Sentimen
Negatif (100%)
9 Mar 2025 : 23.24
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Tel Aviv

Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu - Halaman all

9 Mar 2025 : 23.24 Views 3

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Internasional

Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi di Gaza, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu - Halaman all

Kepala Staf IDF Mau Perang Lagi, Kemenhan Israel: Jumlah Prajurit Cacat Tembus 78 Ribu

TRIBUNNEWS.COM - Niatan Kepala Staf baru Militer Israel (IDF), Eyal Zamir yang mengindikasikan melanjutkan pertempuran di Gaza dan front lainnya, disambut realitas yang tidak mendukung hal tersebut.

Baru-baru ini, Kementerian Pertahanan dan Keamanan (Kemenhan) Israel mengungkapkan kalau jumlah yang terluka dan cacat di jajaran tentara Israel telah meningkat menjadi 78 ribu, sebagai akibat dari perang belakangan ini di berbagai lini.

Dikutip dari Khaberni, laporan kementerian tersebut menunjukkan kalau sebagian besar dari mereka adalah prajurit dari divisi cadangan (reserve division).

Divisi cadangan kemiliteran Israel merupakan tulang punggung karena dikerahkan ke berbagai wilayah pertempuran dengan merekrut mereka dari unsur sipil.

Dari jumlah tersebut, kata laporan itu, lebih dari 50 persen dari mereka berusia di bawah tiga puluh tahun.

"Laporan menunjukkan kalau 62 persen dari mereka menderita cedera psikologis, dan 10 persen dari yang terluka berada dalam kondisi sedang hingga kritis. Laporan juga mencatat bahwa saat ini ada 194 tentara di rumah sakit Israel," tulis laporan Khaberni, mengutip pernyataan kementerian Israel tersebut.

Dalam konteks terkait, surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, Minggu (9/3/2025) melaporkan kalau ada kekhawatiran dari para petinggi militer di Staf Umum Angkatan Darat Israel mengenai “kekurangan tenaga kerja yang parah",”.

"Kekhawatiran akan krisis personel ini muncul di tengah perkiraan kalau ada “tekanan berat pada tentara reguler yang tidak akan kembali ke rumah mereka dalam beberapa tahun mendatang.”

Terlebih, Kepala IDF saat ini sudah menyatakan, kalau tahun 2025 akan menjadi 'Tahun Perang'

Menurut Divisi Operasional IDF, diperkirakan bahwa "Israel akan mengalami kekurangan tenaga kerja selama bertahun-tahun, yang belum pernah disaksikannya sejak masa sabuk keamanan di Lebanon selatan, yang berlanjut segera setelahnya hingga tahun-tahun intifada kedua."

PIMPIN IDF - Mayor Jenderal (Purn) Eyal Zamir mengambil alih sebagai panglima baru tentara Israel pada hari Rabu (5/3/2025). Dia menggantikan Herzi Halevi , yang memimpin militer selama perang genosida di Jalur Gaza. (Anews/Tangkap Layar) Eyal Zamir Nyatakan 2025 Sebagai Tahun Perang

Niatan Kepala Staf baru IDF, Eyal Zamir, untuk melanjutkan perang, baik di Gaza, maupun di front lainnya, terindikasi dari sejumlah gerak cepat yang dia lakukan setelah menjabat.

Eyal Zamir dilaporkan langsung merombak struktur kepemimpinan IDF beberapa jam setelah menduduki jabatannya, menggantikan Herzi Halevi yang mengundurkan diri.

Anadolu, mengutip media Israel, Jumat (7/3/2025) melaporkan kalau Eyal Zamir memutuskan untuk menunjuk Mayor Jenderal Yaniv Asor sebagai komandan Komando Selatan, dan Itzik Cohen sebagai kepala Divisi Operasi dan mempromosikannya ke pangkat Mayor Jenderal.


"Kepala Staf baru IDF juga menyetujui perubahan struktural di militer Israel, dengan menganggap tahun 2025 sebagai "tahun perang, dengan fokus pada Gaza dan Iran," menurut media Israel dikutip Anadolu.

Sebelumnya pada Rabu malam, Eyal Zamir secara resmi menduduki jabatannya, menggantikan Halevi, yang mengundurkan diri pada Januari, dan mengumumkan tanggung jawabnya atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.

Upacara pelantikan Zamir berlangsung di markas besar Kementerian Pertahanan di Tel Aviv, di hadapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan sejumlah pejabat, dipimpin oleh Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, dan Herzi Halevi.

"Setelah resmi mengemban tugasnya, Zamir mengadakan pertemuan pertamanya dengan Forum Staf Umum IDF , di mana ia menyampaikan arahan dan keputusan utama," menurut laporan Channel 14 Israel.

LARAS TANK MERKAVA - Foto tangkap layar Khaberni, Rabu (12/2/2025) menunjukkan pasukan Israel (IDF) menjejerkan posisi laras meriam tank Merkava dalam agresi militer di Gaza. Pasukan Israel dijegal krisis keuangan saat mereka berniat melanjutkan perang di Gaza karena potensi berakhirnya gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) Bentuk Dua Brigade Baru IDF

Menurut sumber yang sama, Zamir mengumumkan penunjukan Mayor Jenderal (Cadangan) Sami Turgeman sebagai kepala tim yang akan dibentuk untuk memeriksa investigasi atas peristiwa 7 Oktober, mengambil pelajaran darinya, dan menyerahkan laporan langsung kepadanya.

Eyal Zamir, dilaporkan memerintahkan pembentukan brigade tank baru IDF, di samping pembentukan brigade infanteri baru.

"Zamir memutuskan untuk membubarkan "Divisi Strategi dan Iran" yang dibentuk pada tahun 2020. Dia lalu memutuskan membentuk brigade tank tambahan, mempelajari pembentukan brigade infanteri tambahan, dan menyusun kembali unit pengintaian lapis baja yang sudah dibongkar," menurut laporan media Israel tersebut.

Dalam pertemuan tersebut, Eyal Zamir mengatakan kalau 2025 akan menjadi "tahun perang. Dengan fokus pada Gaza dan Iran serta mempertahankan dan memperdalam pencapaian di bidang lain," menurut Channel 14.

AGRESI - Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) (khaberni/tangkap layar) Depak Daniel Hagari

Eyal Zamir, juga memutuskan untuk memberhentikan tugas juru bicara IDF, Daniel Hagari, dalam beberapa minggu mendatang, menurut apa yang dilaporkan oleh Channel 14 Israel.

Koresponden saluran tersebut melaporkan kalau, "Zamir telah membuat keputusan untuk menggantikan Hagari, dan diharapkan seorang perwira tempur dari pasukan darat akan ditunjuk untuk posisi ini dalam waktu dekat."

Pada bulan Maret 2024, sejumlah pejabat senior dalam perangkat propaganda dan media IDF mengundurkan diri, dipimpin oleh Kolonel Shlomit Miller-Butbul, yang dianggap sebagai orang kedua dalam komando di Departemen Juru Bicara IDF setelah Daniel Hagari.

Selain itu ada juga pengunduran diri Moran Katz, kepala departemen komunikasi di Unit Juru Bicara IDF, dan Letnan Richard Hecht, juru bicara IDF untuk urusan media luar negeri.

Sebelum menduduki jabatan juru bicara "angkatan darat", Hagari adalah komandan unit "Shayetet 13", menjabat sebagai asisten mantan Kepala Staf Gadi Eisenkot, dan juga merupakan bagian dari tim inti Menteri Benny Gantz.

Perlu dicatat kalau media Israel sebelumnya telah meliput keterkejutan yang dialami IDF setelah serangkaian pengunduran diri besar-besaran para petingginya.

Herzi Halevi, Kepala Staf, adalah orang pertama yang mengundurkan diri, diikuti oleh sejumlah pemimpin militer, termasuk kepala Divisi Operasi di IDF, Oded Basiuk, yang mengundurkan diri setelah gagal mengusir serangan 7 Oktober 2023.

Siap Kembali Perang ke Gaza

Eyal Zamir, juga mengatakan bahwa tentara Israel harus memutuskan pertempuran melawan Hamas.

Dia mengindikasikan, IDF segera mengerahkan kembali pasukan ke Gaza guna kembali berperang dengan tujuaan utama pembebasan sandera Israel di tangan Hamas.

"Kami sedang bersiap untuk kembali bertempur dan masalah penculikan menjadi prioritas utama kami," tambahnya.

Situs Israel, Walla melaporkan kalau Zamir merencanakan manuver skala besar di Jalur Gaza dan meningkatkan tekanan militer terhadap Hamas.

PANGLIMA PERANG BARU - Kepala Staf baru Militer Israel (IDF), Eyal Zamir. Pergantian panglima perang ini dilaporkan akan mengubah sifat pertempuran di Gaza, sebuah sinyal yang mengindikasikan Israel tak mau meneruskan negosiasi gencatan senjata dengan Hamas di Gaza. (khaberni/tangkap layar) Pajang Foto Sandera Israel di Markas IDF

Kepala Staf baru IDF juga menanggapi soal sandera Israel yang masih berada di tangan Hamas di Gaza dengan mengatakan bahwa, "Kepulangan mereka merupakan kewajiban moral".

Dia juga mengatakan kalau "tentara Israel akan berupaya untuk membawa mereka semua kembali."

Ia mengatakan, foto-foto para tahanan tersebut akan dipajang di kantor Kepala Staf hingga mereka kembali.

Selama kariernya, Zamir memegang posisi militer terkemuka, termasuk Wakil Kepala Staf, Panglima Wilayah Selatan, dan jabatan terakhirnya adalah Direktur Jenderal Kementerian Pertahanan.

Zamir diketahui dekat dengan Netanyahu dan Katz, dan juga dipandang sebagai sosok yang memiliki hubungan kuat dengan mantan Menteri Pertahanan Yoav Galant.

Pengangkatannya ke jabatan terjadi pada momen kritis kelanjutan gencatan senjata.

Israel mengatakan pihaknya sedang bersiap untuk melanjutkan perang di Gaza meskipun ada perjanjian gencatan senjata sejak 19 Januari.

Minggu tengah malam lalu, 28 Februari 2025, tahap pertama perjanjian gencatan senjata di Gaza, yang berlangsung selama 42 hari, secara resmi berakhir tanpa persetujuan Israel untuk memasuki tahap kedua dan mengakhiri perang.

Forum Jenderal Israel: Negara Zionis Bisa Pecah

Niatan Israel untuk melanjutkan perang di Gaza juga ditentang "Panglima Keamanan Israel", sebuah forum jenderal yang berisi sejumlah besar mantan perwira senior tentara pendudukan Israel (IDF).

Mereka dilaporkan telah mengirimkan pesan keras terhadap pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.

Sebagai informasi, "Panglima Keamanan Israel" dipimpin oleh Mayor Jenderal (Cadangan) Matan Vilnai, mantan Wakil Kepala Staf IDF.

Forum ini dilaporkan memiliki sebanyak lebih dari 550 mantan perwira senior militer Israel.

Dilansir Khaberni, dalam pesan keras yang dikirim oleh Vilnai, forum tersebut memperingatkan agar pemerintah Israel tidak memulai kembali perang di Gaza.

Forum itu juga mengatakan kalau melancarkan perang tanpa tujuan strategis yang jelas akan menyebabkan terbunuhnya sandera Israel, kondisi pendudukan berdarah di Jalur Gaza, dan menimbulkan isolasi regional bagi Israel.

AGRESI - Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) Risiko Israel Kalau Nekat Kembali Berperang di Gaza, Negara Bisa Pecah

Vilnai mengawali suratnya dengan peringatan keras, yang menyatakan bahwa “Memulai pertempuran lagi akan menyebabkan terbunuhnya tentara IDF yang diculik, terus menipisnya kekuatan tentara Israel dengan mengorbankan banyaknya korban jiwa, dan akan menyebabkan situasi pendudukan berdarah dan berkepanjangan, yang akan menyebabkan hilangnya kesempatan regional yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

Dalam surat tersebut, Vilnai menawarkan alternatif lain selain kembali mulai berperang di Gaza, yaitu berfokus pada aksi politik sambil mengambil keuntungan dari pencapaian tentara Israel, klaimnya.

Surat itu mengatakan bahwa "Pemerintah Israelsaat  bekerja melawan keinginan rakyat Israel dan menyerah pada tuntutan kelompok minoritas ekstremis sambil mempromosikan agenda untuk mencaplok tanah di Tepi Barat, memermanenkan pendudukan di Gaza, dan memperdalam konfrontasi militer."

Surat itu juga memperingatkan, kalau "Kebijakan saat ini membawa Israel pada pendudukan berdarah di Jalur Gaza, memperburuk mimpi buruk keamanan di Tepi Barat, mengekspos dirinya ke arah isolasi regional, dan membuang-buang kesempatan untuk menormalisasi hubungan dengan Arab Saudi."

Dalam konteks ini, surat tersebut mempertanyakan hak pemerintah untuk meneruskan perang setelah 500 hari perang.

"Pemerintah Israel (memang) memiliki kewenangan resmi, tetapi tidak memiliki kewenangan yang sah dan moral untuk mengeluarkan perintah kepada tentara Israel setelah 500 hari pertempuran yang melelahkan tanpa mencapai tujuan perang untuk melanjutkan pertempuran," tulis surat tersebut.

Menurut pejabat senior Israel tersebut, "Pemerintah Israel berkewajiban untuk menilai kembali situasi, menetapkan tujuan yang realistis, dan menghindari membahayakan tentara dan tahanan IDF dengan slogan-slogan kosong, seperti kemenangan mutlak atau melenyapkan Hamas."

Para mantan perwira dalam froum jenderal tersebut memberikan ringkasan perang Israel di Gaza dan Lebanon, dengan mengklaim bahwa “pendudukan tersebut mencapai prestasi operasional dan membawa perubahan kepentingan strategis, karena sebagian besar kerangka tempur Hamas dibongkar, Hizbullah dihancurkan, dan kelemahan Iran terungkap.”

Namun pada saat yang sama, mereka melihat bahwa "Israel masih terlibat konflik di 8 front, yang paling berbahaya adalah front internal, yaitu perpecahan di dalam negara dan serangan terhadap lembaga keamanan sebagai 'musuh rakyat yang dipimpin dan diarahkan dari atas.'"

Menurut surat tersebut, pemerintah sengaja menghindari penanganan "The Day After" di Gaza, yang menimbulkan bahaya nyata, tidak hanya bagi para tahanan, tetapi juga bagi eskalasi menyeluruh di Tepi Barat.

AGRESI - Pasukan Israel (IDF) dari divisi infanteri melakukan agresi militer darat ke Jalur Gaza. Israel terindikasi enggan melanjutkan negosiasi tahap dua gencatan senjata dengan Hamas. (khaberni/tangkap layar) Tiga Tujuan Utama

Surat tersebut juga menyerukan kepada pemerintah untuk menetapkan tiga tujuan utama dalam kebijakannya terkait situasi saat ini.

"Yang pertama adalah pembebasan tahanan “sebagai syarat pertama untuk tindakan apa pun di masa mendatang,” dan menjelaskan bahwa “menetapkan tujuan yang saling bertentangan—menggulingkan Hamas dan membebaskan para sandera—telah menyebabkan terbunuhnya para sandera,” kata surat tersebut

Sebagai balasannya, para perwira senior Israel di forum tersebut juga menyerukan diakhirinya pertempuran di berbagai arena "sebagai bagian dari proses politik yang memungkinkan Israel untuk fokus pada ancaman Iran."

Menurut surat tersebut, "Penyelesaian masalah dengan Hamas mungkin akan terjadi di masa mendatang, tetapi sekarang upaya harus difokuskan pada pembebasan para sandera bahkan jika hal itu mengorbankan penarikan pasukan Israel."

Mengenai tujuan kedua, yaitu mendirikan pemerintahan alternatif bagi Hamas di Gaza yang dipimpin oleh Amerika Serikat, negara-negara Arab, dan Otoritas Palestina, para mantan pejabat itu menegaskan kalau “Hamas tidak dapat digulingkan tanpa pemerintahan alternatif, dan membahas pemindahan (pemindahan) dan ide-ide tidak praktis lainnya mengalihkan perhatian dari pokok bahasan utama. Setiap hari tambahan tanpa merumuskan alternatif bagi Hamas memberinya pencapaian lain.”

"Tujuannya adalah untuk mengintegrasikan Otoritas Palestina melalui reformasi ke dalam payung keamanan regional," imbuh mereka.

Surat itu juga melihat kalau tujuan ketiga yang harus diperjuangkan Israel adalah merehabilitasi militer dan masyarakat Israel.

Hal ini  mengingat bahwa “terkikisnya ketahanan sosial adalah ancaman eksistensial terbesar, dan bahwa kebijakan pemerintah saat ini membahayakan Israel lebih dari ancaman eksternal apa pun.”

Surat itu juga menyoroti implikasi regional dari kelanjutan perang, dengan mengatakan, “Dukungan pemerintah Israel terhadap gagasan pemindahan warga Palestina dari Gaza sebenarnya membahayakan perjanjian damai dengan Mesir dan Yordania, Perjanjian Abraham, dan kemungkinan normalisasi dengan Arab Saudi, serangkaian aset strategis kelas satu.”

Surat dari mantan perwira senior Israel menekankan bahwa “kebijakan yang bertanggung jawab memerlukan kerja sama dengan rezim moderat, bukan tindakan yang akan merugikan mereka.”

Surat tersebut diakhiri dengan seruan tegas kepada pemerintah: “Berdasarkan pencapaian IDF yang mengesankan di berbagai bidang, pelajaran harus dipelajari dan pasukan keamanan diperkuat, tetapi batas-batas kekuatan juga harus dipahami, dan pada saat yang sama perlu untuk merumuskan strategi nasional yang akan memanfaatkan pencapaian IDF dalam aksi politik untuk mencapai tujuan nasional.”

(oln/khbrn/anadolu/chn14/*)

 

 

Sentimen: negatif (100%)