Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Dukuh, Solo, Sragen
Kasus: covid-19
Bupati Sragen Resmikan Jembatan Butuh, Sebut Ada Banyak Kisah di Baliknya
Espos.id
Jenis Media: Solopos

Espos.id, SRAGEN — Jembatan Butuh yang menghubungkan wilayah Kecamatan Plupuh dan Masaran, Sragen, akhirnya diresmikan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati, Senin (6/1/2025). Peresmian jembatan di atas Bengawan Solo ini dihadiri pula ratusan warga dari Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, dan Desa Pilang, Kecamatan Masaran, Sragen.
Jembatan sepanjang 150 meter yang menelan anggaran Rp14,471 miliar itu baru selesai Jumat (3/1/2025) lalu. Banyak warga yang penasaran dengan wujud jembatan baru yang sempat viral di media sosial saat kerangkanya melengkung di tengah proses pembangunannya pertengahan November 2024 lalu akibat pondasinya tergerus arus banjir Bengawan Solo.
Jembatan dengan lebar 7 meter itu membuka akses baru, khususnya untuk menuju lokasi wisata religi makam Sultan Hadiwijaya atau yang terkenal dengan sebutan Jaka Tingkir. Makam tersebut terletak di Dukuh Butuh, Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Sragen. Nama Butuh dipilih Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati untuk mengangkat wisata religi itu yang mulai ramai pascawabah Covid-19. Jembatan juga mengintegraskan wisata religi itu dengan sentra batik yang berada di Desa Pilang dan Kliwonan di Kecamatan Masaran.
Yuni, sapaan Bupati Sragen, mengungkapkan Jembatan Butuh memiliki perjalanan yang panjang dan kental dengan pernik-pernik politik di dalamnya. Jembatan itu menjadi warisan Yuni untuk masyarakat Sragen sebelum purnatugas sebagai Bupati dalam beberapa pekan lagi. “Cerita Jembatan Butuh ini kalau dibikin novel bisa menjadi tiga buku. Buku pertama barangkali berisi cerita pada 2019. Saya masih ingat saat ziarah di Makam Butuh dan sempat berdialog dengan masyarakat di pelataran kompleks makam Sultan Hadiwijaya. Ada tokoh masyarakat Gedongan yang mengusulkan perlunya pembangunan jembatan di Bengawan Solo untuk mengangkat wisata religi yang menjadi unggulan Desa Gedongan. Para peziarah tidak perlu memutar karena lebih dekat lewat Masaran,” jelas Yuni.
Saat itu, Yuni menyanggupi. Pada tahun yang sama, Yuni mengatakan ada bantuan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng untuk membangun abutmen atau bangunan bawah jembatan yang berfungsi sebagai penahan dan pendukung jembatan dengan dana Rp7 miliaran. Di sisi lain, Yuni menyebut ada pembebasan lahan yang menjadi drama tersendiri, terutama dari sisi Pilang Masaran yang ruwet berbulan-bulan dan akhirnya selesai. Mulai 2024, kata dia, jembatan ini pun mulai dibangun dan ternyata ada banyak cerita.
“Ada pihak yang tidak senang jembatan ini jadi. Saat ada sedikit ribut-ribut antara eksekutif dan legislatif, ada pihak yang mendoakan supaya jembatan tidak jadi dan diberi hujan terus. Cobaan sedemikian besarnya bagi saya. Semua itu saya adukan ke Allah. Saya datang ke Rumah Allah di Mekkah. Yang berdoa di Sragen dengan yang berdoa di Mekkah kuat mana. Saat itu saya berencana berdoa siapa pun yang menjelek-jelekan pemerintahan ini habis. Namun, saat di Mekkah, saya tidak bisa berbicara. Saya hanya bisa bersimpuh menangis di hadapan Allah,” ucap Yuni yang baru saja pulang umrah bersama keluarganya.
Dia juga meminta Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Hargiyanto mengumpulkan warga di Desa Gedongan dan Desa Pilang untuk bersama-sama berdoa agar jembatan bisa selesai. Menurut Yuni semua doa warga desa terkabul dan jembatan rampung karena sangat dibutuhkan warga. “Jembatan ini menjadi persembahan terakhir dari Bupati kepada masyarakat Sragen semoga bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya. Tadi ada yang meminta akan ada wayangan, silakan nanti bisa berembuk dengan kepala desa. Terima kasih kepada semua pihak. Terima kasih Ibu Kajari yang mendampingi. Jembatan ini diresmikan atas nama warga Sragen,” kata Yuni.
Sentimen: neutral (0%)