Houthi Gertak Israel, Ancam Bakal Hujani Laut Merah Pakai Rudal jika Blokade Gaza Tak Dicabut - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

TRIBUNNEWS.COM – Militan Houthi di Yaman mengultimatum Israel, mengancam akan melanjutkan serangan ke kapal-kapal Israel yang melintas di Laut Merah.
Ancaman itu dilontarkan Houthi jika Israel tidak segera mencabut blokade pangan dan bantuannya ke Gaza dalam waktu empat hari.
“Jika musuh Israel terus mencegah masuknya bantuan ke Jalur Gaza dan terus menutup sepenuhnya penyeberangan serta mencegah masuknya makanan dan obat-obatan ke Gaza, kami akan melanjutkan operasi angkatan laut kami terhadap musuh Israel, dan kami akan menghadapi pengepungan dengan pengepungan,” tegas Pemimpin kelompok Ansar Allah atau Houthi, Abdul-Malik al-Houthi, mengutip Palestine Chronicle.
“Kami umumkan ke seluruh dunia bahwa kami akan memberikan masa tenggang empat hari. Ini adalah masa tenggang bagi para mediator dalam upaya mereka,” imbuhnya.
Houthi menuding Israel telah menghindari kewajibannya terkait berkas kemanusiaan, bahkan Israel dengan sengaja menggunakan kelaparan sebagai senjata.
Hal tersebut berbanding terbalik dengan sikap Hamas yang menunjukkan komitmen memenuhi tanggung jawabnya berdasarkan perjanjian tersebut.
Alasan tersebut yang membuat Houthi murka, hingga mengancam akan menghujani Laut Merah dengan rudal jika Israel tak kunjung mencabut blokade Gaza.
Merespon tindakan Houthi, Gerakan Perlawanan Palestina Hamas memuji militan Yaman tersebut.
Hamas mengatakan bahwa keputusan Houthi adalah “perpanjangan dari dukungan dan dukungan yang diberikan selama perang pemusnahan di Jalur Gaza.”
Netanyahu Gunakan Blokade Untuk Tekan Hamas
Tindakan keras Houthi diambil di tengah terhentinya negosiasi mengenai tahap selanjutnya dari perjanjian gencatan senjata, yang telah mengakhiri perang 15 bulan yang menghancurkan di Gaza.
Bersamaan dengan itu Israel mengumumkan keputusannya mencegah bantuan memasuki Gaza pada tanggal 2 Maret, hari yang sama dengan berakhirnya tahap pertama perjanjian gencatan senjata yang telah berlangsung selama 42 hari.
Netanyahu berdalih pemblokiran dilakukan untuk menekan Hamas agar menyetujui usulan utusan Donald Trump, Steve Witkoff terkait perpanjangan gencatan senjata yang diajukan oleh
Dalam persyaratan tersebut AS dan Israel menginginkan agar tahap pertama gencatan senjata yang berakhir pada 1 Maret 2025 diperpanjang hingga Paskah.
Namun Hamas menolak perpanjangan sementara yang diusulkan oleh utusan Donald Trump, Steve Witkoff, karena mereka merasa bahwa proposal tersebut tidak memenuhi tujuan utama mereka dalam hal pembebasan Palestina.
Dalam konteks ini, Hamas lebih memilih untuk melanjutkan perjuangan mereka secara langsung, tanpa kompromi yang dirasa merugikan posisi mereka.
Hamas bersikeras bahwa negosiasi harus segera berlanjut ke fase kedua.
Yaitu mencakup penghentian perang secara permanen dan penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Perselisihan inilah yang membuat kesepakatan gencatan senjata tahap satu berakhir, Israel yang murka lantas menghentikan masuknya semua barang dan pasokan bantuan ke Jalur Gaza mulai dari Minggu (2/3/2025).
Gaza Kiamat Pangan dan Alat Medis
Imbas blokade yang dilakukan Israel warga Gaza terancam mengalami kiamat pangan akibat krisis bahan makanan.
Dalam keterangan resmi PBB yang dikutip dari Arab News, stok bahan makanan yang tersimpan di gudang PBB saat ini hanya cukup untuk menjaga dapur umum selama kurang dari dua minggu,
Hal tersebut disampaikan usai Israel memblokade bantuan kemanusiaan dan impor bahan pangan yang masuk ke Jalur Gaza.
Tak hanya itu Israel juga turut melakukan pemblokiran akses bahan bakar, obat-obatan, dan persediaan penting lainnya.
Kelompok bantuan, termasuk CARE, melaporkan bahwa truk yang membawa makanan, pasokan medis, dan material tempat berlindung dijadwalkan mencapai Gaza namun telah dihentikan.
Membuat seluruh rumah sakit di Gaza hampir tidak berfungsi.
Dr Mohammed Awad, seorang ahli bedah saraf dari Asosiasi Medis Palestina Australia Selandia Baru (PANZMA), menjadi sukarelawan di Khan Younis, bagian selatan Gaza mengatakan kekurangan pasokan medis dasar terlihat jelas di semua rumah sakit di kota tersebut.
“Dalam kasus saya, materi ruang operasi sangat kurang. Kami tidak dapat mencapainya saat ini, dan kami harus bekerja dalam kondisi ekstrem,” kata Awad kepada Al Jazirah.
“Mereka benar-benar mendapat manfaat dari tingkat layanan yang di bawah standar. Mereka melakukan yang terbaik yang mereka bisa dengan apa yang mereka miliki, menggunakan peralatan yang tidak seharusnya mereka gunakan untuk menutupi kekurangan mereka. Semua bantuan untuk rumah sakit harus tiba,” imbuhnya.
(Tribunnews.com / Namira)
Sentimen: negatif (99.8%)