Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Institusi: Universitas Andalas
Kab/Kota: Beijing, Shanghai, Tokyo, Washington
Partai Terkait
Pemerintahan Prabowo pilih jalur negosiasi ketimbang balas tarif Trump – Perbanyak impor produk energi dan agrikultur dari AS - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

Pemerintah Indonesia secara resmi menawarkan peningkatan pembelian produk energi dan agrikultur dari Amerika Serikat. Langkah ini dilakukan Indonesia saat Presiden AS Donald Trump menangguhkan kenaikan tarif resiprokal selama 90 hari sejak 10 April.
Trump mengumumkan menangguhkan kenaikan tarif resiprokal selama 90 hari untuk puluhan negara, termasuk Indonesia. Penundaan ini tidak berlaku untuk China yang mereka anggap menantang kebijakan AS.
Di tengah situasi ini, Indonesia memilih jalur negosisasi ketimbang membalas menaikan tarif impor dari AS.
Dalam keterangan terbaru, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Indonesia akan membeli produk energi dari AS seperti "LPG, kemudian US crude oil (minyak mentah), dan gasoline (bensin)".
"Juga Indonesia berencana untuk terus memberi produk agrikultur, antara lain gandum, soya bean (kedelai), soya bean milk (susu kedelai), dan juga Indonesia akan meningkatkan pembelian barang-barang modal dari Amerika," kata Airlangga, Jumat (18/04).
Selain itu, Airlangga juga akan memberikan insentif terhadap perusahaan AS yang beroperasi di Indonesia.
"Indonesia juga menawarkan kerjasama terkait dengan mineral strategis atau critical mineral, dan juga terkait dengan mempermudah, terkait dengan prosedur dari pada impor untuk produk-produk, termasuk produk hortikultura dari Amerika," tambahnya.
Airlangga berkata, produk ekspor utama dari Indonesia ke AS seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang "mendapatkan tarif masuk yang lebih tinggi" dibandingkan negara-negara kompetitor.
Tarif masuk ke AS untuk produk ekspor ini antara 10%-37%. Dengan penangguhan selama 90 hari, maka tetap dikenakan terjadi tarif tambahan 10%.
"Dengan tambahan 10% ini ekspor kita biayanya lebih tinggi karena tambahan biaya itu diminta oleh para pembeli agar di-sharing dengan Indonesia, bukan pembelinya saja yang membayar pajak tersebut," tambah Airlangga.
Ia menambahkan, Indonesia dan AS terus berdiskusi tentang tarif resiprokal ini selama 60 hari ke depan sampai mencapai kesepakatan kedua pihak.
Dalam keterangan sebelumnya, Airlangga menyampaikan Pemerintahan Prabowo mengambil jalur negosiasi ketimbang membalas tarif resiprokal AS sebesar 32%.
"Arahan Bapak Presiden, Indonesia memilih jalur negosiasi, karena AS adalah mitra strategis," ujar Airlangga, Selasa (08/04).
Airlangga mengakui adanya ketidakpastian ekonomi menyusul pengenaan tarif dasar dan bea masuk atas barang-barang dari lebih 180 negara yang diumumkan Trump beberapa waktu lalu.
Salah satu poin utama yang disorot Airlangga adalah revitalisasi Perjanjian Kerja Sama Perdagangan dan Investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA).
Airlangga juga mengatakan Indonesia sudah melakukan pendekatan ke perwakilan diplomatik AS serta berkomunikasi dengan asosiasi pedagang dan pengusaha seperti Kadin dan Apindo.
Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menggarisbawahi Indonesia sebetulnya punya banyak alternatif untuk mendiversifikasi tujuan ekspor.
"Dependensi kita terhadap AS tidak terlalu besar dibandingkan [sejumlah] negara-negara lain," ujarnya.
Menanggapi hal itu, pengamat ekonomi dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menyayangkan sikap pemerintah yang disebutnya "tidak berani melakukan retaliasi" sedari awal.
"Negara manapun semestinya menunjukkan bahwa opsi retaliasi akan selalu on the table [dimungkinkan]," ujar Andri ketika dihubungi BBC News Indonesia pada Selasa (08/04).
Sementara pengamat ekonomi pembangunan dari Universitas Andalas di Sumatra Barat, Syafruddin Karimi, mengatakan absennya perwakilan diplomatik Indonesia di AS melemahkan posisi tawar Indonesia dalam negosiasi bilateral.
"Tanpa duta besar yang aktif di Washington, upaya Indonesia untuk menjaga akses pasar ekspor dan meredam dampak proteksionisme Amerika akan selalu tertinggal satu langkah dibanding negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand," ujarnya.
'Menimbulkan ketidakpastian di dunia'
Dalam pidato pembukanya di sarasehan ekonomi itu, Prabowo menyatakan bahwa goncangan dunia saat ini disebabkan oleh AS yang memberlakukan peningkatan tarif tinggi kepada banyak negara.
"Banyak negara yang cemas, padahal sebenarnya pendiri-pendiri bangsa kita dari sejak dulu—dan termasuk saya bertahun-tahun—saya sudah ingatkan mari kita bangun ekonomi kita dengan sasaran berdiri di atas kaki kita sendiri," ujar Prabowo, pada Selasa (08/04).
Prabowo menyampaikan bahwa swasembada pangan dan swasembada energi merupakan sasaran utama dari strategi ekonomi pemerintahannya, sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) PBB.
Dalam sarasehan tersebut, Prabowo mengapresiasi masukan dari sejumlah asosiasi pegiat ekonomi, khususnya mengenai perizinan.
Dia meminta kepada jajarannya untuk lebih efisien dan mempermudah birokrasi untuk para pegiat ekonomi.
"Sebetulnya Presiden Trump mungkin membantu kita. Dia memaksa kita, supaya kita ramping, efisien, tidak manja. Ini kesempatan," ujar Prabowo
Sementara Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menggarisbawahi bahwa dari Indonesia sebetulnya punya banyak alternatif untuk mendiversifikasi tujuan ekspor.
"Dilihat dari sisi neraca perdagangan, AS adalah yang terbesar kedua. Tapi dibandingkan dengan mitra paling besar, yaitu China, AS tidak jauh berbeda dengan destinasi ekspor lainnya," ujar Sri Mulyani.
"Destinasi ekspor kita masih bisa kita diversifikasi. Dependensi kita terhadap AS tidak terlalu besar dibandingkan [sejumlah] negara-negara lain."
Sri Mulyani juga mengatakan dampak dari tarif AS saat ini membuat muncul wacana di negara-negara seluruh dunia untuk mencari tujuan ekspor dan investasi alternatif untuk memunculkan "perdagangan tanpa Amerika".
Apa yang akan dilakukan pemerintah Indonesia?
Pemerintah telah menyiapkan langkah diplomasi ekonomi yang terkoordinasi dan komprehensif menanggapi kebijakan AS, sebagaimana diucapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Salah satu fokus utama adalah revitalisasi Perjanjian Kerja Sama Perdagangan dan Investasi atau Trade & Investment Framework Agreement (TIFA) yang ditandatangani pada 1996.
Di sisi lain, Airlangga mengatakan bergabungnya Indonesia ke New Development Bank (NDB) yang didirikan negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan) membuat Indonesia sudah punya aliansi perekonomian alternatif.
Airlangga menambahkan wakil perdana menteri Rusia akan berkunjung ke Indonesia pada tanggal 14 April sehingga membuka peluang pasar Indonesia di negara itu.
Sebelumnya, sebagaimana dilansir kantor berita Antara, Airlangga pada Senin (07/04) mengatakan negara-negara ASEAN berencana untuk bertemu pada Kamis (10/04) untuk menyamakan sikap.
"Indonesia sendiri akan mendorong beberapa kesepakatan dan dengan beberapa negara ASEAN, menteri perdagangan juga berkomunikasi selain dengan Malaysia juga dengan Singapura, dengan Kamboja dan yang lain untuk mengkalibrasi sikap bersama ASEAN," ujar Airlangga.
Pemerintah juga akan mengajukan proposal deregulasi Non-Tariff Measures (NTMs), termasuk relaksasi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi, ujar Airlangga.
Selain itu, evaluasi terkait pelarangan dan pembatasan barang ekspor maupun impor AS juga menjadi bagian dari rencana negosiasi.
Solusi lain yang dipertimbangkan Indonesia adalah meningkatkan impor dan investasi dari AS melalui pembelian minyak dan gas (migas).
Pemerintah juga menyiapkan insentif fiskal dan non-fiskal melalui berbagai strategi, seperti penurunan bea masuk, PPh impor, atau PPN impor dengan tujuan mendorong impor dari AS sekaligus mempertahankan daya saing ekspor Indonesia ke negara tersebut.
Data dari Kementerian Perdagangan menunjukkan bahwa Indonesia mencatatkan surplus perdagangan dengan AS sebesar US$14,34 miliar (sekitar Rp241 triliun) pada tahun 2024.
Surplus terbesar Indonesia berasal dari mesin dan perlengkapan elektrik (US$4,18 miliar atau Rp 70,37 triliun), pakaian dan aksesori pakaian (US$2,84 miliar atau Rp47,81 triliun), serta alas kaki (US$2,39 miliar atau Rp40,2 triliun).
Sementara AS mencatat defisit perdagangan dengan Indonesia sebesar US$17,9 miliar (sekitar Rp301 triliun) pada tahun yang sama.
Airlangga menambahkan bahwa para diplomat Indonesia telah berkomunikasi dengan U.S Trade Representative, yang saat ini masih menunggu proposal konkret dari pihak Indonesia.
'Tertinggal satu langkah'
Sejak tahun 2023, Indonesia tidak memiliki Duta Besar untuk Amerika Serikat.
Posisi itu terakhir kali dipegang Rosan Roeslani yang kemudian ditunjuk sebagai Wakil Menteri BUMN pada Juli 2023.
Pengamat ekonomi pembangunan dari Universitas Andalas di Sumatra Barat, Syafruddin Karimi, mengatakan absennya perwakilan diplomatik Indonesia di AS ini melemahkan posisi tawar Indonesia dalam negosiasi bilateral "di tengah meningkatnya tensi dagang akibat kebijakan tarif Presiden Trump".
"Tanpa duta besar yang aktif di Washington, upaya Indonesia untuk menjaga akses pasar ekspor dan meredam dampak proteksionisme Amerika akan selalu tertinggal satu langkah dibanding negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand," ujarnya.
Di sisi lain, Syafruddin menekankan pentingnya bagi pemerintah Indonesia untuk belajar dari Vietnam yang berupaya melakukan pendekatan bilateral tetapi ditanggapi dingin oleh Gedung Putih.
Sebelumnya, pemerintah Vietnam meminta penundaan tarif selama 46 hari.
Akan tetapi, penasihat utama Presiden Trump, Peter Navarro, mengatakan kepada Fox News, mitra BBC di AS, bahwa "ini bukan negosiasi" meski kemudian menambahkan pihaknya "selalu bersedia mendengarkan".
"Penolakan terhadap Vietnam menunjukkan bahwa Amerika Serikat, di bawah kepemimpinan Trump, mengedepankan strategi proteksionisme yang tidak mudah dinegosiasikan, bahkan dengan mitra dagang utama sekalipun," ujarnya.
Oleh karena itu, Syafruddin menyarankan agar Indonesia tidak hanya mengandalkan diplomasi formal, tetapi juga memperkuat posisi tawar melalui strategi konkret yang mencerminkan kepentingan bersama dan daya saing jangka panjang.
Dia menekankan perlunya memastikan setiap proposal ke Washington memiliki nilai strategis dan ekonomi yang signifikan, bukan sekadar kompromi politik.
"Tanpa pendekatan yang cermat dan persiapan matang, Indonesia berisiko mengalami nasib serupa dengan Vietnam: gagal meraih kepercayaan mitra strategis dan kehilangan momentum dalam arena perdagangan global," ujarnya.
Terpisah, pengamat ekonomi dari Bright Institute, Muhammad Andri Perdana, menyayangkan sikap pemerintah yang disebutnya "tidak berani melakukan retaliasi" sedari awal.
"Negara manapun semestinya menunjukkan bahwa opsi retaliasi akan selalu on the table [dimungkinkan]," ujar Andri ketika dihubungi pada Selasa (08/04).
Andri menekankan opsi retalisi di sini bukanlah semata ancaman, melainkan benar-benar harus disiapkan Indonesia dengan melakukan diversifikasi mitra dagang menjauh dari AS jika negosiasi tidak imbang.
Lebih lanjut, Andri menilai Trump menunjukkan ketidaksukaannya terhadap negara mana saja yang berencana untuk melakukan pembalasan tarif terhadap kebijakan perdagangan AS.
Kebijakan tarif global yang diterapkan Trump didasarkan pada asumsi bahwa negara-negara lain akan bersikap patuh dan memberikan konsesi kepada Amerika Serikat dalam negosiasi untuk menurunkan tarif tersebut, papar Andri.
Namun, Andri menegaskan langkah tarif ini bersifat merugikan bagi kedua belah pihak yang terlibat.
Jika negara-negara lain memilih untuk tidak tunduk dan justru melakukan retaliasi, Trump berpotensi besar merugikan perekonomian negaranya sendiri tanpa alasan yang substansial.
"Ini skenario yang sangat ingin dihindari oleh Trump," ujar Andri.
Andri menyoroti pernyataan Trump terhadap respons China terhadap kebijakan tarif AS sebagai contoh.
Seperti diketahui, Trump dilaporkan mengancam untuk meningkatkan tarif hingga 50?ngan tujuan memaksa Beijing membatalkan langkah pembalasannya.
"Di sisi lain, ketakutan Trump ini justru menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah boleh melepaskan opsi retaliasi dari meja negosiasi. AS akan mencoba apa saja agar retaliasi tidak dilakukan, dan Indonesia harus paham itu," ujarnya.
Andri menggarisbawahi poin dari Menteri Keuangan Sri Mulyani bahwa Indonesia tidak terlampau dependen terhadap AS.
"AS memang negara destinasi ekspor kedua terbesar, tapi selisihnya dengan yang terbesar [China] sangat jomplang, sehingga posisi AS ini sebenarnya tidak banyak lebih penting dengan negara mitra dagang lainnya," ujar Andri.
"Kalau melihat dari peta mitra dagang Indonesia selama ini, Indonesia masih punya sangat banyak alternatif. Mitra dagang Indonesia masih sangat bisa didiversifikasi sehingga ketergantungan ataupun dependensi terhadap AS sebenarnya tidak terlalu besar."
Lebih lanjut, Andri menggaris bawahi pidato Presiden Prabowo yang menyebut "swasembada energi" tetapi bertolak belakang dengan langkah negosiasi Indonesia dengan AS.
"Sangat lucu ketika presiden berbicara tentang 'swasembada energi' namun dalam negosiasi dengan AS, Indonesia diminta untuk membeli lebih banyak minyak mentah dari AS untuk mengurangi surplus neraca perdagangan Indonesia dengan AS," ujarnya.
IHSG dan bursa saham Asia alami penurunan drastis
Pada Selasa (08/04) IHSG menunjukkan tren penurunan di awal perdagangan setelah libur Lebaran.
Pada pukul 09.01 WIB, IHSG bergerak di posisi 5.912. Posisi ini berarti IHSG melemah 598,55 poin (9,19%) dibanding penutupan sebelumnya pada level 6.510.
Sesuai dengan ketentuan baru, Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan perdagangan sementara atau trading halt selama 30 menit karena IHSG mengalami penurunan sebanyak 8%.
Meski demikian, seperti dilansir Kompas.com, IHSG tetap berada di posisi 5.987 atau turun 522,92 poin (8,03%) pada pukul 09:38 WIB setelah trading halt dicabut.
Seperti diberitakan BBC News sebelumnya, saham di Asia seperti di Shanghai, Tokyo, dan Hong Kong mengalami penurunan drastis pada Senin (07/04).
Hal ini menyusul kemerosotan saham global pekan lalu setelah Trump mengumumkan tarif baru antara 10?n 46% di sebagian besar negara.
Bursa saham Nikkei di Jepang ditutup dengan penurunan 7,8%, sementara bursa saham ASX 200 di Australia turun 4,2%.
Sedangkan bursa saham Kospi di Korea Selatan ditutup 5,6% lebih rendah. Adapun pasar saham Shanghai Composite di China anjlok 7,3?n Indeks saham Taiwan turun drastis sebesar 9,7%.
Sementara itu, bursa saham Hang Seng turun 12,5?lam penutupan perdagangan saham pada Senin (07/04) sore.
Langkah Trump ini tidak hanya menyasar rival dagang utama seperti China, tetapi juga sekutu dekat AS seperti Jepang dan Korea Selatan, serta negara-negara berkembang dengan pertumbuhan ekonomi pesat seperti Vietnam.
Jepang dan Korea Selatan akan menghadapi tarif sebesar 26%, sementara Vietnam, yang oleh Trump disebut sebagai "pelanggar terburuk", bersiap untuk tarif 46%.
Negara-negara lain dalam daftar sasaran termasuk Kamboja (49%), Thailand (36%), dan China yang akan dikenai tarif total mencapai 54%.
Selain tarif tinggi yang menargetkan negara-negara tertentu, AS juga memberlakukan tarif dasar sebesar 10% untuk sejumlah negara lain di kawasan tersebut, termasuk Singapura, Selandia Baru, dan Australia.
Kebijakan ini memicu kekhawatiran luas akan potensi perang dagang global yang dapat menyeret ekonomi dunia ke dalam perlambatan, atau bahkan resesi.
Kawasan Asia, yang sangat bergantung pada perdagangan internasional, dinilai sangat rentan terhadap dampak negatif dari kebijakan AS ini.
Sentimen: negatif (80%)