Sentimen
Undefined (0%)
6 Jan 2025 : 20.00
Informasi Tambahan

Hewan: Sapi

Kab/Kota: Wonogiri

Tangis Nggrantes Peternak Wonogiri, Sapi Tabungan Hidupnya Mati gegara Virus PMK

6 Jan 2025 : 20.00 Views 22

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Tangis Nggrantes Peternak Wonogiri, Sapi Tabungan Hidupnya Mati gegara Virus PMK

Esposin, WONOGIRI — Widodo, peternak asal Desa Tuborkarto, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, tak bisa menyembunyikan raut kesedihan di wajahnya ketika membicarakan sapinya yang baru saja mati akibat terjangkit virus penyakit mulut dan kuku atau PMK.

Rencana membangun rumah untuk anaknya pun harus ia urungkan. Ia bahkan masih trauma saat ditemui Espos di rumahnya, Minggu (5/1/2025). Aset berharga yang ia miliki, tabungan hidupnya, seekor sapi yang ia besarkan dari lahir, mati akibat terinfeksi virus PMK, pekan lalu.

Satu ekor sapi lainnya yang masih berumur tujuh bulan pun terpaksa ia jual. Peternak itu tidak tega melihat sapi yang ia besarkan sejak lahir terkapar mati gegara virus PMK, seperti induknya. Namun, ia harus rela menjual sapinya dengan harga yang jauh lebih murah dari harga normal.

“Saya jual cuma laku Rp3 juta. Padahal harusnya bisa belasan juta. Induknya mati karena PMK,” kata Widodo saat ditemui Espos di rumahnya.

Sapi milik Widodo termasuk ternak yang awal-awal terinfeksi PMK dan berakhir mati di Desa Tuborkarto, Pracimantoro, Wonogiri. Dia sama sekali tidak tahu dari mana sapinya tertular virus yang menyerang mulut dan kuku ternak berkuku belah itu.

Sebelum mati, indukan sapi milik Widodo itu sakit di bagian lutut. Ia meminta dokter hewan untuk mengobati. Beberapa hari setelah itu, sapinya terindikasi terserang virus PMK.

Mulut sapi itu terus mengeluarkan liur. Sapinya juga enggan makan. Menurut Widodo, karena PMK, mulut sapi itu sakit saat mengunyah rumput. Sekalipun dipaksa, sapinya selalu mengeluarkan pakan ketika hampir sampai di tenggorokan.

Tak Bisa Tidur Nyenyak

Selama hari-hari sapinya terinfeksi PMK, peternak asal Pracimantoro, Wonogiri, itu tidak pernah bisa tidur nyenyak. Dia bahkan hampir setiap malam menunggui sapinya di kandang, memastikan sapi itu tetap kuat dan hidup.

”Yang namanya petani seperti saya, sapi itu aset yang bisa buat jagan [jaga-jaga], celengan [tabungan] kalau sewaktu-waktu butuh uang. Tetapi kalau sudah seperti ini, anane mung grantes karo grantes,” ujar dia.

Widodo mengungkapkan sedianya dua sapi yang ia miliki akan dijual dan uang hasil penjualan akan digunakan untuk membangun rumah anaknya. Bahan-bahan rumah seperti kayu dan lainnya sudah mulai terkumpul. Tetapi rencana itu harus ia tunda, entah sampai kapan. 

Dia dan istrinya mengaku masih trauma dengan kematian sapi itu. Pernah suatu malam, terdengar suara seperti benda jatuh dari kandang beberapa hari setelah sapinya mati dan satunya dijual.

Istrinya bergegas mengecek kandang karena masih merasa memiliki sapi. Tetapi ternyata yang ia temui hanya kandang yang kosong dan seekor tikus. Rasa trauma Widodo dan istrinya itu beralasan.

Sebab, Widodo mengaku sudah bertahun-tahun merawat indukan sapi itu. Tidak mengenal waktu, baik panas ataupun hujan, ia tetap mencari rumput untuk pakan sapinya itu.  “Kalau ingat bagaimana saya merawat sapi-sapi itu rasanya sayang sekali. Kalau dua-duanya dijual, paling tidak harganya Rp30 juta,” ujar dia.

Hal yang hampir sama dialami Sunardi, peternak lain yang rumahnya tak jauh dari rumah Widodo. Ia memiliki dua sapi. Dua-duanya terinfeksi PMK. Ia menduga sapinya tertular PMK setelah ia membantu menguburkan sapi mati milik Widodo gegara PMK itu. 

Satu sapinya yang terinfeksi itu dia jual dengan harga hanya Rp1,5 juta. Harga itu jauh dari kata layak. Semestinya saat keadaan normal, sapi itu paling sedikit bisa dihargai Rp15 juta. Satu sapi lainnya, ia pertahankan dengan cara mengobatinya. Kini sapi itu berangsur pulih. Tetapi, tetap saja Sunardi masih waswas. 

Sudah Seperti Pagebluk

Menurut dia, nasibnya sedikit lebih beruntung dibandingkan tetangga dekat rumahnya. Kandang sapi milik tetangganya itu kini kosong. Empat sapi milik tetangganya itu mati, tidak lain karena PMK. “Sapi itu tidak semuanya miliknya, ada juga milik orang lain yang dirawat sama dia,” ucapnya.

Sunardi yang juga kepala dusun itu kini membatasi mobilitas ternak di lingkungannya. Ia tidak mengizinkan mobil para pedagang atau penjagal yang biasa mengangkut sapi masuk ke kampungnya. Itu sebagai upaya meminimalkan persebaran virus PMK.

Kepala Desa Tuborkarto, Sutarman, menyampaikan wabah PMK sudah seperti pagebluk bagi peternak di Desa Tubokarto. Banyak sapi yang terinfeksi dan tidak jarang yang harus berakhir mati dalam keadaan sakit. Per Sabtu (4/1/2025), sapi yang terinfeksi PMK di desa itu ada 89 ekor dan 25 ekor di antaranya mati. 

“Ini ngeri. Wabah PMK ini lebih ganas dibandingkan wabah yang sama pada 2022 lalu. Wabah sekarang, ibaratnya pagi makan, sorenya sapi mati. Harga sapinya turun drastis. Kasian para petani. Sapi itu satu-satunya aset yang diandalkan petani,” ujar dia.

Sutarman menyebut pada Jumat (3/1/2025), sejumlah sapi yang terinfeksi PMK sudah diobati lewat pengobatan massal. Tetapi pada saat yang sama, penularan virus terus bertambah. 

Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Wonogiri merespons wabah PMK itu dengan menutup sementara semua pasar hewan di Kabupaten Wonogiri selama periode Jumat-Kamis (3-9/1/2025). Selain itu pemerintah mengadakan penyemprotan cairan disinfektan di 17 pasar hewan pada Sabtu (4/1/2025) untuk meminimalkan persebaran virus PMK.

Sentimen: neutral (0%)