Sentimen
Undefined (0%)
30 Jun 2025 : 21.35
Informasi Tambahan

Event: CFD

Institusi: MUI, UNAIR, Universitas Airlangga

Kab/Kota: Bojonegoro, Kartoharjo, Madiun, Magetan, Ponorogo, Sragen, Trenggalek, Tulungagung

Kasus: covid-19

Bikin Jamu "Naik Kelas", Produk D'Jamoe Madiun Sukses Tembus Pasar Nasional

30 Jun 2025 : 21.35 Views 1

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jatim

Bikin Jamu "Naik Kelas", Produk D'Jamoe Madiun Sukses Tembus Pasar Nasional

Esposin, MADIUN – Rumah yang berlokasi di Jl. Ranumenggalan, Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Jawa Timur menjadi saksi bisu berkembangnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan produk jamu tradisional di kota tersebut. Jamu, kini tidak hanya dijual di pasar-pasar tradisional dengan kemasan seadanya. Namun, minuman ramuan herbal tersebut kini sudah banyak dijumpai di swalayan, restoran, hingga menjadi sajian para pejabat di Kota Madiun.

Saat Espos berkunjung ke rumah produksi jamu dengan brand D’Jamoe di Kelurahan Mojorejo itu, Kamis (26/6/2025) siang, tampak kesibukan aktivitas para pekerjanya yang sedang meracik, memproduksi, hingga melakukan pengemasan berbagai produk jamu.

Seperti yang terlihat di salah satu sudut ruang, Ega Pratiwi, salah satu karyawan D’Jamoe, cekatan saat mengemas sirup jamu varian beras kencur ke dalam botol plastik berukuran 550 milileter. Setelah  itu, ia kemudian melapisi penutup botol itu dengan plastik yang direkatkan dengan alat pemanas supaya tertutup sempurna.

Sedangkan di sudut lain, Diana Agustina, secara cepat memasukkan kantong jamu telang serai instan celup ke dalam kotak kemasan. “Ini satu kotak berisi 15 pieces kantong celup telang serai,” kata warga Sogaten, Kota Madiun, itu kepada Espos.

Sedangkan di bagian depan outlet terlihat seorang karyawan sibuk melayani pembeli baik secara online maupun offline.

Seorang pekerja mengemas produk sirup jamu dari D’Jamoe yang berlokasi di Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Kamis (26/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)
Seorang pekerja mengemas produk sirup jamu dari D’Jamoe yang berlokasi di Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Kamis (26/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)

 

Perjalanan D’Jamoe sebagai pelopor produsen jamu tradisional “naik kelas” di Kota Madiun sudah berlangsung sejak satu dekade lalu. Kisah itu bermula pada tahun 2015 silam. Waktu itu, pemilik D’Jamoe, Oktavia Purnawati, bercerita awalnya hanya iseng saja dalam memproduksi jamu tradisional.

“Pertama kali saya iseng membuat jamu beras kencur, dan berhasil. Kemudian saya berinisiatif untuk mengembangkannya. Saya pun serius untuk belajar dengan mempelajari racikan-racikan dari setiap jenis jamu,” ujar dia bersemangat kepada Espos.

Setelah ketemu resep yang pas dari belajar meramu secara autodidak, perempuan yang karib disapa Vivi itu mencoba memberanikan diri untuk memproduksi dan menjualnya. Tak disangka, jamu produksinya disambut positif masyarakat.

“Awal-awal itu, saya mengemas jamu produksi saya secara sederhana menggunakan botol berukuran 350 mililiter dengan lebel alakadarnya. Waktu itu saya jual dengan harga Rp5.000 per botol,” ujarnya.

Ada dua jenis jamu yang diproduksi kala itu, yakni beras kencur dan kiner asem. Dua jenis jamu ini merupakan yang populer dikonsumsi masyarakat.

Seiring berjalannya waktu, Vivi merasa produknya mentok dan tidak berkembang. Ia merasa ada yang salah dalam sisi penjualan. Tanpa berpikir panjang, ia kemudian mengikuti pelatihan mengenai bagaimana mengemas produk yang cantik dan menarik pada medio 2017.

Dari pelatihan itu, Vivi menyadari bahwa produknya stuck karena permasalahan packaging atau pengemasan yang kurang menarik.

“Ternyata packaging itu penting. Seenak apapun suatu produk, kalau packaging-nya jelek ya tidak akan menarik untuk dibeli. Waktu itu mentor pelatihan juga meyakinkan bahwa produk jamu saya itu bagus dan enak, tapi tinggal pengemasan saja yang perlu diubah,” kata perempuan berusia 46 tahun tersebut.

Usai mengikuti pelatihan itu, Vivi mengambil keputusan besar dengan melakukan rebranding total produk jamunya, seperti mengubah botol, label, hingga logo brand. Ia kembali menghitung harga pokok penjualan (HPP). Dampak dari rebranding itu tentu salah satunya adalah menaikkan harga jual produk.

Harga produk jamu dengan botol berukuran 350 mililiter dihargai Rp9.000 sebelumnya hanya Rp5.000, dan botol 600 mililiter dijual Rp14.000, sebelumnya hanya Rp7.500.

Dengan kenaikan harga yang cukup signifikan itu, Vivi mengaku sempat waswas karena banyak koleganya yang psimis produk tersebut akan laku dijual. Mengingat waktu itu harga jamu kemasan berukuran 300 mililiter di pasar hanya dijual antara Rp2.000 hingga Rp3.000. Namun, ia mengabaikan anggapan tersebut dan lebih mempercayai kata mentornya.

“Jujur, waktu itu banyak yang psimis dengan harga segitu. Menurut saya itu wajar. Tapi waktu itu saya lebih mempercayai apa yang dikatakan mentor, bahwa produk jamu saya ini bagus dan enak, tinggal perbaiki packaging, dijual mahal pun pasti laku,” cerita Vivi sambil tersenyum.

Tibalah saat pembuktian. Waktu itu, ia diberi kesempatan oleh Pemkot Madiun untuk mengikuti bazar UMKM. Vivi antusias sambil cemas saat mengikutinya. Tak dinyana, puluhan botol jamu yang dibawa ludes terjual bahkan sebelum acara bazar dimulai.

“Waktu itu saya sampai dimarahin panitia dan diminta untuk menambah stok. Akhirnya saya pulang untuk mengambil barang lagi. Saat pembukaan, produk saya dicicipi Wali Kota dan mendapat sambutan yang baik,” ungkapnya senang.

Dari situ, ia semakin percaya diri untuk mengambil segmen pasar menengah ke atas. Bagi kalangan ini, ia menyimpulkan harga bukan menjadi masalah ketika barang yang dijual bagus dan berkualitas.

Sebagai pendatang baru yang menjual jamu dengan harga premium kala itu, Vivi pun harus berjuang keras untuk memasarkan produknya secara luas. Ia pun mengikuti berbagai bazar secara mandiri dan berjualan di kegiatan car free day (CFD). Selain itu, produk D’Jamoe pun mulai dipasarkan secara daring atau online di berbagai platform media sosial dan marketplace.

Berkah Covid-19

Pada awal 2020, pandemi Covid-19 mulai masuk ke Indonesia. Banyak bisnis yang struggling hingga bangkrut. Namun, hal itu tak berlaku untuk D’Jamoe. Justru, pandemi menjadi momen penting bagi D’Jamoe untuk semakin eksis dan melebarkan sayap usahanya.

Terlebih saat Profesor Chairul Anwar Nidom dari Universitas Airlangga (Unair) menyebut bahwa ramuan herbal dari empon-empon bisa mencegah penularan Covid-19 dalam tubuh. Sejak itu, permintaan terhadap ramuan dari empon-empon pun meningkat tajam.

Tak ingin kehilangan momentum, Vivi kemudian mengeluarkan produk kreasi jamu dari ramuan herbal sesuai dengan hasil penelitian Prof. Nidom yang diberi nama Jatirona atau jamu anti corona.

Meledak! Setelah produk Jatirona ini diluncurkan, banyak permintaan dari pasar dalam dan luar kota yang berdatangan. Dia mengklaim banyak orang yang cocok saat meminum Jatirona.

Seorang pekerja sedang mengemasi produk telang serai celup dari D’Jamoe yang berlokasi di Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Kamis (26/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)
Seorang pekerja sedang mengemasi produk telang serai celup dari D’Jamoe yang berlokasi di Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Kamis (26/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)

 

Bahkan, setiap pekan ia harus mengirim 400 botol Jatirona ke Jakarta. Itu berlangsung cukup lama saat pandemi Covid-19 masih berkecamuk di Tanah Air.

Kecepatan menangkap momen itu menjadi berkah tersendiri bagi D’Jamoe. Produknya laris manis diburu warga yang ingin mempertahankan imun tubuh dengan meminum ramuan herbal.

“Benar-benar produk Jatirona itu diburu warga. Bahkan saat outlet belum buka, sudah banyak warga mengantre untuk membeli Jatirona.”

Bagi Vivi, kesempatan ini bukan hanya menjadi momentum pertumbuhan bisnisnya belaka. Melainkan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap jamu tradisional.

Setelah pandemi Covid-19 mereda, tantangan berikutnya yang harus dihadapi D’Jamoe adalah mempertahankan brand supaya terus eksis di masyarakat. Langkah yang dilakukan adalah terus berinovasi dengan produk baru dan mempertahankan kualitas produk.

Inovasi Produk

Bukan hanya memproduksi jamu siap minum, kata Vivi, D’Jamoe juga mengembangkan produk jamu kering atau siap seduh. Salah satu produk pertama yang dikembangkan adalah telang serai celup, yang cukup diseduh saat ingin menikmatinya.

“Bukan hanya telang serai celup, saya juga mengembangkan produk jahe instan hingga wedang uwuh siap saji,” kata Vivi.

Tidak hanya berinovasi produk kering, Vivi mengatakan D’Jamoe juga mengembangkan produk sirup jamu beras kencur dan kunir asem. Produk-produk ini pun langsung ramai dicari konsumen, terutama lewat penjualan online atau marketplace.

Ide ini muncul sebenarnya dari kebutuhan masyarakat. Saat hanya memproduksi jamu siap minum, banyak calon konsumen dari luar daerah yang berpikir untuk membeli karena berkaitan dengan daya tahan dan mahalnya ongkos kirim saat pengiriman menggunakan cold box.

Aktivitas layanan di JNE Cabang Madiun yang berlokasi di Jl. Trunojoyo, Kota Madiun, Senin (30/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)
Aktivitas layanan di JNE Cabang Madiun yang berlokasi di Jl. Trunojoyo, Kota Madiun, Senin (30/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)

 

“Produk jamu kering dan sirup ini permintaannya cukup tinggi dari luar pulau Jawa. Karena untuk dikirim ke sana lebih aman dan biaya ongkirnya pun lebih murah,” ujar dia.

Selain produk di atas, D’Jamoe juga tetap mempertahankan produk jamu siap minum, seperti beras kencur, kunir asem, Jatirona, rempah sari sukma, temulawak, dan rapet wangi. Sedangkan untuk produk terbaru yang akan diluncurkan adalah teh bandrek dan teh rosela.

Pertahankan Kualitas 

Vivi mengklaim jamunya merupakan produk berkualitas. Hal itu diwujudkan dari cara memilih bahan baku atau empon-empon berkualitas hingga proses pembuatan yang langsung dikontrol dirinya.

Bahan yang digunakan, klaim dia, selalu menggunakan grade A. Seperti kencur, dia mengambil dari petani asal Tulungagung, Trenggalek, hingga Ponorogo yang dikenal sebagai penghasil kencur terbaik. Begitu juga bunga telang juga diambil dari petani asal Sragen dan Magetan.

Salah satu proses yang cukup merepotkan adalah membersihkan tanah dari empon-empon. Untuk benar-benar bersih, biasanya dibutuhkan pencucian berkali-kali. Selain memakan waktu yang cukup lama, proses ini juga membutuhkan air bersih cukup banyak. 

Untuk menjaga rasa jamu yang konsisten, maka setiap racikan bahan harus benar-benar ditakar secara cermat dan tepat. Karena, kata Vivi, ada kelebihan bahan bisa mengubah rasa jamu. Pada bagian ini, ia turun langsung untuk memantau proses peracikan ramuan.

“Seperti wedang uwuh kemasan, itu kan komposisinya ada 10 bahan. Itu takarannya juga harus pas, harus ditimbang sebelum masuk kemasan. Satu per satu bahan ditimbang. Ini supaya saat diseduh rasanya bisa pas dan tidak berubah. Ini untuk menjaga rasa dan kualitas,” jelas Vivi.

Selain menjaga kualitas, Vivi menceritakan produk D’Jamoe telah mendapatkan sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu, D’Jamoe juga telah mendapatkan izin PIRT atau Pangan Industri Rumah Tangga.

“Jadi secara legalitas, kami juga sudah mendapatkan izin dan dijamin halal.”

Dalam mengelola D’Jamoe, ia dibantu enam orang karyawan. Mereka ada yang bekerja di bagian dapur dan outlet. Jumlah karyawan ini meningkat dibandingkan beberapa tahun yang lalu, ia hanya dibantu dua orang saja.

Mengenai omzet setiap bulan, Vivi mengaku setiap bulan nilainya naik-turun. Namun rentangnya antara Rp70 juta hingga Rp100 juta per bulan.

Pelayanan Sat Set JNE

Sebagai seorang pengusaha, Vivi mengaku di era seperti sekarang memilih ekspedisi memang tidak bisa sembarangan. Salah memilih ekspedisi yang tidak amanah bisa-bisa bikin usaha mendapat reting buruk dari konsumen.

Vivi bercerita sudah sejak lama memanfaatkan jasa ekspedisi dari PT. Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE untuk pengiriman produk ke berbagai daerah. Penjualan lewat marketplace maupun pesanan langsung, ia selalu merekomendasikan JNE untuk pengiriman produk.

Bukan tanpa sebab, ia pernah dibikin kecewa saat menggunakan jasa ekspedisi lain dan ternyata barang yang sampai ke konsumen datangnya lama dan saat datang barang sudah rusak. Akhirnya, ia mendapatkan komplain dari pelanggan dan harus menggantinya. 

Menurut dia, layanan yang disediakan JNE cukup menarik bagi pelaku usaha. Ia bisa melakukan pelacakan secara mudah lewat web resmi JNE maupun menggunakan aplikasi MyJNE. Cukup memasukkan nomor resi paket untuk melacak paket sudah sampai mana. 

Layanan ini sangat membuat tenang pengusaha maupun konsumen. Karena masing-masing bisa mengetahui posisi paket yang dikirim secara pasti.

Vivi bercerita pernah mendapatkan orderan dalam jumlah besar yakni 11.000 kotak telang serai celup ke Kabupaten Bojonegoro. Rencananya produk rempah ini akan diekspor ke Afrika. 

“Jadi pengusaha asal Bojonegoro ini punya outlet spa sebanyak 32 di Afrika. Nah, dia pesan 11.000 kotak telang serai untuk sajian di spa itu,” ujar dia.

Karena berkejaran dengan waktu kirim, ia hanya diberi waktu tiga hari untuk mengirim produk itu ke Bojonegoro sebelum nantinya akan diekspor ke Afrika. Setelah melihat berbagai pertimbangan, akhirnya dipilihlah ekspedisi JNE untuk mengirim produk D’Jamoe itu.

“Waktu itu ya deg-degan, soalnya ini orderan besar. Dan waktu kirim cuma tiga hari. Akhirnya kami sama-sama melakukan tracking untuk memantau pengiriman. Karena kalau telat, barang itu tidak jadi dikirim ke Afrika, karena ketinggalan kontainer yang akan mengirim barang ke Afrika,”  ujar Vivi.

Tak disangka, paket itu tiba di Bojonegoro sehari sebelum kontainer untuk ekspor berangkat ke Afrika. “Setelah barang diterima, saya sangat lega sekali.”

Selain produk kering, Vivi juga puas dengan pelayanan JNE saat mengirim sirup jamu ke Kupang, Nusa Tenggara Timur pada bulan lalu. Saat produk itu diterima konsumen, barang sampai dengan tepat waktu dan kondisinya tidak rusak.

Vivi menjelaskan layanan yang disukainya dari JNE adalah kurir memberikan konfirmasi terlebih dahulu sebelum mengambil paketan. Meski sederhana, langkah itu sangat penting, supaya pengusaha bisa melakukan persiapan secara cepat, sehingga kurir tidak perlu menunggu lama saat datang mengambil paket.

Produk D’Jamoe, kata dia, sudah dijual ke hampir seluruh wilayah Indonesia, mulai dari berbagai daerah di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Bali, hingga Sulawesi. Bukan hanya itu, produk D’Jamoe juga sudah pernah dikirim ke luar negeri, seperti Afrika, Amerika Serikat, dan Singapura.

Sedangkan di Madiun, produk D'Jamoe juga bisa ditemui di beberapa swalayan, pusat oleh-oleh, hingga hotel berbintang. Bukan hanya itu, produk jamu juga menjadi jamuan resmi saat acara-acara kedinasan pemerintahan. 

Dengan semakin tinggi pembelian dari luar daerah, dia berharap JNE bisa terus menemani produknya supaya sampai ke tangan konsumen dengan cepat dan selamat.

JNE Dukung UMKM 

Sebagai perusahaan logistik yang telah berdiri sejak tahun 1990, JNE berkomitmen akan terus membersamai pertumbuhan UMKM di Indonesia lewat layanan pengiriman yang cepat dan aman.

Head Sales Marketing JNE Cabang Madiun, Rino Gumelar, menyampaikan terima kasih atas kesetiaan pelaku UMKM, seperti D’Jamoe, yang telah menggunakan layanan JNE untuk pengiriman produk ke konsumen.

Etalase produk UMKM yang ada di JNE Cabang Madiun yang berlokasi di Jl. Trunojoyo, Kota Madiun, Senin (30/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)
Etalase produk UMKM yang ada di JNE Cabang Madiun yang berlokasi di Jl. Trunojoyo, Kota Madiun, Senin (30/6/2025). (Espos/Abdul Jalil)

 

JNE, kata Rino, memberikan dukungan penuh untuk pertumbuhan UMKM di daerah. Seperti yang dilakukan di Keresidenan Madiun, disediakan etalase produk UMKM di kantor cabang JNE. Etalase ini berisi berbagai produk UMKM beserta nomor WhatsApp (WA) hingga akun media sosial. Bukan hanya memajang produk, JNE Madiun juga memfasilitasi pembuatan konten untuk promosi di media sosial.

“Selama ini sudah banyak pelaku UMKM di Madiun yang kami buatkan konten untuk promosi di media sosial. Ini menjadi bentuk dukungan terhadap pertumbuhan pelaku usaha,” ujar dia saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (30/6/2025).

Selain itu, lanjut Rino, JNE juga membuka keagenan yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di wilayah Madiun Raya. Agen JNE yang dikelola BUMDes ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM yang ada di desa masing-masing. Ini menjadi langkah untuk mendekatkan layanan kepada pelaku UMKM di pedesaan.

“Sales poin yang dikelola BUMDes ini bisa menerima kiriman dari seluruh UMKM di desa tersebut. Kalau UMKM mengirim produk lewat agen BUMDes, itu banyak promonya, terus kita sediakan konten pemasaran, dan ada promo lain yang bisa dibuat bersama antar pelaku UMKM,” jelas dia.

Melalui program ini, tentu akan mempermudah UMKM yang ingin mengirimkan paket ke konsumen. Sehingga masyarakat tidak perlu jauh-jauh ke wilayah kota untuk pengiriman barang.

Sedangkan untuk jaringan keagenan JNE di Madiun Raya, lanjut Rino, ada sebanyak 570 agen, termasuk agen yang berada di wilayah pelosok. Jumlah agen ini akan terus bertambah, hingga terwujud satu desa satu agen JNE. 

Bukan itu saja, JNE juga menyediakan layanan free pick up bagi pelaku UMKM. Masyarakat tinggal kirim chat WA maupun telepon, kurir akan datang untuk menjemput barang yang akan dikirim.

“Layanan pick up ini, tanpa minimal pengambilan. Tinggal WA saja,” kata dia.

Sementara itu, Wali Kota Madiun, Maidi, menyampaikan UMKM adalah akar ekonomi daerah. Untuk itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan pelaku UMKM demi terwujudnya ketahanan ekonomi yang kuat.  

“UMKM itu akar ekonomi daerah, kalau ingin ekonomi kita kuat, kolaborasi antara pemerintah dan pelaku UMKM harus terus diperkuat serta saling mendukung,” ujar dia beberapa waktu lalu.

#JNE #ConnectingHappiness 

#JNE34SatSet #JNE34Tahun

#JNEContentCompetition2025 #JNEInspirasiTanpaBatas

Sentimen: neutral (0%)