Sentimen
Undefined (0%)
6 Jan 2025 : 13.56
Informasi Tambahan

Institusi: UNAIR, Universitas Airlangga

Kab/Kota: Jati, Solo

Menjaga Bahasa Jawa

6 Jan 2025 : 13.56 Views 15

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Menjaga Bahasa Jawa

Bahasa ibu di seluruh dunia mencapai 7.000, tetapi saat ini hanya 4.000 bahasa asli yang masih digunakan oleh sekitar 6% dari total populasi di dunia. Terdapat 2.680 bahasa yang terancam punah dari peradaban manusia. 

Di Indonesia, berdasarkan Summer Institute of Linguistics, terdapat 719 bahasa daerah dan 707 di antaranya masih aktif digunakan hingga saat ini. Artinya terdapat 12 bahasa daerah di Indonesia yang telah punah.  

Itu juga menunjukkan Indonesia sebagai negara pemilik bahasa daerah terbanyak kedua setelah Papua Nugini (840 bahasa daerah). Bahasa ibu/daerah memiliki berbagai macam fungsi dalam penggunaan.

Pertama, sebagai pemersatu di antara kalangan masyarakat sesuai dengan bahasa daerah yang dimiliki. Kedua, bahasa daerah merupakan identitas budaya bagi daerah atau  negara tersebut. 

Ketiga, bahasa daerah yang beragam di suatu negara atau wilayah dapat menjadi kekayaan tradisi, budaya, dan literasi. Keempat, bahasa daerah menjadi sarana menjalankan tradisi lokal serta pengetahuan adat yang berlaku di masing-masing daerah. 

Kelima, sebagai sarana transmisi lintas generasi mewariskan nilai-nilai luhur, kearifan lokal, pangan, obat-obatan, penanganan sengketa atau konflik, seni, dan berbagai hal lainnya.

Salah satu di antara ratusan bahasa daerah di Indonesia adalah bahasa Jawa.  Bahasa Jawa adalah bahasa ibu dengan jumlah penutur yang besar, terutama di Jawa dan masyarakat etnis Jawa yang terpencar ke berbagai daerah. 

Pada skala internasional bahasa Jawa menempati urutan ke-11 dengan jumlah penutur 75.500.000 orang. Secara kuantitatif jumlah tersebut sangatlah besar, tetapi secara kualitatif kondisi penggunaan bahasa Jawa makin merosot. 

Banyak bahasa daerah yang mulai tak nampak eksistensinya karena generasi muda kurang mendapat pengajaran mengenai bahasa daerah. Tidak tumbuh pengetahuan tentang bahasa daerah serta rasa menghargai bahasa daerah.

Di tempat saya lahir, di Kota Solo,  bahasa Jawa masih digunakan sehari-hari oleh sebagian orang lokal. Sebagian? Lalu bagaimana dengan sebagian yang lain? Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Solo, jumlah penduduk Kota Solo 528.044 jiwa pada 2024.

Sekitar 40% dari populasi penduduk Kota Solo adalah generasi Z dan generasi alfa.  Apa korelasi generasi X dan generasi alfa tersebut dengan penggunaan bahasa jawa? 

Banyak generasi muda menganggap penggunaan bahasa Jawa sebagai bahasa komunikasi dalam kehidupan sehari-hari menunjukkan ketidakmajuan atau ketinggalan zaman. Hal tersebut menyebabkan intensitas penggunaan bahasa Jawa semakin berkurang.  

Belakangan ini bahasa Jawa mengalami kemunduran secara fungsional. Ini disebabkan menyempitnya pemahaman generasi muda pada bahasa Jawa. Faktor yang dominan penyebabnya adalah minimnya pendidikan berbahasa Jawa baik di lingkungan keluarga, sekolah, atau masyarakat sekitar.  

Dalam keluarga, orang tua tidak memperhatikan pentingnya pengajaran bahasa Jawa sehingga mengakibatkan anak-anak tidak dapat menggunakan bahasa Jawa dengan benar dan cenderung meremehkan.

Akibatnya generasi muda saat ini berkomunikasi kepada orang tua atau sesamanya menggunakan bahasa Indonesia atau bahkan dengan bahasa Jawa yang tercampur bahasa lain. Sekolah punya pern penting meningkatkan penggunaan bahasa Jawa kepada generasi muda. 

Kebanyakan sekolah hanya memberi pelajaran bahasa Jawa untuk formalitas, bukan sebagai hal yang benar-benar harus ditekuni setiap hari. Anak-anak cenderung acuh tak acuh terhadap pelajaran bahasa Jawa yang jarang digunakan tersebut. 

Lingkungan saat ini kurang mendukung generasi muda untuk menggunakan bahasa Jawa dengan berbagai ragam (krama inggil, krama alus, ngoko alus, ngoko) dalam berkomunikasi sehari-hari.  

Bahasa Jawa saat ini hanya terdengar di kalangan para orang tua yang memang sehari-hari menggunakan bahasa Jawa. Selain itu, biasanya kita mendengar bahasa Jawa dalam percakapan di daerah perdesaan atau kampung, sementara kebanyakan orang kota tidak mengenal bahasa Jawa. 

Banyak orang Jawa merasa lebih keren atau gaul ketika menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa internasional sehingga bahasa Jawa semakin redup. Kerugian terbesar akan kita alami dengan semakin meredupnya penggunaan bahasa Jawa.

Ini akan berujung semakin hilang pula jati diri atau identitas kita sebagai pribadi, komunitas, maupun bangsa. Menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai masyarakat Jawa untuk mempertahankan keberadaan bahasa Jawa supaya identitas kita tetap teguh dan semakin banyak orang yang turut mengenal budaya keberagaman Jawa. 

Cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan eksistensi bahasa Jawa adalah dengan melatih sejak dini penggunaan bahasa Jawa di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah harus turut mengintegrasikan bahasa Jawa dalam kegiatan sehari-hari karena anak-anak sebagian waktu efektifnya saat berada di sekolah. 

Teknologi komunikasi dan informasi harus dimanfaatkan sebagai sarana pelestarian dan penyebaran bahasa Jawa. Acara kebudayaan dalam bahasa Jawa yang menarik harus dibuat untuk menarik antuasiasme kaum muda ingin lebih tahu tentang bahasa Jawa. 

Tentu masih banyak lagi cara mempertahankan bahasa Jawa. Semoga bahasa Jawa selalu hidup serta bahasa tradisional lainnya selalu ada menyertai keberagaman Indonesia. 

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 31 Desember 2024. Penulis adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Airlangga)

Sentimen: neutral (0%)