Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Tel Aviv
Kasus: mayat
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina - Halaman all
Tribunnews.com
Jenis Media: Internasional

Sebut Hamas Permalukan Sandera Israel, AS Dukung Netanyahu Tunda Pembebasan Tahanan Palestina
TRIBUNNEWS.COM - Situs berita Axios mengutip juru bicara Dewan Keamanan Nasional Amerika Serikat (AS), Mark Waltz yang mengatakan kalau Presiden AS, Donald Trump mendukung Israel dengan jalan apa pun yang dipilihnya untuk melawan gerakan perlawanan Palestina, Hamas.
Situs web Amerika itu menambahkan, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS itu menilai keputusan Israel untuk menunda pembebasan tahanan Palestina merupakan respons yang tepat.
Menurutnya, Hamas memperlakukan para sandera secara brutal, lewat prosesi dan seremoni penyerahan sandera yang dibuat meriah dalam beberapa kesempatan.
Sebelumnya pada Minggu, Penasihat Keamanan Nasional AS Mark Waltz mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Fox News bahwa Hamas tidak dapat memerintah Jalur Gaza dan tidak akan diizinkan untuk melakukannya di masa mendatang, katanya.
“Perilaku Hamas minggu lalu dalam menyerahkan jenazah dua anak dan cara mereka membebaskan para sandera merupakan propaganda yang tentu saja memengaruhi prospek negosiasi,” imbuh Waltz.
“Kita akan melihat bagaimana keadaannya minggu depan, dan mungkin akan ada semacam perpanjangan gencatan senjata. Hamas harus mengubah cara mereka membebaskan para sandera. Hal itu tidak dapat diterima, tidak hanya oleh Israel, tetapi juga oleh seluruh dunia,” katanya.
Pernyataan Amerika tersebut merupakan dukungan terhadap posisi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, yang memutuskan untuk menunda pembebasan ratusan tahanan Palestina pada gelombang ketujuh perjanjian tahap pertama, karena apa yang ia gambarkan sebagai pelanggaran berulang oleh Hamas.
Media Israel mengutip sumber, mengatakan kalau sejatinya para tahanan Palestina tersebut sudah dinaikkan ke dalam bus.
Namun, seiring perintah penundaan pembebasan, ratusan tahanan Palestina itu lalu diturunkan lagi dari bus dan dikembalikan ke penjara mereka.
Kantor Netanyahu mengklaim kalau penundaan pembebasan itu karena "Hamas sengaja mempermalukan para sandera Israel dan mengeksploitasi mereka untuk mencapai tujuan politik."
PEMBEBASAN SANDERA - Foto ini diambil dari publikasi Telegram Brigade Al-Qassam (sayap militer gerakan Hamas) pada Minggu (23/2/2025), memperlihatkan sandera Israel, Omer Shem Tov, mencium kening anggota Brigade Al-Qassam dalam pertukaran tahanan gelombang ke-7 di Jalur Gaza pada Sabtu (22/2/2025). Pada Sabtu (22/2/2025), Hamas membebaskan 6 sandera Israel dengan imbalan 602 tahanan Palestina. (Telegram/Brigade Al-Qassam) Argumen Lemah
Sebaliknya, Hamas menganggap dalih Israel kalau upacara penyerahan sandera Israel itu memalukan adalah klaim palsu dan argumen lemah yang ditujukan untuk menghindari kewajiban perjanjian pertukaran sandera-Palestina.
Hamas juga menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengadakan pembicaraan dengan Israel melalui mediator (Mesir dan Qatar) mengenai langkah apa pun, sebelum pembebasan tahanan Palestina yang disepakati akan dibebaskan pada hari Sabtu.
Pemimpin Hamas Mahmoud Mardawi mengatakan, "Tidak akan ada pembicaraan dengan musuh melalui mediator dalam langkah apa pun sebelum pembebasan tahanan yang disepakati akan dibebaskan sebagai ganti enam tahanan Israel (yang dibebaskan pada hari Sabtu dan 4 mayat)."
Ia menambahkan, "Para mediator harus memaksa musuh (Israel) untuk melaksanakan perjanjian tersebut."
Selama hari Kamis dan Sabtu, Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, menyerahkan 10 tahanan Israel, termasuk 6 yang masih hidup, kepada Komite Palang Merah Internasional untuk diserahkan ke Tel Aviv, sebagai bagian dari perjanjian yang menetapkan bahwa Israel membebaskan 602 tahanan Palestina dari penjaranya.
Meskipun Hamas memenuhi janjinya berdasarkan perjanjian, Israel belum membebaskan tahanan Palestina.
AGRESI - Pasukan Israel (IDF) mengamati situasi dalam agresi militer di Jalur Gaza. IDF dilaporkan terindikasi melanjutkan perang di Gaza (khaberni/tangkap layar) Dua Wajah, AS Mau Gencatan Senjata Lanjut
Di balik dorongan penundan pembebasan ratusan tahanan Palestina tersebut, AS kembali menunjukkan sikap hipokrit dengan mendorong berlanjutnya gencatan senjata seiring datangnya utusan Presiden AS Donald Trump untuk Timur Tengah, Steve Witkoff yang akan melakukan perjalanan ke Timur Tengah pada minggu ini.
Perjalanan Steve Witkoff ke Timur Tengah adalah untuk mendorong perpanjangan gencatan senjata di Gaza antara Israel dan Hamas.
Perlu diketahui, gencatan senjata tiga tahap yang dimulai pada 19 Januari 2025 kemarin, kini hampir mencapai puncak fase pertamanya.
"Kami harus mendapatkan perpanjangan tahap pertama. Saya akan pergi ke wilayah tersebut minggu ini, mungkin hari Rabu, untuk merundingkannya dan kami berharap memiliki waktu yang cukup untuk memulai tahap kedua dan menyelesaikannya serta membebaskan lebih banyak sandera," kata Witkoff kepada CNN.
Namun, gencatan senjata antara Israel dan Hamas ini menemui banyak rintangan.
Pertama, baik Hamas atau Israel saling menuduh melanggar perjanjian dan kelompok militan Palestina mengancam akan menunda pembebasan sandera.
Kemudian yang terbaru, Israel menunda pembebasan 602 warga Palestina dari penjaranya dengan imbalan enam sandera Israel yang digiring oleh militan bersenjata ke panggung di depan khalayak di Gaza sebelum diserahkan ke Palang Merah.
Upacara penyerahan publik yang digelar Hamas, yang meliputi pertunjukan sandera hidup dan peti mati yang membawa jenazah sandera, telah menuai kritik yang meningkat selama beberapa minggu terakhir, termasuk dari PBB.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu mengatakan pihaknya tengah menunggu untuk membebaskan tahanan dan tawanan Palestina "sampai pembebasan sandera berikutnya dipastikan, dan tanpa upacara yang memalukan".
Hamas membalas dengan menyebut upacara tersebut bermartabat dan Israel menggunakannya sebagai dalih untuk menghindari kewajibannya yang disepakati berdasarkan gencatan senjata.
Mayat empat sandera lainnya seharusnya dibebaskan oleh kelompok tersebut minggu ini.
Dengan panasnya kembali hubungan keduanya, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) dikerahkan di wilayah perbatasan Gaza.
Namun, IDF menyatakan bahwa tidak ada perubahan pada pedoman Komando Front Dalam Negeri saat ini.
Peningkatan tingkat kewaspadaan ini terjadi di tengah peringatan intelijen dan pertimbangan yang sedang berlangsung mengenai apakah negosiasi gencatan senjata akan berlanjut hingga akhir pekan depan.
Dikutip dari Yedioth Ahronoth, sebagai tanggapan, IDF menyesuaikan penempatan pasukan di zona penyangga dan memperkuat posisi pertahanan di Negev bagian barat.
Sementara itu, brigade tempur terus mempersiapkan kemungkinan serangan darat berskala besar jika negosiasi gagal.
Meskipun aktivitas militer meningkat, IDF mengklarifikasi bahwa "tidak ada pendekatan ke pagar perbatasan yang terdeteksi".
"Menyusul laporan media, kami menekankan bahwa tidak ada peristiwa infiltrasi di wilayah perbatasan Gaza — hanya peningkatan kesiapan."
"Tidak ada perubahan pada arahan sipil. Kami terus berhubungan dengan militer dan akan memberikan informasi terbaru jika diperlukan," tulis Dewan Daerah Eshkol untuk meyakinkan warga.
Pengumuman ini menyusul insiden dua minggu lalu ketika, hanya beberapa jam setelah IDF mundur dari koridor Netzarim, puluhan penduduk Gaza terlihat dalam jarak beberapa ratus meter dari pagar perbatasan dekat Nahal Oz.
Menurut ketentuan gencatan senjata, Israel seharusnya mempertahankan kendali atas zona penyangga selebar 700 meter.
Namun, penduduk komunitas perbatasan Israel melaporkan bahwa warga Gaza terlihat jauh lebih dekat ke pagar.
Sebagai tanggapan, pasukan Israel melepaskan tembakan, menewaskan tiga warga Palestina dan melukai sedikitnya enam lainnya.
IDF mengatakan mereka menggunakan pesawat nirawak dan tembakan langsung untuk memukul mundur kelompok itu, menggambarkan mereka sebagai warga sipil tak bersenjata yang mengais-ngais di dekat reruntuhan koridor Netzarim.
Sementara orang-orang itu mundur setelah tembakan, mereka tampaknya tidak berusaha untuk menyerbu pagar.
Oposisi Israel Tuduh Netanyahu Langgar Kesepakatan
Seorang pemimpin oposisi Israel menuduh Benjamin Netanyahu melanggar gencatan senjata Gaza dan perjanjian pertukaran tahanan setelah menunda pembebasan tahanan Palestina.
"Netanyahu memerintahkan penundaan pembebasan tahanan, yang secara terang-terangan melanggar perjanjian dan menyabotase tahap pertama, sebagaimana yang telah kami peringatkan," kata pemimpin Partai Demokratik Israel, Yair Golan, dikutip dari Anadolu Agency.
"Tidak ada negosiasi sebenarnya untuk tahap kedua, yang ada hanya penipuan dan pengabaian nyawa para tawanan," lanjutnya.
Golan, seorang kritikus vokal pemerintahan Netanyahu, bersumpah bahwa oposisi Israel tidak akan membiarkan Perdana Menteri tetap menjabat “dengan mengorbankan saudara-saudari kita”.
"Saya katakan kepadamu, Bibi (Netanyahu -red), jika kamu menyabotase kesepakatan ini, kekacauan akan terjadi," ucap Golan. (*)
(oln/khbrn/*)
Sentimen: negatif (100%)