Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam, Kristen
Institusi: UGM
Kab/Kota: Salatiga, Temanggung
Tokoh Terkait
Cetak Sejarah di Indonesia, UKSW Luluskan Doktor Lintas Iman Pertama
Espos.id
Jenis Media: News

Esposin, SALATIGA -- Sejarah baru tercipta di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) saat Program Studi Doktor Sosiologi Agama, Fakultas Teologi, untuk pertama kalinya meluluskan seorang doktor berlatar belakang agama Buddha. Peristiwa bersejarah ini terwujud melalui yudisium program Studi (Prodi) Doktor Sosiologi Agama (DSA) Fakultas Teologi UKSW pada Kamis (3/07/2025).
Dalam yudisium itu menetapkan Dr. Suranto, dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Syailendra, sebagai lulusan doktor ke-39 Prodi Doktor Sosiologi Agama.
Yudisium yang digelar di Ruang F114 ini dipimpin oleh Wakil Rektor Bidang Riset Inovasi dan Kewirausahaan UKSW, Profesor Eko Sediyono. Momentum ini tak sekadar menandai keberhasilan akademik individu, tetapi juga menjadi tonggak penting dalam lintasan akademik lintas agama di lingkungan perguruan tinggi Indonesia.
Dr. Suranto, yang lahir di Temanggung pada tahun 1984 ini menempuh pendidikan tinggi secara konsisten sejak meraih gelar S. Ag. di STAB Syailendra pada 2007, hingga menyelesaikan studi magister di Center for Religious and Cross-Cultural Studies (CRCS) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2010. Kini, ia berhasil menyelesaikan studi doktoralnya di UKSW.
Dalam orasi ilmiahnya, Dr. Suranto mempresentasikan disertasi berjudul “Kearifan Lokal sebagai Narasi Kohesi Sosial untuk Menjaga Proexistence Masyarakat Multikultural: Studi Masyarakat Buddhis, Muslim, dan Kristen di Kaloran, Temanggung”. Penelitian ini menggunakan pendekatan interdisipliner yang berpijak pada filsafat lokal, sosiologi agama, dan multikulturalisme, dengan menyampaikan narasi hidup masyarakat lintas iman.
Melalui ungkapan lokal seperti desa mawa cara, negara mawa tata, penelitian ini mengurai bagaimana masyarakat Kaloran mengelola keberagaman melalui praktik kebudayaan, solidaritas komunitas, dan dialektika nilai-nilai lokal. Temuan penelitian ini memperlihatkan bahwa lived religion dan kesadaran kolektif menjadi instrumen penting dalam membentuk kohesi sosial berbasis kultural yang melampaui batas formal keagamaan.
“Hasil penelitian ini merekomendasikan pentingnya penguatan narasi kearifan lokal di kalangan generasi muda, agar nilai-nilai tersebut tidak hanya lestari, tetapi juga relevan dalam konteks kekinian. Di samping itu, diperlukan kajian mendalam mengenai peran media sosial dalam memperluas jangkauan nilai tersebut di tengah derasnya arus mobilitas dan perubahan sosial masyarakat,” jelasnya.
Pendidikan Lintas Iman Inklusif
Dalam sambutannya, Profesor Eko Sediyono menekankan pentingnya eksistensi kearifan lokal dalam membangun solidaritas sosial dan mendukung akademik lintas iman.
“Kami mendorong Dr. Suranto untuk terus menulis dan menerbitkan hasil penelitiannya sebagai kontribusi akademik bagi kemajuan institusi dan bangsa,” ujarnya.
Dekan Fakultas Teologi sekaligus Promotor Pendeta Dr. Izak Y.M. Lattu, menyampaikan apresiasi mendalam atas kerja sama semua pihak dalam proses akademik ini. Pendeta Izak menegaskan bahwa yudisium ini mencatat sejarah penting.
“Ini merupakan pertama kalinya seorang doktor berlatar belakang agama Buddha lulus dari perguruan tinggi Kristen, dan mungkin juga pertama di Indonesia. Ini adalah bukti bahwa belajar di UKSW tidak berarti harus menjadi Kristen, melainkan menjadi warga negara Indonesia yang baik,” tandasnya.
Sementara itu, Bante Medhacitto, dosen STAB Syailendra menyampaikan rasa bangga dan syukur atas keberhasilan Dr. Suranto menyelesaikan studi doktoralnya. Ia juga menggarisbawahi pentingnya keberlanjutan kerja sama antara institusinya dan UKSW sebagai bagian dari komitmen bersama dalam membangun bangsa melalui pendidikan lintas iman yang inklusif.
Pencapaian ini bukan hanya bentuk komitmen terhadap keberagaman sebagai kekuatan bersama, tetapi juga menjadi representasi konkret dari upaya universitas dalam mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) ke-4 pendidikan berkualitas, SDGs ke-16 perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh, SDGs ke-11 kota dan pemukiman yang berkelanjutan, serta SDGs ke-17 kemitraan untuk mencapai tujuan.
Sebagai Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terakreditasi Unggul, UKSW telah berdiri sejak 1956 dengan 15 fakultas dan 64 program studi di jenjang D3 hingga S3, dengan 32 Prodi Unggul dan A. Terletak di Salatiga, UKSW dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini, mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai "Creative Minority" yang berperan sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat. (NA)
Sentimen: neutral (0%)