Sentimen
Negatif (97%)
18 Mar 2025 : 13.44
Informasi Tambahan

Grup Musik: APRIL

Institusi: Universitas Indonesia

IHSG Trading Halt! Anjlok 5 Persen Terburuk di Asia

18 Mar 2025 : 13.44 Views 39

Pikiran-Rakyat.com Pikiran-Rakyat.com Jenis Media: Ekonomi

IHSG Trading Halt! Anjlok 5 Persen Terburuk di Asia

PIKIRAN RAKYAT – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam pada sesi pertama perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) hari ini. IHSG turun 5,02% ke level 6.146,91, memicu mekanisme penghentian sementara perdagangan (trading halt). Sebanyak 581 saham melemah, 105 saham menguat, dan 271 saham stagnan. Nilai transaksi sesi pertama tercatat mencapai Rp3,39 triliun dengan volume perdagangan sebesar 13,12 miliar saham dalam 748 ribu transaksi.

Seluruh sektor mengalami tekanan signifikan, dengan sektor utilitas mencatat pelemahan terdalam sebesar 12,2%, diikuti sektor bahan baku yang turun 9,82%. Saham DCI Indonesia (DCII) menjadi pemberat utama indeks dengan kontribusi negatif sebesar 38,24 poin. Selain itu, saham milik konglomerat Prajogo Pangestu, seperti Barito Renewables Energy (BREN) dan Chandra Asri Petrochemical (TPIA), turut memberikan dampak negatif dengan masing-masing menyumbang penurunan sebesar 30,27 poin dan 29,71 poin.

Saham perbankan besar Indonesia juga mengalami tekanan, melanjutkan tren pelemahan dari sesi perdagangan sebelumnya.

Berdasarkan regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Surat Perintah Nomor S-274/PM.21/2020, BEI wajib menghentikan perdagangan saham selama 30 menit apabila IHSG turun lebih dari 5% dalam satu hari. Jika penurunan berlanjut hingga lebih dari 10% dan 15%, BEI dapat melakukan trading suspend yang bisa berlangsung lebih dari satu sesi dengan persetujuan OJK.

Penurunan IHSG kali ini menjadi yang terdalam di kawasan Asia dan ASEAN. Kejatuhan ini terjadi di tengah maraknya aksi jual oleh investor asing, yang telah mencatatkan arus keluar (net sell) sebesar Rp24 triliun sepanjang tahun 2025 tanpa adanya tanda pembalikan arah.

Sinyal Ekonomi Memburuk?

Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) merilis hasil survei Economic Experts Survey pada Senin 17 Maret 2025 Survei ini bertujuan untuk menangkap pandangan para ahli mengenai kondisi ekonomi Indonesia serta memberikan wawasan berbasis data dalam diskusi kebijakan.

Hasil survei menunjukkan bahwa 55% responden atau 23 dari 42 ahli ekonomi menilai kondisi ekonomi Indonesia memburuk dalam tiga bulan terakhir.

"Tujuh ahli bahkan menganggap situasi ini jauh lebih buruk, sementara 11 ahli menganggapnya stagnan, dan hanya satu ahli yang melihatnya lebih baik. Dengan interval kepercayaan rata-rata sebesar 7,71 poin, hasil survei ini menunjukkan pandangan yang umumnya pesimis terhadap kondisi ekonomi Indonesia, menurut para ahli ekonomi," tulis LPEM UI dalam laporannya, dikutip Senin 17 Maret 2025.

Selain itu, mayoritas responden juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi ke depan akan lebih rendah dari angka saat ini. Meski demikian, tidak ada yang memprediksi kontraksi ekonomi yang signifikan. Sementara itu, sekitar 25% responden memperkirakan kondisi ekonomi akan tetap stagnan, dan enam ahli masih optimistis dengan pertumbuhan ekonomi pada periode mendatang.

Polemik Danantara dan RUU TNI Jadi Faktor?

Sejalan dengan hasil survei tersebut, pasar saham Indonesia mengalami tekanan signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 4,84% ke level 6.158 pada perdagangan Selasa 18 Maret 2025 pukul 11.15 WIB, menyebabkan mekanisme penghentian sementara perdagangan (trading halt) diberlakukan.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa koreksi tajam di pasar saham disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang mencapai Rp31,2 triliun hingga akhir Februari 2025. Defisit ini terjadi karena belanja negara yang lebih besar dibandingkan pendapatan, yakni Rp348,1 triliun berbanding Rp316,9 triliun.

Selain itu, faktor lain yang turut menekan pasar adalah skeptisisme terhadap tata kelola Badan Pengelola Investasi Danantara serta melemahnya daya beli masyarakat. Bhima mencatat bahwa impor barang konsumsi menjelang Ramadan mengalami penurunan sebesar 21,05% secara tahunan (yoy) pada Februari 2025, mencerminkan lesunya konsumsi domestik.

"Kami juga identifikasi polemik Rancangan Undang Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) menjadi sentimen negatif juga di market. Ada risiko TNI masuk jabatan sipil menurunkan daya saing ekonomi Indonesia," ujar Bhima dalam keterangannya, Selasa 18 Maret 2025.

Selain itu, di tingkat global, kebijakan proteksionisme Presiden Amerika Serikat Donald Trump turut memperburuk sentimen investor terhadap pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Analis Mirae Asset Sekuritas memperkirakan bahwa pelaku pasar cenderung menahan diri menjelang keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) dan Federal Reserve (Fed Rate) dalam dua hari mendatang.

“Sementara pekan depan, perdagangan akan lebih sepi, karena menjelang libur Hari Raya Idul Fitri. Bursa akan libur selama 7 hari (28 Maret – 7 April),” mengutip riset Mirae Asset

Dengan berbagai faktor yang mempengaruhi pasar dan ekonomi domestik, para analis memperingatkan bahwa ketidakpastian global dan tantangan fiskal dalam negeri dapat terus memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.***

Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

Sentimen: negatif (97.7%)