Sentimen
Undefined (0%)
13 Jun 2025 : 15.24
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Klaten

Tokoh Terkait

2 Perkara Pidana di Klaten Diselesaikan Lewat Restorative Justice, Ini Kasusnya

13 Jun 2025 : 15.24 Views 5

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

2 Perkara Pidana di Klaten Diselesaikan Lewat Restorative Justice, Ini Kasusnya

Esposin, KLATEN – Sebanyak dua perkara tindak pidana umum yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten diselesaikan melalui keadilan restoratif atau restorative justice. Kedua perkara itu yakni tindak pidana penipuan/penggelapan dan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Penyelesaian melalui keadilan restoratif itu dilakukan setelah melalui sejumlah pertimbangan dan tahapan. Pada Rabu (11/6/2025), Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, Hendro Dewanto, bersama Aspidum Kejati Jateng, Adhi Prabowo, serta para Kasi Bidang Pidum menggelar ekspose perkara tindak pidana umum secara virtual terhadap dua perkara tersebut.

Kasi Pidum Kejari Klaten, Aspi Riyal Juli Indarman, mengungkapkan ada sejumlah persyaratan hingga penyelesaian perkara dilakukan melalui keadilan restoratif.

Syarat tersebut di antaranya belum pernah dihukum atau baru kali pertama melakukan tindak pidana. Selain itu, ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun.

“Kemudian kerugiannya itu kalau di pedoman tidak boleh lebih dari Rp2,5 juta. Tetapi kemudian ada edaran baru bahwa nilai kerugian itu tidak harus kurang dari Rp2,5 juta. Lebih juga bisa dengan kerugian yang dialami korban itu sudah terpulihkan [penggantian kerugian]. Itu bisa dilakukan RJ [restorative justice]. Kemudian yang utama itu tingkat ketercelaan. Kalau tingkat ketercelaan tinggi, pasti tidak mungkin dilakukan RJ,” papar Aspi Riyal saat ditemui Espos di Kejari Klaten, Jumat (13/6/2025).

Dalam dua perkara itu, lanjut Aspi Riyal, sudah ada dua tahap perdamaian. Dalam perdamaian itu dihadirkan korban beserta keluarganya, tersangka beserta keluarganya, aparatur desa, kepala desa, pengurus RT.

Selain itu, tetangga tersangka hingga penyidik turut dihadirkan pada 28 Mei 2025. Dari dua tahap perdamaian itu, mereka sepakat untuk dilakukan upaya perdamaian.

Setelah itu ada tahapan ekspose ke Kejati Jateng. Sebagai informasi, Kejati Jateng dipercaya Kejaksaan Agung untuk melakukan proses keadilan restoratif secara mandiri. Artinya, paparan ekspose penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif cukup di Kejati atau tidak perlu sampai ke Kejaksaan Agung.

“Kesempatan ini kami manfaatkan semaksimal mungkin dengan membuat RJ yang benar-benar memang sesuai petunjuk dari Jaksa Agung. Kemudian kemarin kami lakukan ekspose dan disetujui untuk dilakukan penghentian perkara berdasarkan restorative justice,” jelas Aspi Riyal.

Korban Memberikan Maaf

Adapun, kedua perkara itu salah satunya yakni kasus pelanggaran Pasal 378 atau 372 KUP tentang Penipuan/Penggelepan dengan tersangka berinisial S, 54, warga Kecamatan Cawas.

S merupakan pekerja lepas dan mengaku hendak menarik sepeda motor korban pada Februari lalu. Dia datang ke rumah korban dan menyampaikan hendak menarik sepeda motor lantaran telat bayar kredit.

Kemudian ada negosiasi hingga tersangka mengaku bisa membantu pelunasan. Angsuran saat itu masih kurang sekitar Rp10 juta. Tetapi, S mengungkapkan cukup menyetorkan Rp5 juta, sepeda motor bisa keluar. Namun, S yang diduga melakukan penipuan/penggelapan ketahuan oleh korban yang kemudian melapor ke Polisi.

Dalam perjalanan perkara tersebut, keluarga tersangka ingin mengembalikan kerugian atau pemulihan seluruh kerugian senilai Rp5 juta. Korban menyetujui dan memberikan maaf.

Berdasarkan petunjuk dari jaksa serta dibuktikan dengan surat pernyataan perdamaian, penyelesaian perkara itu dilakukan melalui keadilan restoratif.

Selain sudah ada kesepakatan perdamaian hingga penggantian kerugian serta mendapatkan respons positif dari masyarakat karena tersangka merupakan tulang punggung keluarga. S merawat orang tua dengan kondisi sakit stroke serta anak yang berstatus janda dan dua cucu yang masih belia.

Satu perkara lainnya yang disetujui selesai melalui keadilan restoratif yakni perkara KDRT. Peristiwa itu terjadi di wilayah Kecamatan Pedan.

Tersangka berinisial H, 25, yang menganiaya ibunya. H merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dengan kakak dan adik perempuan.

Perkara itu bermula karena persoalan ponsel. Kala itu, H mendapati layar ponselnya rusak atau retak. Dia berpikir ponsel itu rusak karena adiknya.

Saat itu, adiknya sedang mandi dan ponselnya berada di luar. Lantaran jengkel, H lantas membanting ponsel tersebut. Setelah si adik keluar kamar mandi, kakak-beradik itu berdebat hingga H melayangkan pukulan.

Ibu mereka yang mengetahui peristiwa itu bermaksud melerai. Namun, sang ibu justru dipukuli H. Peristiwa itu lantas dilaporkan ke polisi.

“Saat lapor polisi dan si anak ditahan selama beberapa pekan, si ibu menangis terus. Si ibu tidak tega dan memaafkan perbuatan si anak,” kata Aspi Riyal.

Hingga dilakukan upaya perdamaian. Penyelesaian perkara KDRT itu melalui keadilan restoratif dan disetujui oleh Kejati Jateng.

Selain baru kali pertama melakukan tindak pidana dan sudah ada kesepakatan perdamaian, ada sisi kemanusiaan yang menjadi alasan penyelesaian dilakukan secara restorative justice. H menjadi satu-satunya laki-laki dalam keluarga serta kakaknya dalam waktu dekat akan menikah.

Sentimen: neutral (0%)