah mendapatkan pertimbangan soal uji materiil yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Kamis (26/6/2025).

Pemisahan antara Pemilu nasional dan daerah ditanggapi positif oleh Wakil Ketua DPRD Boyolali, Nur Arifin.

Ia mengatakan belum tahu pasti soal akankan putusan MK akan memperpanjang masa jabatan anggota DPRD termasuk di Boyolali. Akan tetapi, sesuai amar putusan MK, lanjut dia, pemilihan daerah dilaksanakan secepatnya 2 tahun dan paling lambat 2,5 tahun setelah pemilu di tingkat nasional.

“Amar putusan tersebut membuat lembaga yang terkait dengan perubahan peraturan terkait pelaksanaan Pemilu pasti akan menindaklanjuti soal putusan MK,” kata dia kepada Espos, Minggu (6/7/2025).

Ia mengatakan sebagai anggota DPRD di tingkat daerah menjadi objek dari peraturan yang dibuat.

“Kami hanya bagian dari objek itu, baik itu putusan MK maupun kemungkinan terjadi perubahan terhadap undang-undang Pemilu dan peraturan-peraturan yang mengikutinya,” kata dia.

Nur Arifin mengatakan sebenarnya putusan tersebut membawa angin segar bagi penyelenggaraan Pemilu. Ia melihat Pemilu dengan banyak kota suara seperti pada 2019 dan 2024 bisa membawa korban. Bahkan, pada 2019 korban penyelenggara dan pengawas Pemilu juga membawa korban meninggal.

“Kemudian situasi politik yang begitu berat, pelaksanaan Pemilu yang bersamaan sehingga menjadi lima kotak suara. Itu dirasakan berat di sana-sini, baik oleh penyelenggara ataupun pelaku politik atau peserta Pemilu, termasuk para caleg. Bebannya begitu berat,” kata dia.

Menurutnya, dengan pemisahan pemilu nasional dan lokal dapat mengurangi beban proses penyelenggaraan hingga beban politik yang ada dalam masyarakat.

Anggota DPRD dari fraksi PKS tersebut juga berharap pelaksanaan Pemilu yang telah dipisahkan antara lokal dan nasional menjadi lebih demokratis dan sesuai asas Luber Jurdil yaitu langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Ia menyoroti saat Pemilihan Presiden (Pilpres) atau pemilu tingkat nasional dibarengkan dengan lokal atau daerah, membuat isu-isu lokal hampir tidak pernah muncul.

Padahal, menurutnya isu dan gagasan untuk membangun daerah bisa disorot lebih baik ketika dipisah antara pemilu lokal dan daerah. Masyarakat juga bisa mengenal lebih dekat dengan calon anggota legislatif daerah dan gerakannya bisa mengakar bagus.

“Ketika ada pemilu nasional dan lokal, tentu isu tentang situasi lokal bisa lebih mengemuka. Kita lihat ketika pemilu serentak, situasi atau isu lokal hampir tidak pernah terbahas. Apalagi kemarin bersamaan dengan Pilpres, publik dalam hal ini misalnya pers selalu yang disorot adalah kompetisi Pilpres, pemilu legislatif daerah tertilep [tenggelam],” kata dia.

Arifin juga menyoroti saat Pemilu serentak kemarin mengatakan pemenang sebegitu berat merasakan kemenangan, apalagi yang kalah. Ia mengacu biaya politik yang tidak ringan saat Pilkada serentak.

“Yang menang secara cost politik itu tidak ringan. Apalagi yang kalah, sudah mengeluarkan biaya besar tapi tidak terpilih. Artinya, semoga dengan pemisahan antara lokal dan nasional mengurangi situasi high cost dalam politik,” kata dia.

Perlunya Penguatan Bawaslu

Selanjutnya, Arifin juga menyoroti pengawasan di bidang pengawasan. Sehingga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dapat diperkuat secara regulasi untuk melakukan pengawasan dalam proses Pemilu.

“Sehingga Bawaslu bisa mewujudkan Pemilu yang luber jurdil. Semua orang mengatakan high cost dalam politik, tapi sedikit sekali money politics yang bisa ditindaklanjuti oleh Bawaslu,” kata dia.

Ia mengatakan semua orang merasakan politik transaksional baik di pemilu daerah dan lokal. Namun, hampir tidak ada kasus tentang money politics atau politik transaksional yang bisa ditindaklanjuti Bawaslu.

“Mungkin tidak ada yang melapor, mungkin karena tidak cukup bukti untuk ditindaklanjuti menjadi kasus dan seterusnya. Pelanggaran pemilu hadir begitu saja atau nyata dirasakan tetapi tidak bisa ditindaklanjuti,” kata dia.

Ia berharap dengan pemisahan pemilu nasional dan lokal dapat menguatkan lembaga pengawas agar benar-benar asas Pemilu bisa dilaksanakan dengan baik. Sehingga, pemisahan.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Boyolali. Widodo, mengatakan lembaganya hanya melaksanakan undang-undang. Salah satunya putusan MK yang nantinya akan ditindaklanjuti oleh pembuat undang-undang sehingga ada aturan teknisnya.

“Pada prinsipnya putusan MK memisahkan pilkada dan pemilu nasional itu, saya kira sudah dengan banyak pertimbangan. Saya kira juga rasional, sehingga beban kerja penyelenggaraan Pemilu tidak menumpuk pada satu momen tertentu,” kata dia.

Ia mengatakan ada jeda pemisah sekitar 2 tahun-2,5 tahun penyelenggaraan pemilu nasional dan pemilu daerah. Sehingga, penyelenggara dan pengawas pemilu memiliki cukup waktu untuk melaksanakan tugasnya.

Widodo mengatakan kendala yang dirasakan yaitu adanya irisan waktu saat pemilu yang telah terlaksana. Ketika urusan pemilu nasional belum selesai, sudah dinanti pelaksanaan pemilu daerah.

“Energi yang digunakan lebih banyak karena ada irisan waktu penyelenggaraan. Misal dalam satu waktu, Bawaslu harus mengawasi dua momen yang berbeda sehingga membutuhkan tenaga yang lebih,” kata dia.

Selanjutnya, ketika pemilu dilaksanakan dengan jeda maka penyelenggaraan Pemilu bakal mengurangi potensi beban kerja yang berat.

Penguatan Lembaga untuk Berantas Politik Uang

Senada dengan Nur Arifin, Widodo juga perlunya penguatan lembaga untuk memberantas money politics hingga ke akarnya.

“Misal praktik money politics mulai dari Pilkades, lebih banyak muncul praktik money politics tapi enggak ada pengawasnya. Padahal, biasanya watak atau praktik itu tereplikasi di kegiatan pemilu. Imbasnya dugaan money politic menjadi marak dan malah semacam rahasia umum, tapi pembuktiannya di Bawaslu susah untuk memenuhi syarat formil materil,” kata dia.

Penyebabnya susah dibuktikan, lanjut dia, karena masyarakat enggan melapor. Lalu, ia menilai undang-undang terkait money politics cenderung lemah. Bahkan, putusan dari pengadilan dinilai rendah untuk pelanggaran money politic yaitu hukuman percobaan yang tidak menimbulkan efek jera.

“Harapannya ya undang-undangnya diperkuat. Kewenangan Bawaslu diperkuat, tidak cuma kewenangan, tapi juga secara teknis misal jeratan undang-undang Pemilu dibuat misal pelanggaran administratif tapi dengan ancaman tegas, misal pencoretan calon,” kata dia.

Sentimen: neutral (0%)