Esposin, JEPARA – Pemerintah Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, berencana memasukkan anak jalanan atau anak punk ke Sekolah Rakyat mulai tahun ajaran 2026/2027. Mereka akan mendapatkan pendidikan dengan sistem semi militer untuk membentuk karakter dan disiplin yang lebih baik.

Sejumlah wilayah di Jepara seperti Perempatan Gotri, sekitar Pasar Pecangaan, dan Perempatan Bawu selama ini menjadi tempat mangkal anak punk. Keberadaan mereka kerap menimbulkan keresahan warga.

Pemerintah Desa Bantrung berharap Pemkab Jepara bisa mengambil langkah tegas dan intensif dalam menangani persoalan ini. Banyak warga yang mengeluhkan dampak negatif dari keberadaan komunitas anak punk di lingkungan mereka.

Bupati Jepara, Witiarso Utomo atau Wiwit, menjelaskan bahwa program Sekolah Rakyat bertujuan untuk memutus mata rantai kemiskinan. Anak-anak kurang mampu, termasuk anak punk, menjadi sasaran utama program ini karena membutuhkan pendekatan dan penanganan khusus.

“Sekolah Rakyat ini berbasis semi militer. Anak punk termasuk kelompok yang perlu penanganan khusus,” ujar Wiwit saat kegiatan Bupati Ngantor di Desa di Kecamatan Batealit, Selasa (24/6/2025).

Menurut Wiwit, pendekatan semi militer penting untuk menanamkan kedisiplinan dan membentuk karakter unggul. Ia mencontohkan keberhasilan model pendidikan serupa di Sekolah Taruna Nusantara yang telah mencetak pemimpin nasional.

“Contohnya seperti Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono. Pendidikan seperti ini terbukti efektif,” tambahnya.

Berdasarkan data dari Kementerian Sosial (Kemensos), saat ini terdapat sekitar 100 Sekolah Rakyat di Indonesia dengan total 9.780 siswa. Presiden Prabowo bahkan telah meminta agar jumlah siswa ditingkatkan hingga mencapai 20.000 anak.

Kabupaten Jepara telah ditetapkan sebagai salah satu lokasi pembangunan Sekolah Rakyat oleh pemerintah pusat. Proyek ini kini telah memasuki tahap Detail Engineering Design (DED). Groundbreaking ditargetkan dimulai Oktober 2025, dan sekolah direncanakan mulai beroperasi pada tahun ajaran 2026.