Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: BRI
Institusi: MUI
Kab/Kota: Solo
Tokoh Terkait
Membantu Pebisnis Ultramikro dengan Tulus
Espos.id
Jenis Media: Kolom

Badai riba menerpa para pebisnis usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM. Kebanyakan pebisnis kelas terilah yang menjadi korban.
Para pebisnis kelas teri, yakni para pelaku usaha ultramikro, yang secara umum masih hidup di bawah garis kemiskinan, seharusnya mendapatkan uluran tangan yang tulus demi memberdayakan diri.
Dari segi aset dan omzet usaha ultramikro memang kecil, namun mereka sesungguhnya mendominasi struktur perekonomian Indonesia.
Kemajuan usaha ultramikro secara keseluruhan berdampak baik pada perkembangan perekonomian Indonesia. UMKM di Indonesia, khususnya usaha ultramikro, memang masih menghadapi berbagai kendala, terutama dalam masalah permodalan.
Data Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah tahun 2018 menunjukkan jumlah pelaku UMKM Indonesia sebanyak 64,2 juta atau 99,99% dari jumlah pelaku usaha di Indonesia.
Sampai tahun 2023, data tersebut masih dinilai sangat relevan. Adapun realisasi penyaluran kredit usaha rakyat atau KUR dari pemerintah tahun 2023 berdasarkan data sistem informasi kredit program senilai Rp218,40 triliun atau 73,54% dari target senilai Rp297 triliun kepada 3,93 juta debitur.
Dari jumlah pelaku UMKM sebanyak 64,2 juta, baru 6,12% pelakua UMKM yang merasakan manfaat pembiayaan KUR.
Dari jumlah pelaku usaha di Indonesia tersebut, mayoritas terdiri para pengusaha mikro dan ultramikro, yaitu sebanyak 63.955.369 pengusaha atau 99,62%.
Hal ini menggambarkan begitu penting pemerintah Indonesia member perhatian lebih besar dalam membantu para pengusaha mikro dan ultramikro tersebut.
Para pengusaha ultramikro sangat membutuhkan bantuan melalui jalur pembiayaan sebagai modal usaha. Bantuan modal usaha itu sangat dibutuhkan oleh mereka dalam dalam perputaran perekonomian.
Patut diacungi jempol bahwa pemerintah Indonesia selama ini telah berulang kali berusaha membantu para pelaku UMKM, khususnya pebisnis ultramikro, melalui berbagai program kebijakan.
Ada kebijakan perkreditan yang termanivestasikan dalam institusi finansial formal seperti Bank Rakyat Indonesia, Badan Kredit Kecamatan, dan Badan Kredit Desa. Walakin, semua upaya itu belum berhasil dan masih kalah atraktif jika dibanding dengan gerak sigap para rentenir ribawi.
Kredit dapat dikatakan sebagai alat yang penting bagi petani-petani kecil, pedagang kecil, dan pengrajin untuk membantu pertambahan pendapatan mereka sebagai pelaku usaha mikro.
Di sisi lain, dalam perkembangan saat ini, skema yang disediakan pemerintah seperti kredit usaha rakyat atau KUR dengan pemberian bantuan berupa subsidi bunga juga belum mampu menjangkau pelaku usaha mikro apalagi para pelaku usaha ultramikro.
Mereka ini tersebar di seluruh pelosok negeri dari Sabang sampai Merauke. Mereka masih terimpit persoalan kekurangan modal usaha.
Termutakhir, pemerintah melalui Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP), instansi vertikal di bawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, sejak 2017 sampai saat ini telah meluncurkan program kebijakan pemerintah berupa pembiayaan ultramikro.
Program itu dikenal dengan sebutan pembiayaan UMi. Landasannya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 22/PMK.05/2017 tentang Pembiayaan Ultramikro yang disusul perubahannya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.05/2020.
Dalam peraturan menteri ini disebutkan bahwa pembiayaan ultramikro adalah program fasilitas pembiayaan kepada usaha ultramikro dalam bentuk pembiayaan konvensional maupun pembiayaan berdasarkan prinsip syariat.
Usaha ultramikro adalah usaha mikro yang dimiliki oleh orang perorangan. Adapun tujuan pembiayaan ultramikro ini adalah menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat serta menambah jumlah wirausaha yang difasilitasi pemerintah.
Banyak kalangan yang memandang kebijakan pemerintah, khususnya kebijakan pembiayaan ultramikro, telah berhasil. Menurut saya, klaim keberhasilan tersebut perlu diteliti dan dikaji ulang.
Banyak pengusaha ultramikro yang mengeluh telah gulung tikar dan terimpit dalam kubangan utang yang berkepanjangan. Bisa jadi hal tersebut terjadi dan akan terus terjadi karena kebijakan pembiayaan yang diluncurkan saat ini masih bernapaskan ribawi, meskipun ada kata syariat dalam kebijakan dan akad pembiayaan.
Saya meneliti sektor usaha ultramikro dengan metode penelitian kualitatif berbentuk penelitian hukum empiris/sosiologis (empirical/sociolegal research) berupa analisis terhadap akad pembiayaan ultramikro di Kota Solo.
Penelitian juga saya lengkapi dengan wawancara dengan para pelaku usaha ultramikro di Kota Solo dengan landasan teori maqashid syariah, termasuk kaidah riba dalam kitab-kitab turats, terutama yang berkaitan dengan akad muamalah dalam jual beli dan permodalan usaha.
Hasil penelitian saya menunjukkan kebijakan hukum pembiayaan usaha ultramikro syariat dan implementasinya di Kota Solo sebenarnyta masih berbasiskan ribawi. Hal ini terlihat pada beberapa pokok klausul.
Pertama, konsep dasar pembiayaan ultramikro syariat yang dijalankan pemerintah saat ini masih menggunakan konsep piutang yang mendatangkan manfaat berupa pendapatan (bagi hasil/margin) dengan tarif tertentu.
Kedua, tarif pendapatan dari pembiayan ultramikro syariah berupa margin atau bagi hasil telah ditentukan/dipersyaratkan pada awal akad/perjanjian. Ketiga, terdapat klausul sanksi denda keterlambatan.
Keempat, konsep bagi hasil dalam akad mudharabah yang dijalankan bukan konsep bagi hasil netto (siap untung/rugi), namun dihitung berdasarkan pokok pinjaman awal.
Kelima, implementasi kebijakan hukum pembiayaan ultramikro syariat melalui akad pembiayaan murabahah dilakukan tanpa kehadiran/perwujudan barang/jasa yang diperjualbelikan atau barang/jasa yang menjadi objek pembiayaan tersebut secara prinsip belum menjadi hak milik penjual (kreditur).
Kebijakan Hukum
Melalui kerangka konseptual maqashid syariah, saya tawarkan konsep kebijakan hukum pembiayaan usaha ultramikro syariat yang bebas dari riba. Ini selaras dengan perspektif maqashid syariah.
Pertama, menghilangkan mekanisme pembiayaan ultramikro syariat secara tidak langsung melalui PT Bahana Artha Ventura atau BAV dan lembaga keuangan bukan bank atau LKBB linkage.
Ini akan dapat menutup pintu-pintu terjadinya transaksi riba. Hal ini juga memperingan beban nisbahmargin LKBB penyalur dan para nasabah/debitur.
Kedua, untuk sementara meniadakan transaksi murabahah bil wakalah karena transaksi wakalah menjadi sumber terjadinya riba dan ketidakjujuran.
Ketiga, apabila Badan Layanan Umum Pusat Investasi Pemerintah (BLU PIP) Kementerian Keuangan dan LKBB penyalur akan menerapkan pembiayaan ultramikro syariat dengan menggunakan model transaksi mudharabah (akad pembiayaan mudharabah muqayyadah), maka wajib taat pada prinsip syariat.
Prinsip tersebut adalah nisbah dihitung dari pendapatan netto atau shahibul maal (pemilik dana) siap untuk menanggung kerugian atas modal yang diberikan.
BLU PIP Kementerian Keuangan dan LKBB penyalur harus patuh dan taat pada prinsip-prinsip syariat yang diatur dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia atau MUI sesuai dengan jenis transaksi pembiayaan yang dipilih.
LKBB penyalur harus patuh dan taat terhadap prinsip-prinsip syariat yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/PJOK.05/2014 tentang Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah.
Keempat, apabila BLU PIP Kementerian Keuangan dan LKBB penyalur belum berani menanggung risiko atas transaksi mudharabah sesuai prinsip-prinsip syariat, dapat menerapkan transaksi murabahah sesuai prinsip-prinsip syariat atau menyalurkan pembiayaan ultramikro syariat dengan cara kredit (pinjaman) tanpa bunga.
Kelima, pemerintah dapat mengembangkan/membentuk koperasi desa syariat atau lembaga keuangan masyarakat syariah di setiap kelurahan/desa dikolaborasikan dengan kebijakan penyaluran dana desa atau dana alokasi khusus nonfisik.
Keenam, untuk klausul tujuan pembiayaan ultramikro syariat, Kementerian Keuangan perlu mengubah tujuan dari pembiayaan ultramikro.
Pengubahan dari “untuk menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat bagi usaha ultramikro serta menambah jumlah wirausaha yang difasilitasi oleh pemerintah” menjadi “untuk menyediakan fasilitas pembiayaan yang mudah dan cepat bagi usaha ultramikro serta menambah jumlah wirausaha yang difasilitasi oleh pemerintah sesuai prinsip-prinsip syariat”.
Perlu disusun/diubah peraturan Menteri Keuangan tentang tarif layanan BLU PIP Kementerian Keuangan sesuai prinsip-prinsip syariat.
Ketujuh, BLU PIP Kementerian Keuangan perlu membentuk dewan pengawas syariat yang dapat memastikan semua transaksi pembiayaan ultramikro syariat yang dijalankan benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.
Kedelapan, dewan pengawas syariat pada setiap LKBB syariat memastikan semua transaksi pembiayaan ultramikro syariat yang dijalankan sudah benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip syariat.
Melalui konsep kebijakan hukum pembiayaan usaha ultramikro syariat yang bebas dari riba, yang selaras dengan perspektif maqashid syariah. diharapkan para pebisnis ultramikro betul-betul berhasil dalam bisnis dan perekonomian Indonesia meningkat tajam.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 21 Juni 2025. Penulis adalah Pejabat Fungsional Pembina Teknis Perbendaharaan Negara dan Penyelia di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara)
Sentimen: neutral (0%)