Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: BUMD
Grup Musik: iKON
Kab/Kota: Banjarnegara, Malang, Solo, Wonosobo
Siapa Seniman Patung Biawak Wonosobo? Ini 3 Fakta Unik Karya Seni Realistis
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Sebuah patung biawak dengan ukuran raksasa dan tingkat realisme yang mencengangkan muncul di Desa Krasak, Kecamatan Selomerto, Kabupaten Wonosobo.
Kehadirannya bukan hanya sekadar menjadi pemandangan unik di jalur penghubung Wonosobo-Banjarnegara, tetapi juga menyimpan cerita menarik tentang kreativitas seniman lokal, kearifan lokal, dan semangat gotong royong masyarakat.
Patung biawak yang viral ini adalah buah karya tangan dingin Rejo Arianto, seorang seniman kelahiran Wonosobo yang memiliki pendekatan unik dalam menciptakan karyanya.
Alih-alih hanya mengandalkan imajinasi atau referensi visual semata, Rejo ternyata sengaja memelihara biawak untuk mempelajari secara mendalam anatomi dan setiap gerak-gerik reptil tersebut.
Observasi langsung ini menjadi kunci utama dalam menghasilkan patung yang begitu hidup dan menyerupai aslinya.
Rejo, seorang alumni Seni Rupa Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, mengungkapkan bahwa dalam menciptakan karya seni yang realistis, sentuhan "rasa" juga memegang peranan penting.
Menurutnya, setiap patung harus memiliki "jiwa" agar dapat dirasakan dan terhubung dengan emosi orang yang melihatnya. Filosofi ini tercermin jelas dalam patung biawak karyanya, yang seolah memiliki tatapan dan postur tubuh yang hidup.
Menariknya, sebelum dikenal sebagai pematung, Rejo lebih dulu malang melintang di dunia lukis Wonosobo.
Bahkan, karya lukisnya pernah menghiasi Rumah Dinas Bupati Wonosobo, Afif Nurhidayat. Peralihan Rejo ke dunia patung menunjukkan fleksibilitas dan eksplorasi dalam dirinya sebagai seorang seniman.
Inisiatif Pemuda Karang Taruna
Ide pembuatan patung biawak yang kini menjadi ikon baru Wonosobo ini ternyata berawal dari inisiatif para pemuda karang taruna Desa Krasak.
Mereka memiliki gagasan untuk menghadirkan sebuah ikon yang dapat merepresentasikan karakter lokal desa mereka. Dipilihnya biawak bukan tanpa alasan, pasalnya reptil ini memang cukup sering dijumpai di wilayah Desa Krasak.
Yang lebih mengagumkan, biaya pembuatan patung biawak ini sepenuhnya didapatkan melalui skema gotong royong antara Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) setempat dan berbagai komunitas lokal.
Tanpa menggunakan anggaran dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Wonosobo, para pemuda dan seniman berhasil mewujudkan karya seni spektakuler ini dengan anggaran yang relatif terjangkau, yaitu sekitar Rp50 juta.
Hal ini membuktikan bahwa dengan semangat kebersamaan dan kreativitas, keterbatasan anggaran bukanlah penghalang untuk menghasilkan karya yang luar biasa.
Kini, patung biawak raksasa ini telah menjadi spot foto favorit bagi masyarakat yang melintas di jalur strategis yang menghubungkan Wonosobo dan Banjarnegara.
Tugu Biawak Wonosobo Bikin Heboh! Cuma Rp50 Juta tapi Realistis, Netizen Bandingkan dengan yang Rp15 Miliar! Instagram @mood.jakarta
Keberadaannya bukan hanya menjadi daya tarik visual, tetapi juga simbol kekompakan warga Desa Krasak, kreativitas seniman lokal, dan kearifan lokal yang patut diacungi jempol.
Fakta Unik Patung Biawak Viral
Selain proses observasi langsung dan pendanaan gotong royong, terdapat beberapa fakta unik lainnya yang menyelimuti pembuatan patung biawak Wonosobo ini:
1. Anggaran yang Efisien
Dengan anggaran sekitar Rp50 juta, Rejo Arianto berhasil menciptakan patung biawak berukuran raksasa dengan tingkat realisme yang tinggi. Hal ini menunjukkan efisiensi dalam penggunaan anggaran dan keahlian Rejo dalam memaksimalkan sumber daya yang ada.
2. Pengerjaan yang Relatif Singkat
Meskipun ukurannya besar, Rejo mengungkapkan bahwa pengerjaan patung biawak ini relatif singkat. "Khusus untuk pembuatan patungnya sendiri sekitar satu minggu sudah selesai," katanya.
Namun, total waktu pengerjaan proyek ini secara keseluruhan, termasuk perencanaan dan persiapan, memakan waktu sekitar 1,5 bulan. Kecepatan pengerjaan ini menunjukkan keahlian dan fokus Rejo dalam menyelesaikan karyanya.
3. Ikon Wisata Baru
Kehadiran patung biawak ini secara tidak langsung telah menjadi ikon wisata baru bagi Kabupaten Wonosobo, khususnya Desa Krasak. Banyak masyarakat dan pengguna jalan yang berhenti untuk berfoto dengan patung unik ini, memberikan dampak positif bagi promosi daerah.
Rejo Arianto ternyata memiliki visi yang lebih besar untuk mengembangkan ikon patung di Wonosobo.
Ia mengungkapkan bahwa jika mendapatkan dana yang lebih besar, misalnya 1 miliar rupiah, ia memiliki gagasan untuk membangun patung serupa di empat titik berbeda di Wonosobo.
Hal ini menunjukkan ambisinya untuk mempercantik dan memberikan identitas visual yang kuat bagi daerahnya melalui karya seni patung.
Menariknya, Rejo meluruskan informasi yang beredar mengenai sumber pendanaan patung biawak ini. Ia menegaskan bahwa dana yang digunakan berasal dari BUMD di Kabupaten Wonosobo, bukan dari dana desa.
"Dana dari kebetulan dari BUMD, bukan dari dana desa seperti yang dikabarkan. Kalau disuruh mengerjakan dari dana desa saya tidak mau, saya insyaallah sadar hukum dan pingin taat hukum," tegas lulusan ISI Solo tersebut dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara.
Rejo juga berbagi latar belakang pendidikannya, di mana ia sebenarnya mendalami seni rupa dengan fokus pada seni murni lukis. Namun, ketertarikannya pada seni tiga dimensi mendorongnya untuk mengeksplorasi dunia patung.
"Maka ini saya membuat patung sekarang untuk menyalurkan hasrat berkesenian, sampai saat ini baru tiga patung yang dibuat, ini patung untuk pemerintah. Patung pertama berbentuk ganesa untuk artistik kafe dan homestay, yang kedua berupa patung kuda," jelasnya.
Alasan Rejo memilih biawak sebagai ikon adalah karena satwa tersebut memang banyak ditemui di wilayah Wonosobo.
Tugu Biawak yang dibangun di dekat Jembatan Krasak Kabupaten Wonosobo. Media 471
Hal ini sejalan dengan inisiatif awal para pemuda karang taruna yang ingin mengangkat kearifan lokal melalui ikon yang familiar bagi masyarakat setempat.
Menanggapi viralnya patung biawak karyanya, Rejo mengaku tidak terlalu euforia.
"Respons saya pribadi, saya tidak begitu berfoya-foya dengan kabar berita viral ini, biasa saja. Saya cukup mewakili kalau masyarakat senang saya juga ikut senang, tetapi kalau masyarakat dengan karya saya kecewa saya akan sangat kecewa, berhubung ini masyarakat banyak sambutan, banyak dukungan dan banyak kegembiraan saya ikut bahagia sebagai orang yang membuatnya," pungkasnya dengan rendah hati.
Fenomena patung biawak di Wonosobo adalah contoh nyata bagaimana seni dapat menyatu dengan kearifan lokal dan semangat kebersamaan masyarakat.
Karya Rejo Arianto bukan hanya sekadar patung, tetapi juga representasi dari identitas lokal, kreativitas tanpa batas, dan kekuatan gotong royong.
Keberhasilannya menciptakan ikon baru bagi Wonosobo dengan anggaran yang efisien dan dalam waktu yang relatif singkat patut diacungi jempol.
Semoga kisah inspiratif ini dapat mendorong munculnya karya-karya seni publik lainnya yang mengangkat potensi dan kearifan lokal di berbagai daerah di Indonesia.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
Sentimen: positif (100%)