Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: California, Santa Barbara, Stockholm
Tokoh Terkait
Makna, Sejarah, dan Alasan di Balik Peringatannya
Pikiran-Rakyat.com
Jenis Media: Nasional

PIKIRAN RAKYAT - Setiap tanggal 22 April, masyarakat dunia memperingati Hari Bumi sebagai momentum penting untuk mengingatkan kembali tanggung jawab bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Bukan sekadar seremoni tahunan, Hari Bumi menjadi pengingat bahwa planet ini bukan hanya tempat tinggal, melainkan warisan berharga yang harus dijaga untuk generasi mendatang.
Tahun 2025 ini, Hari Bumi jatuh pada Selasa, 22 April, dengan mengangkat tema "Our Power, Our Planet" atau "Energi Kita, Planet Kita". Tema ini menyoroti pentingnya transisi global menuju energi terbarukan sebagai kekuatan pemersatu umat manusia dalam melindungi bumi dari ancaman krisis iklim.
Asal Usul dan Sejarah Hari Bumi
Peringatan Hari Bumi tidak muncul begitu saja. Ia berakar dari sejarah panjang perjuangan lingkungan di Amerika Serikat pada akhir 1960-an. Gagasan awal datang dari Senator Gaylord Nelson, seorang politikus dari Partai Demokrat yang prihatin terhadap kondisi lingkungan setelah menyaksikan langsung tumpahan minyak besar-besaran di Santa Barbara, California, pada Januari 1969.
Bencana tersebut menggugah kesadaran Nelson akan pentingnya edukasi publik tentang pelestarian alam. Terinspirasi oleh semangat mahasiswa yang saat itu aktif dalam demonstrasi anti-perang, Nelson merancang sebuah gerakan nasional untuk meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat luas, terutama kampus-kampus.
Ia kemudian menggandeng Denis Hayes, seorang aktivis muda dan mantan Presiden Mahasiswa di Universitas Stanford, untuk membantu menyebarkan kampanye ini. Bersama timnya, Hayes memutuskan memilih 22 April sebagai tanggal penyelenggaraan karena jatuh di antara masa libur musim semi dan ujian akhir semester di kampus-kampus AS. Hal ini memungkinkan partisipasi mahasiswa dalam jumlah besar.
Hari Bumi Pertama
Pada 22 April 1970, Hari Bumi pertama kali diperingati dan berhasil menggerakkan sekitar 20 juta warga Amerika Serikat—sekitar 10 persen dari populasi saat itu—untuk turun ke jalan, taman, dan auditorium dalam berbagai aksi demonstrasi dan kegiatan edukatif. Mereka menyoroti dampak buruk dari industrialisasi yang selama 150 tahun merusak lingkungan.
Peringatan tersebut sukses besar, menarik perhatian media nasional, dan menjadi titik balik kesadaran masyarakat Amerika terhadap isu-isu lingkungan. Sejak saat itu, Hari Bumi berkembang menjadi gerakan global yang dirayakan di lebih dari 175 negara, termasuk Indonesia.
Ekuinoks Maret: Alternatif Tanggal Hari Bumi
Meski 22 April menjadi tanggal yang paling dikenal, terdapat pula versi lain dari peringatan Hari Bumi. Pada tahun 1969, John McConnell, seorang aktivis lingkungan, mengusulkan agar Hari Bumi diperingati setiap 20 Maret, bertepatan dengan ekuinoks musim semi, yaitu saat matahari tepat berada di atas garis khatulistiwa dan siang-malam memiliki durasi yang sama. PBB bahkan mengadopsi tanggal ini sebagai Hari Bumi Global versi resmi.
Namun, gerakan yang dimotori Nelson dan Hayes pada 22 April tetap menjadi yang paling berpengaruh dan kini dikenal luas sebagai Hari Bumi internasional.
Kenapa 22 April Dipilih?
Alasan utama di balik pemilihan tanggal 22 April berkaitan dengan strategi partisipasi massa. Saat itu, Hayes dan timnya mempertimbangkan faktor-faktor praktis: tanggal tersebut adalah hari kerja biasa yang jatuh di antara libur musim semi dan ujian akhir semester, serta berada pada musim semi yang sejuk di belahan bumi utara, sehingga lebih kondusif untuk kegiatan luar ruangan.
Kombinasi antara momentum, partisipasi kampus, dan kondisi cuaca menjadikan 22 April sebagai pilihan strategis yang pada akhirnya mengukir sejarah penting dalam gerakan lingkungan hidup.
Hari Bumi di Indonesia
Di Indonesia, kesadaran terhadap Hari Bumi memang belum sepopuler Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap 5 Juni. Namun, keduanya memiliki semangat yang sama—yakni meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap krisis lingkungan.
Hari Lingkungan Hidup Sedunia sendiri lahir dari hasil Konferensi Stockholm pada tahun 1972 dan disahkan oleh PBB. Indonesia ikut serta dalam konferensi tersebut melalui kehadiran Prof. Emil Salim, yang dikenal sebagai tokoh pelopor lingkungan hidup nasional.
Meskipun berbeda asal-usul, baik Hari Bumi maupun Hari Lingkungan Hidup Sedunia bertujuan memperkuat upaya global dalam pelestarian bumi.
Tujuan Hari Bumi
Peringatan Hari Bumi dirancang bukan sebagai agenda formalitas, melainkan memiliki sejumlah tujuan konkret yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, di antaranya:
1. Meningkatkan kesadaran lingkungan
Menumbuhkan pemahaman bahwa bumi dalam kondisi terancam akibat ulah manusia, dari deforestasi hingga pencemaran udara dan laut.
2. Mendorong perubahan perilaku
Mengajak individu, komunitas, hingga pemerintah untuk mulai beralih ke gaya hidup dan kebijakan yang ramah lingkungan.
3. Menggerakkan aksi nyata
Penanaman pohon, gerakan bersih-bersih sampah, kampanye pengurangan plastik, hingga advokasi energi terbarukan merupakan contoh aksi konkret.
Menekankan bahwa bumi adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya milik ilmuwan, aktivis, atau lembaga lingkungan.
5. Menjaga warisan bumi untuk generasi mendatang
Melindungi sumber daya alam agar tetap tersedia dan layak untuk anak cucu di masa depan.
Tema Hari Bumi 2025: "Our Power, Our Planet"
Tahun ini, Earth Day Network mengangkat tema "Our Power, Our Planet". Fokus utama peringatan adalah:
1. Mendorong transisi energi bersih
Hari Bumi 2025 menyerukan agar pemanfaatan energi terbarukan ditingkatkan hingga tiga kali lipat pada tahun 2030.
2. Mengedukasi dan mengadvokasi
Komunitas global diajak untuk memahami pentingnya energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin sebagai alternatif bahan bakar fosil.
3. Menyatukan masyarakat lintas ideologi
Energi bersih dianggap memiliki daya tarik universal yang dapat menyatukan masyarakat dari latar belakang politik dan ekonomi berbeda.
Hari Bumi 22 April bukan sekadar tanggal di kalender. Ia adalah seruan global untuk kembali peduli terhadap satu-satunya rumah yang dimiliki umat manusia: planet bumi. Sejarahnya yang lahir dari keresahan akan bencana lingkungan menjadi pengingat bahwa aksi kecil hari ini menentukan nasib bumi di masa depan.
Peringatan ini hendaknya tak berhenti di baliho dan slogan semata, tetapi dihidupkan dalam bentuk nyata—dari kesadaran pribadi hingga kebijakan negara—demi menciptakan dunia yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan.***
Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News
Sentimen: positif (99.6%)