Sentimen
Undefined (0%)
12 Jun 2025 : 13.45
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Yogyakarta

Tokoh Terkait

Penjurusan (Lagi) di SMA

12 Jun 2025 : 13.45 Views 7

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Penjurusan (Lagi) di SMA

Format pendidikan di Indonesia kini diperbarui. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah akan memberlakukan kembali penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat SMA. 

Pemberlakuan tersebut sebagai salah satu proses mendukung pelaksanaan tes kemampuan akademik (TKA). Menurut informasi yang beredar TKA akan diuji coba kepada siswa kelas XII atau kelas III SMA pada November 2025. 

TKA akan menjadi salah satu acuan dalam seleksi masuk perguruan tinggi yang mereka cita-citakan. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti beberapa waktu lalu menjelaskan TKA yang akan dihadapi siswa berbasis mata pelajaran, terutama bagi mereka yang akan melanjutkan ke perguruan tinggi. 

Mata pelajaran wajib itu yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, ditambah mata pelajaran khusus sesuai jurusan. Pembaruan ini mengungkap kembali rekaman perjalanan penjurusan di SMA yang diterapkan pada kurikulum-kurikulum sebelumnya. 

Penjurusan di SMA di Indonesia bukanlah konsep baru. Dalam Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau KTSP) dan Kurikulum 2013 awal, siswa SMA diarahkan memilih jurusan di kelas XI berdasarkan minat, bakat, dan hasil belajar mereka. 

Seiring dengan penerapan Kurikulum Merdeka, konsep penjurusan dihapus untuk memberi kebebasan lebih kepada siswa dalam memilih mata pelajaran. Kini, dengan adanya kebijakan baru, paradigma tersebut bergeser untuk mengembalikan struktur pengelompokan pembelajaran yang lebih sistematis.

Sekolah harus bekerja keras untuk mengembangkan potensi diri yang dimiliki siswa. Jika penerapan penjurusan kembali dilakukan, hambatan pertama dalam menentukan penjurusan adalah menguatkan aktualisasi diri siswa agar terbebas dari kegamangan dalam memilih jurusan. 

Sekolah harus menjadi wadah pengembangan potensi tersebut. Hambatan lainnya adalah ketidakmatangan memilih jurusan sehingga perlu ada kriteria-kriteria yang utuh. Kriteria itu tentu sudah dipelajari sebelumnya oleh orang tua dan calon siswa sebagai pelaku dan pelaksana pendidikan.

S.I. Santoso dalam Fungsi Bahasa, Matematika, dan Logika untuk Ketahanan  Indonesia dalam Abad XX di Jalan Raya Bangsa-Bangsa dalam Pembinaan Watak Tugas Utama Pendidikan: Pokok Pemikiran Prof. R. Slamet Iman Santoso, Universitas Indonesia, 1979, menyatakan tujuan sekolah yang mendasar adalah mengembangkan semua bakat dan kemampuan siswa hingga mencapai tingkat yang lebih tinggi. 

Artinya proses pendidikan tidak sekadar pada aspek belajar mengajar, namun juga meliputi bimbingan/konseling, pemilihan, dan penempatan siswa sesuai dengan kapasitas individual yang dimiliki. 

Penjurusan merupakan kebijakan konstruktif, yakni mengelompokkan siswa berdasarkan kecakapan, kemampuan, dan bakat. Penjurusan membantu siswa melanjutkan studi dalam persiapan menghadapi dunia kerja serta memperkukuh keberhasilan dengan prestasi.

Kriteria tersebutl dapat menjadi acuan minimum disertai dengan data tes penjurusan studi. Masyarakat juga perlu diberi pemahaman bahwa semua jurusan memiliki keunggulan masing-masing. 

Tidak ada jurusan yang lebih unggul daripada yang lain karena kebutuhan dunia kerja sangat beragam. Pola pikir bahwa jurusan IPA lebih bergengsi daripada IPS atau Bahasa harus diubah. 

Setiap jurusan memiliki peran vital dalam pembangunan bangsa, baik dalam bidang sains, ekonomi, sosial, maupun budaya. Dukungan kuat atas rencana pembelakuan kembali penjuruan di SMA juga mengalir. 

Salah satu yang mendukung program penjurusan di SMA adalah Persatuan Guru Republik Indonesia atau PGRI dan banyak praktisi pendidikan. Mereka mendukung rencana tersebut.

Beberapa praktisi pendidikan berpendapat penghapusan penjurusan di SMA ternyata tidak sepenuhnya dapat dijalankan dengan baik, salah satu alasannya karena masih terlalu dini bagi siswa kelas XI untuk menetapkan pilihan profesi atau pekerjaan dengan pilihan utama program studi di perguruan tinggi. 

Ada beberapa mata pelajaran yang perlu diambil dan dilepaskan, padahal itu adalah mata pelajaran dasar yang sangat diperlukan. Pemberlakuan kembali penjurusan di SMA dapat disimpulkan merupakan langkah strategis untuk mengarahkan siswa mengenali potensi diri sejak dini, sekaligus memperkuat kesiapan mereka menghadapi dunia perguruan tinggi dan dunia kerja. 

Penjurusan bukan sekadar membagi siswa berdasarkan mata pelajaran, melainkan proses membentuk individu yang sadar pada bakat, minat, dan peran pada masa depan. 

Penjurusan di SMA bukan ”ujian mengulang” sejarah pendidikan nasional, melainkan mengatur ulang langkah besar sesuai perkembangan situasi dunia untuk masa depan pendidikan Indonesia.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 11 Juni 2025. Penulis adalah guru Teater dan Bahasa Indonesia di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan Ketua MGMP Bahasa Indonesia SMA Kota Jogja)

Sentimen: neutral (0%)