Sentimen
Undefined (0%)
4 Jul 2025 : 19.30
Informasi Tambahan

Event: Asian Games, CFD, Olimpiade

Kab/Kota: Athena, Berlin, Karanganyar, Semarang, Solo

Tokoh Terkait
Slamet Riyadi

Slamet Riyadi

Desain Kota MICE Olahraga

4 Jul 2025 : 19.30 Views 19

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Desain Kota MICE Olahraga

Wali Kota Solo Respati Ardi bertekad menjadikan Kota Solo sebagai kota meeting, incentives, conventions, and exibition atau MICE terbaik. Tekad tersebut tentu sangat beralasan terkait dengan potensi Kota Solo sebagai kota yang memiliki magnet destinasi wisata sangat besar.

Menjadikan Kota Solo sebagai kota MICE terbaik juga merupakan tuntutan relevan dengan upaya penekanan angka kemiskinan yang pada tahun 2024 sebesar 8,31%. Untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi dan untuk mengatasi kemiskinan, program MICE pantas digadang-gadang menjadi formula solutif. 

Kota Solo telah lama kondang sebagai bagian inti wilayah Joglosemar—Jogja, Solo, Semarang, bahkan telah mendapatkan pengakuan formal sebagai kawasan MICE terpilih.  

Pada 2017, Indonesia Congress and Convention Association (INCCA) menandatangi nota kesepahaman yang dikukuhkan Kementerian Pariwisata terkait dengan wilayah Joglosemar sebagai wilayah yang terpilih sebagai penyelenggara MICE. 

Kota Solo sejak dulu memang identik dengan sebutan kota budaya, kota perdagangan, kota ekonomi, kota pendidikan, dan kota olahraga. Pertanyaan kritisnya, bagaimana menempatkan olahraga sebagai ”motor penggerak” dalam desain kota MICE?

Ekonomi Olahraga

Olahraga berpotensi sangat besar sebagai ”motor penggerak” dalam desain kota MICE. Hal tersebut terutama berdasarkan kalkulasi prospektif ekonomi berbasis olahraga. Ekonomi berbasis olahraga kini menjadi salah satu orientasi utama dalam semesta kebijakan olahraga nasional. 

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2021 tentang Desain Besar Olahraga Nasional (DBON), tujuan utama pembangunan olahraga mengarah pada tiga hal utama.

Pertama, peningkatan budaya olahraga masyarakat. Kedua, peningkatan prestasi olahraga nasional berkelas dunia. Ketiga, pertumbuhan ekonomi nasional berbasis olahraga. 

Bagaimana menjadikan olahraga sebagai ”motor penggerak” bagi pertumbuhan ekonomi daerah di provinsi/kabupaten/kota, tanpa terkecuali Kota Solo?

Pertama, berangkat dari adanya modal optimisme performa indeks ekonomi olahraga Kota Solo 2024. Indeks ekonomi olahraga merupakan salah satu dari sembilan dimensi indeks pembangunan olahraga (IPO) yang berlaku secara nasional. 

Indeks ekonomi mengacu pada aspek pembelanjaan (spending) barang dan jasa olahraga di masyarakat Kota Solo dalam kurun per tahun. Berdasarkan hasil survei pengukuran IPO Jawa Tengah 2024, Kota Solo adalah kota yang memiliki indeks tinggi untuk dimensi ekonomi olahraga, yakni 0,760. 

Indeks tersebut berada di atas rata-rata indeks ekonomi olahraga Provinsi Jawa Tengah 2024, yaitu 0, 574. Sebagai pembanding, indeks ekonomi olahraga rata-rata secara nasional adalah sebesar 0,531 (Kristiyanto dkk, 2024).

Kedua, mengolah lahan subur ekosistem industri olahraga yang bertumpu pada potensi wisata olahraga (sport tourism). Wisata olahraga memiliki arti tersendiri dalam konstelasi pembangunan olahraga yang komprehensif. 

Olahraga memiliki aneka tujuan yang lengkap dalam sisi capaian kemakmuran. Industri olahraga (sport industry), dengan wisata olahraga menjadi leading sector yang menghubungkan olahraga dengan nilai kemakmuran, terutama untuk menumbuhkan ekonomi. 

Tata kelola wisata olahraga yang dikemas secara profesional akan mengarahkan wisata olahraga menjadi revenue generating pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menjadi prasyarat utama bagi terbukanya lapangan kerja baru dan menekan angka kemiskinan. 

Ketiga, mengonstruksikan wisata olahraga sebagai unsur utama MICE melalui bentuk yang khusus dan unik. Sebagian masyarakat luas mengenal wisata dalam kegiatan kompetisi formal olahraga, seperti PON, Peparnas, Asian Games, Asian Para Games, yang merupakan event formal dalam jenis hard sport tourism. 

Kota Solo sebagai kota ekonomi kreatif juga memiliki potensi besar mengembangkan jenis soft sport tourism, seperti promosi, eksibisi, dan festival olahraga; pendidikan dan pelatihan; layanan profesi; keagenan, layanan informasi, dan konsultansi keolahragaan; aktivitas alam terbuka atau destinasi bersejarah; pengelolaan suporter; serta kegiatan olahraga lain yang mendukung industri olahraga.

Pembangunan Citra

Tidak terlalu sulit memulai (lagi) pembangunan citra atau branding Kota Solo sebagai kota MICE olahraga terbaik. Segala bentuk dan jenis potensi wisata olahraga sangat populer di kota yang memiliki banyak julukan positif. 

Julukan Kota Solo adalah  kota bengawan, kota pelajar, kota batik, kota kuliner, kota keprabon olahraga nasional. Di Yunani ada Kota Athena sebagai “keprabon olahraga dunia”. Tidak berlebihan bila Kota Solo dinobatkan sebagai ”keprabon olahraga Indonesia”. 

Athena adalah kota nostalgia sebagai tempat penyelenggaraan olimpiade modern yang pertama, sedangkan Kota Solo adalah tempat terselenggaranya Pekan Olahraga Nasional (PON) I pada  1948. 

Terdapat beberapa pilihan formula wisata olahraga yang perlu diinventarisasi sehingga menghasilkan bentuk wisata olahraga yang berkelanjutan.

Pertama, wisata berbasis acara olahraga (event-based sport tourism) yang dapat diklasifikasikan dalam bentuk hard sport tourism dan soft sport tourism. Terdapat berbagai event olahraga ”formal” secara rutin dalam bentuk single event maupun multievent. 

Cabang-cabang olahraga yang memiliki kepengurusan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota mengagendakan sebagai acara tahunan. Sebuah potensi dahsyat ketika 50-an cabang olahraga itu setiap tahun menggelar kejuaraan nasional atau kejurnas, apalagi ditambah dengan kejuaraan daerah atau kejurda.

Bertambah ”sibuk” jika ditambah dengan banyak liga yang digelar sebagai agenda tahunan, seperti liga sepak bola, liga bola voli, liga bola baskat, dan yang lainnya. 

Sementara yang multievent terdapat acara rutin empat tahunan seperti Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) dan Pekan Olahraga Nasional (PON). Kota Solo juga memiliki rekam jejak yang bagus dalam penyelenggaraan event berskala internasional, seperti Asian Para Games yang terselenggara dua kali. 

Kedua, wisata yang berfokus pada partisipasi langsung dalam olahraga (active sport tourism). Inti dari jenis wisata ini adalah mengundang orang secara personal dan kolektif untuk berpartisipasi secara aktif berolahraga di sebuah destinasi. 

Misalnya orang-orang dari dalam dan luar negeri berkunjung ke  Bukit Kemuning, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan olahraga paralayang sambil menikmati keindahan kebun teh dari ketinggian. 

Mungkin juga area car free day di Jl. Slamet Riyadi, Kota Solo, dikemas menjadi panggung festival binaraga berskala dunia. Mengundang binaragawan seantero jagat untuk memperebutkan penobatan Mr. Sriwedari, Mr. Nonongan, atau Mr. Purwosari, misalnya. 

Ketiga, wisata yang berhubungan dengan warisan, situs, dan sejarah olahraga (nostalgia sport tourism). Wisata nostalgia olahraga berpotensi besar berkembang karena Kota Solo memiliki destinasi sejarah yang berupa bangunan bersejarah. 

Salah satu yang ikonik adalah Stadion Sriwedari sebagai tempat penyelenggaraan PON pertama. Ada satu contoh baik, di Berlin terdapat Stadion Munich yang memiliki magnet wisata nostalgia dunia. 

Stadion tersebut sangat bersejarah saat Berlin menjadi tuan rumah Olimpiade 1972. Para penggemar sepak bola di seluruh dunia pasti akan menyempatkan berkunjung ke Stadion Munich. 

Kini di sekitar kawasan stadion itu telah menjadi taman olimpiapark yang indah dan luas, menyatu dengan pamor nostalgia dari sebuah stadion. 

Setidaknya terdapat tiga aspek utama pertumbuhan ekonomi yang digerakkan oleh wisata olahraga. Pertama, menggali dan mengenali potensi unik wisata olahraga yang potensial untuk dijadikan prioritas pengembangan.

Kedua, diperkuat dengan sentuhan kebijakan sinergi untuk menggerakkan ekosistem perekonomian serta keolahragaan secara multilingkup dan multiranah.

Ketiga, dipersyarati pertumbuhan angka partisipasi masyarakat dalam berolahraga, baik partisipasi secara aktif maupun secara pasif. Selamat datang di masa depan Kota Solo sebagai kota MICE olahraga terbaik.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Juli 2025. Penulis adalah Guru Besar Sport Policy di Fakultas Keolahragaan Universitas Sebelas Maret)

Sentimen: neutral (0%)