Sentimen
Undefined (0%)
27 Jun 2025 : 16.03
Informasi Tambahan

Event: Perang Dunia II

Kab/Kota: Serang, Solo

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Akademisi UNS Solo Sebut Kecil Kemungkinan Konflik Iran-Israel Jadi Perang Dunia

27 Jun 2025 : 16.03 Views 7

Espos.id Espos.id Jenis Media: Dunia

Akademisi UNS Solo Sebut Kecil Kemungkinan Konflik Iran-Israel Jadi Perang Dunia

Esposin, SOLO -- Eskalasi konflik bersenjata antara Iran-Israel yang sempat memanas dan melibatkan Amerika Serikat kini mereda setelah ada kesepakatan gencatan senjata. Sebelumnya, perang dua negara yang dulunya sekutu itu sempat dikhawatirkan menyulut Perang Dunia (PD) III. 

Akademisi Program Studi Hubungan Internasional (HI) FISIP UNS Solo, Septyanto Galan Prakoso, menggarisbawahi konflik dua negara itu belum bisa disebut sebagai perang skala penuh (full scale war).

"Kalau kita lihat dari rangkaian peristiwa yang kemarin kita bisa melihat Israel yang memulai dahulu ketika mereka meluncurkan serangan misil ke Iran," ujarnya ketika dihubungi Espos, Jumat (27/6/2025).

Serangan Israel yang lalu, lanjutnya, didasari kekhawatiran bahwa Iran akan semakin meningkatkan bantuan persenjataan kepada Hamas di Gaza. Tindakan Israel inilah yang kemudian memicu balasan dari Iran sebagai bentuk pembelaan diri.

"Dalam rules of engagement, ketika sudah ada yang memulai duluan atau nembak duluan kita boleh balas nembak kalau memang punya kekuatan militer," jelas akademisi UNS Solo itu.

Namun menurutnya, sejak awal kecil kemungkinan konflik dua negara itu bakal memicu Perang Dunia III meski sempat ada keterlibatan Amerika Serikat yang ikut menyerang fasilitas nuklir Iran.

Ia melanjutkan yang menjadi faktor peredam potensi perang karena adanya peran pers hingga muncul kesadaran publik. Ia membandingkan dengan Perang Dunia I, di mana kengerian perang tidak banyak diketahui dunia luar.

"Tapi prajurit itu enggak ngerti ini mobil apa. Jadi, ketika mereka di parit, mereka mau keluar tiba-tiba ada tank dari belakang melindas mereka kan serem. Lah, itu belum ada yang memberitakan, waktu itu," tuturnya.

Sedangkan pada Perang Dunia II, media massa mulai dari koran hingga dokumenter di televisi secara masif menyebarkan kekejaman perang. Ini membuat publik dunia "kapok" dan menolak perang. 

Sedangkan pada era digital saat ini, informasi menyebar secara real-time melalui gawai. Menurut Galan, orang kini tahu kondisi negara yang sedang konflik dengan mudah. Informasi itu memicu penolakan publik, termasuk demonstrasi di Amerika yang menentang perang dengan Iran dan mengecam tindakan Israel ke Palestina.

Meskipun Amerika Serikat terlibat, keterlibatannya ia nilai masih sangat kecil. Menurutnya, apa yang dilakukan Presiden AS Donald Trump hanya mengirim satu pesawat pengebom siluman B-2 untuk menyerang fasilitas nuklir Iran, yang ternyata sudah dikosongkan 48 jam sebelumnya oleh Iran.

Setelah serangan itu, Trump dengan cepat menyatakan misi sukses dan perang 12 hari selesai. Menurutnya, ini bisa dilihat sebagai cara Trump untuk memenuhi kewajiban membantu sekutunya, Israel, tanpa benar-benar terseret ke dalam perang. 

Terlebih Trump, menurut Galan, ketika masa kampanye berjanji tidak ingin berperang. Jika Trump memaksa terlibat lebih jauh, akan ada potensi kehilangan simpatisannya dan bakal menghadapi ancaman pemakzulan dari Partai Demokrat.

Keterlibatan yang setengah hati ini, ditambah fakta negara besar lain seperti Rusia dan China tidak tertarik untuk ikut campur, menjadi faktor kuat mengapa konflik Israel-Iran tidak akan memicu Perang Dunia III. "Rusia pun tidak menyerang Israel dan mereka tidak mengatakan apa pun soal perang ini," kata Galan.

Lebih jauh, Galan menjelaskan dalam teori resolusi konflik, eskalasi terkadang diperlukan sebelum deeskalasi dapat terjadi. Menurutnya, tidak ada resolusi konflik tanpa eskalasi. “Baru setelah mencapai titik puncak itulah, proses mediasi dan resolusi seperti gencatan senjata bisa dimulai secara efektif,” katanya.

Meski konflik Iran-Israel mencapai kesepakatan gencatan senjata setelah 12 hari perang terbuka dan ada potensi saling serang lagi, Galan menegaskan prediksinya konflik kedua negara kecil kemungkinan memicu perang lebih besar. Menurutnya, tidak ada alasan kuat bagi negara-negara kuat untuk memulai perang.

Sentimen: neutral (0%)