Sentimen
Undefined (0%)
12 Jun 2025 : 20.15
Informasi Tambahan

Club Olahraga: PSIS Semarang

Kab/Kota: Penggilingan, Semarang

Tokoh Terkait
Siti Nurbaya

Siti Nurbaya

Jejak PSIS Semarang: Lahir di Balik Rumah Pemotongan dan Semangat Perjuangan

12 Jun 2025 : 20.15 Views 4

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Jejak PSIS Semarang: Lahir di Balik Rumah Pemotongan dan Semangat Perjuangan

Esposin, SEMARANG - Di balik hiruk pikuk sentra penggilingan daging di Jalan Banteng, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, tersimpan kisah yang nyaris terlupakan: lahirnya klub sepak bola legendaris PSIS Semarang. Tak banyak yang tahu, akar klub ini tumbuh dari denyut industri pemotongan hewan dan semangat para intelektual bumiputera di awal abad ke-20.

Menurut catatan harian De Locomotief edisi 11 Agustus 1930, sejumlah tokoh pribumi mendirikan sebuah organisasi olahraga bernama Voetbalbond Indonesia Semarang (VIS), yang kelak menjadi cikal bakal PSIS Semarang. Mereka bukan atlet profesional, melainkan para dokter hewan yang bekerja di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Semarang, salah satunya adalah dr. Marah Roesli, yang lebih dikenal sebagai penulis novel Siti Nurbaya.

“Awalnya mereka memakai nama berbahasa Belanda karena sepak bola saat itu sangat dipengaruhi nuansa kolonial,” ungkap Yogi Fajri, pemerhati sejarah Semarang yang menelusuri jejak VIS melalui arsip koran lawas berbahasa Belanda.

Para dokter ini aktif dalam organisasi pendidikan Budi Utomo cabang Semarang, yaitu Penjoeleoh Semarang. Melihat minimnya akses masyarakat pribumi terhadap dunia sepak bola yang saat itu didominasi klub-klub etnis seperti SVB (Eropa) dan Union (Tionghoa), mereka terdorong untuk membentuk klub sebagai ruang tanding yang setara.

Bukan Sekadar Klub Sepak Bola, Tapi Simbol Perjuangan

Rumah dinas dr. Marah Roesli di Jalan Banteng menjadi saksi pertemuan awal berdirinya klub. VIS bukan hanya sarana olahraga, tapi juga wadah perjuangan sosial dan simbol solidaritas antarpribumi. Semangat itu kemudian bertransformasi menjadi kekuatan yang terus hidup dalam PSIS Semarang hingga kini.

“VIS dan PSIS itu sebenarnya entitas yang sama. Saya punya buku lustrum PSIS ke-6 yang dirayakan 24 Agustus 1960. Jadi, sejarah lahir PSIS seharusnya tak lepas dari jejak VIS,” tambah Yogi.

RPH Semarang: Dari Simbol Kemajuan hingga Lenyapnya Sejarah

Sejarah PSIS tak bisa dilepaskan dari keberadaan RPH Semarang. Menurut pemerhati sejarah Johanes Christiano, rumah pemotongan itu awalnya berada di daerah Jagalan, Semarang Tengah, sebelum akhirnya dipindah ke kawasan timur kota. Kala itu, RPH ini dikenal sebagai salah satu yang paling modern di era Hindia Belanda.

“Dulu disebut Semarang Slag House. Bangunannya dilengkapi saluran limbah menuju Banjir Kanal Timur, sangat maju untuk masanya,” jelas Johanes.

Namun, perkembangan kota mengubah segalanya. Pada akhir 1980-an, RPH dipindahkan ke Penggaron. Bekas bangunannya yang menyimpan banyak sejarah, termasuk kelahiran VIS, akhirnya diratakan dan digantikan oleh pusat grosir modern.

Jalan Banteng: Lebih dari Sekadar Sentra Daging

Kini, Jalan Banteng lebih dikenal sebagai jalur distribusi bakso dan daging. Namun, di tanah inilah cikal bakal PSIS Semarang tumbuh, bukan dari stadion megah, melainkan dari ruang diskusi para dokter dan pemikir. Mereka melihat sepak bola bukan sekadar hiburan, melainkan bagian dari perjuangan dan harga diri sebagai bangsa.

Semangat itu pula yang terus mengalir dalam tubuh PSIS Semarang, klub yang hari ini menjadi kebanggaan warga dengan jutaan pendukung setia, tapi berakar dari kisah sederhana di balik rumah pemotongan.

Sentimen: neutral (0%)