Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Beijing, Tiongkok, Washington
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Trump Tawarkan Damai ke Xi Jinping usai Ancam Tarif 245 Persen, Akankah Perang Dagang Berakhir? - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengisyaratkan kemungkinan ujung dari perang dagang antara AS dan Tiongkok.
Ia berharap dapat mencapai kesepakatan dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam tiga hingga empat minggu ke depan.
"Saya percaya akan memiliki kesepakatan dengan Tiongkok," kata Trump saat penandatanganan perintah eksekutif bersama Menteri Perdagangan Howard Lutnick di Gedung Putih, dikutip dari Investing.com, Sabtu (19/4/2025).
"Saya pikir kami memiliki banyak waktu," lanjutnya.
Trump tidak menyebut apakah Xi Jinping juga telah mengambil langkah serupa untuk mengakhiri perang tarif.
Pernyataan ini menjadi sinyal pertama adanya potensi kesepakatan sejak Trump mengenakan tarif tinggi terhadap barang impor dari Tiongkok.
Menurut Nick Vyas dari USC Marshall, perang dagang ini adalah "permainan siapa yang akan berkedip lebih dulu" antara dua kekuatan ekonomi dunia.
"Tiongkok merasa memiliki semua kartu untuk terus bertahan," ungkap Vyas.
"Sementara Trump merasa memiliki kekuatan karena Amerika lebih banyak mengimpor dari Tiongkok dibanding sebaliknya," ujarnya.
Strategi Trump atau Ancaman Global?
Perang dagang memanas setelah Gedung Putih mengumumkan potensi tarif impor hingga 245 persen untuk barang-barang dari Tiongkok.
Lembar fakta yang dirilis Gedung Putih pada Selasa (15/4/2025) menyebutkan angka tersebut sebagai kombinasi dari tarif sebelumnya dan yang baru, termasuk tarif timbal balik, tarif fentanil, dan tarif berdasarkan Pasal 301.
Gedung Putih mengatakan tarif maksimum itu ditujukan untuk produk-produk tertentu, seperti kendaraan listrik, yang sejak era Biden sudah terkena tarif 100 persen.
Dikutip dari Newsweek, strategi ini bertujuan mengurangi ketergantungan AS terhadap impor dari Tiongkok dan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri.
Kebijakan ini meningkatkan biaya produksi di AS, mengganggu rantai pasokan global, dan mendorong konsumen menghadapi harga lebih tinggi.
Perang Tarif dan Ancaman Resesi Global
Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) memperkirakan volume perdagangan global tahun 2025 akan turun 0,2 persen, atau hampir tiga poin lebih rendah dari skenario tarif rendah.
Jika eskalasi berlanjut, WTO memperingatkan penurunan perdagangan barang global hingga 1,5 persen dan kerugian besar bagi negara-negara berkembang.
Kantor PBB untuk Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan global dari 2,5 persen menjadi 2,3 persen—level yang sering dikaitkan dengan awal resesi global.
Trump menyebut tarif ini merupakan respons atas pembatasan ekspor elemen tanah jarang dan mineral penting dari Tiongkok, seperti galium, germanium dan antimon.
Menurut Times of India, Washington menganggap langkah Beijing sebagai ancaman terhadap industri strategis AS, termasuk pertahanan, kendaraan listrik, dan semikonduktor.
Trump menandatangani perintah eksekutif yang mengarahkan investigasi apakah impor tanah jarang menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional.
"Mineral-mineral penting ini adalah tulang punggung pertahanan dan ketahanan ekonomi AS," kata Gedung Putih dalam pernyataannya.
AS hanya memiliki satu tambang tanah jarang aktif, sementara Tiongkok menguasai 92 persen kapasitas pemrosesan global untuk material tersebut.
Respons Tiongkok
Menanggapi ancaman tarif dari Trump, Juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Lin Jian, menegaskan bahwa China akan terus melindungi hak dan kepentingannya.
"China tidak mau berperang dan juga tidak takut berperang," ujarnya seperti dikutip dari China Daily.
Lin mengatakan AS-lah yang memulai perang dagang dan menyebut balasan dari China adalah langkah sah untuk mempertahankan keadilan internasional.
Ia juga meminta AS untuk menghentikan tekanan ekstrem dan mulai berdialog berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.
Pernyataan serupa juga disampaikan kepada wartawan oleh Lin, seperti dikutip RT, Kamis (17/4/2025).
Ia memperingatkan bahwa Beijing tidak akan terintimidasi oleh ancaman AS.
Sebagai balasan, China menaikkan tarif menjadi 145 persen untuk barang-barang AS dan menangguhkan pengiriman logam tanah jarang serta magnet yang digunakan dalam industri militer.
Bloomberg melaporkan bahwa Beijing juga memerintahkan maskapai China untuk berhenti menerima pengiriman jet dan suku cadang Boeing.
Trump Buka Ruang Negosiasi, tapi China Tetap Teguh
Trump menyatakan tarif mungkin tidak akan dinaikkan lagi karena khawatir akan menurunkan daya beli konsumen.
"Saya mungkin tidak ingin naik ke level terakhir. Bahkan mungkin ingin menurunkan tarif," ujarnya, dikutip dari Reuters, Sabtu (19/4/2025).
Trump juga menangguhkan tarif terhadap puluhan negara selama 90 hari dan membuka ruang negosiasi, termasuk dengan Indonesia.
Beijing, meski telah membalas dengan tarif 145 persen, menyatakan tidak akan lagi bermain dalam "perang angka" dan menyiratkan bahwa tidak akan menaikkan tarif lebih tinggi lagi.
Sementara kedua pihak menyatakan kesiapan untuk berdialog, belum ada tanda-tanda nyata bahwa kesepakatan sudah dekat.
Trump enggan membeberkan isi negosiasi dan peran Xi Jinping dalam pembicaraan tersebut.
Terkait isu TikTok, Trump mengatakan bahwa kesepakatan divestasi ByteDance akan ditunda sampai masalah perdagangan diselesaikan.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)
Sentimen: negatif (94%)