Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kasus: kasus suap
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Hakim Disuap dalam Kasus CPO, Peran Pengawasan KY Dipertanyakan Nasional 15 April 2025
Kompas.com
Jenis Media: Nasional
/data/photo/2025/04/14/67fc7fce51c66.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
Hakim Disuap dalam Kasus CPO, Peran Pengawasan KY Dipertanyakan Penulis JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan mengatakan, empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil ( CPO ) menandakan banyaknya hakim yang mempunyai naluri berdagang. Ia melihat, banyak hakim saat ini yang melihat keadilan dapat menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan. "Pada realitasnya banyak hakim yang berkompromi dengan naluri dagang. Akhirnya, keadilan jadi komoditas, seolah bisa dijual dan dibeli. Menurut saya, suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko," ujar Hinca lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025). Hinca mengatakan, suap terhadap hakim dapat disebabkan dua hal, yakni kekosongan moralitas atau longgarnya pengawasan Secara khusus, Hinca menyoroti pengawasan yang dilakukan Komisi Yudisial (KY) di lingkungan peradilan yang ia beri nilai nol besar. "Sudah saatnya kita mengevaluasi kelembagaan Komisi Yudisial, atau pahitnya kita bubarkan saja. Kalau Komisi Yudisial tak mampu memantau hakim, buat apa dipertahankan? Lebih jujur rasanya kita mengakui bahwa mereka gagal," ujar Hinca. Di samping itu, ia juga menanggapi wacana dinaikkannya gaji hakim untuk mencegah terjadinya praktik suap. Menurutnya, praktik suap tetap dapat terjadi di lingkungan peradilan dengan caranya tersendiri. "Maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional," ujar politikus Partai Demokrat itu. Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga hakim sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO untuk tiga perusahaan besar pada Minggu (13/4/2025) malam. Mereka adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU). Kejagung menduga ketiga tersangka menerima suap dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) sebesar Rp 22,5 miliar agar putusan perkara tiga korporasi besar itu onslag atau putusan lepas. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Abdul Qohar menjelaskan, Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto pertama kali menerima suap dari Arif sebesar Rp 4,5 miliar yang dibagi rata untuk ketiganya. Suap senilai Rp 4,5 miliar diberikan Arif dengan pesan agar perkara ekspor CPO diatasi. "Uang bila dirupiahkan Rp 4,5 miliar tadi, oleh ASB dimasukkan ke dalam goodie bag. Kemudian setelah keluar dari ruangan uang tadi dibagi kepada tiga orang, yaitu masing-masing ASB sendiri, kepada AM, dan juga kepada DJU," ujar Qohar dalam konferensi persnya, Senin (14/4/2025) dini hari. Selanjutnya uang suap tahap kedua diberikan Arif kepada hakim Djuyamto. Uang suap diberikan dalam mata uang dolar Amerika Serikat senilai Rp 18 miliar. Copyright 2008 - 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentimen: positif (99.9%)