Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Kapuk, Tangerang
Tokoh Terkait
Ahmed Zaki Iskandar Sebut Pagar Bambu di Tangerang Sudah Ada Sejak Lama, Siapa Pemiliknya?
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Bupati Tangerang, Ahmed Zaki Iskandar, menegaskan bahwa pagar bambu yang berada di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, sudah ada sejak tahun 2014. Keberadaan pagar tersebut bahkan lebih dulu daripada proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Pernyataan ini disampaikan Zaki sebagai respons atas unggahan konsultan hukum proyek PIK 2, Muannas Alaidid, di akun X @muannas_alaidid pada Rabu (22/1). Dalam unggahan tersebut, terlihat foto Zaki yang sedang berada di kawasan pantai utara (pantura) Tangerang dengan latar belakang pagar bambu yang disebut sudah ada sejak satu dekade lalu.
"Foto itu diambil pada 2014. Tahun itu pagar bambu sudah ada, tetapi tidak banyak yang memperhatikannya. Saya juga tidak tahu siapa yang memasangnya, apa tujuannya, dan untuk apa. Yang jelas, kewenangan Pemkab Tangerang hanya di pesisir pantai, tidak sampai ke laut," kata Zaki seperti dikutip dari Antara.
Zaki menambahkan bahwa pagar bambu tersebut bukan bagian dari kebijakan pemerintah daerah, melainkan sudah ada sebelum proyek PIK 2 dimulai. Ia juga menegaskan tidak mengetahui asal usul pasti pemasangannya.
Sementara itu, Muannas dalam unggahannya juga menyatakan bahwa pagar bambu telah ditemukan di pantura Tangerang sejak 2014.
"Ahmed Zaki Iskandar, mantan Bupati Tangerang dua periode, memiliki koleksi foto saat kunjungan ke pantura pada 2014. Saat itu, dia menyewa tiga boat untuk membawa wartawan melihat kondisi pantai yang rusak. Ternyata, pagar bambu ini sudah banyak ditemukan sejak saat itu," tulis Muannas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pagar bambu tersebut bukan bagian dari proyek PIK 2, melainkan inisiatif masyarakat pesisir yang telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Di sisi lain, sejumlah nelayan di Desa Sukawali, Kecamatan Pakuhaji, mengaku tidak merasa terganggu dengan keberadaan pagar laut tersebut. Mereka justru memanfaatkannya untuk mencari ikan dan kerang saat tidak bisa melaut. Selain itu, pagar bambu juga diharapkan mampu mengurangi abrasi yang terus mengikis garis pantai.
Salah satu nelayan, Wasmin bin Calan, mengatakan bahwa pagar bambu sepanjang tujuh kilometer di wilayah Desa Sukawali dibuat oleh masyarakat setempat sekitar tahun 2014.
"Awalnya hanya dibuat kecil-kecilan, beberapa meter saja. Lalu, banyak yang ikut membantu, tapi saya kurang tahu dari mana asal bantuannya," ujar Wasmin.
Ia menjelaskan bahwa pagar bambu tersebut digunakan untuk budi daya kerang hijau, cumi-cumi, dan ikan. "Habitat ikan itu berkumpul di sekitar pagar ini. Jadi, fungsinya mirip sero, semacam rumpon yang berada di pinggir laut," tambahnya.
Selain itu, Wasmin juga mengungkapkan kekhawatiran warga mengenai abrasi. Menurutnya, jarak antara jalan desa dengan bibir pantai yang sebelumnya sekitar 1.200 meter kini hanya tersisa 500 meter. Wilayah yang tergerus abrasi tersebut dulunya merupakan hutan bakau dan empang.
Terkait anggapan bahwa pagar bambu mengganggu nelayan, Harjo Susilo, nelayan asal Desa Sukawali, menegaskan bahwa nelayan di daerahnya tidak merasa terganggu.
"Kalau nelayan Sukawali, pagar ini tidak menjadi masalah. Bahkan ada manfaatnya, seperti menahan abrasi dan bisa digunakan untuk sero," ujar Harjo.
Ketua nelayan Desa Sukawali, Wawan Setiawan, juga menegaskan bahwa keberadaan pagar bambu tidak mengganggu aktivitas nelayan.
"Nelayan itu ada bermacam-macam jenisnya. Ada nelayan perahu gardan, perahu pancingan, apolo, dan nelayan jaring. Nelayan Sukawali umumnya mencari ikan di tengah laut, bukan di pinggir pantai. Jadi, pagar bambu ini tidak mengganggu mereka," jelas Wawan.
Senada dengan itu, Ferdi, salah seorang nelayan lainnya, mengaku bahwa saat gelombang laut tinggi, pagar bambu justru bermanfaat.
"Kalau cuaca buruk dan tidak bisa melaut, kami bisa mencari kaco dan kerang hijau di sekitar pagar bambu ini. Jadi, keberadaannya tidak menjadi masalah," ungkap Ferdi. (bs-zak/fajar)
Sentimen: negatif (100%)