Sentimen
Momentum Memperbaiki Demokrasi
Espos.id
Jenis Media: Kolom
![Momentum Memperbaiki Demokrasi](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2025/01/20250102110806-suhartoyo-1.jpeg?quality=60)
Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja mengabulkan permohonan pengujian ambang batas pencalonan presiden melalui Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024. MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden inkonstitusional.
Berdasarkan putusan ini semua partai politik peserta pemilu memiliki hak mengusung calon presiden dan calon wakil presiden tanpa harus memiliki kursi di parlemen dalam jumlah tertentu.
Putusan MK ini harus disambut gembira. Ini sekaligus harus dimaknai sebagai momentum untuk memperbaiki kualitas demokrasi kita. Putusan ini tak boleh disia-siakan. Judicial order atau perintah mahkamah dari putusan MK ini adalah perubahan fundamental Undang-undang Pemilu.
Ada pesan pula bagi para pembentuk undang-undang (DPR bersama pemerintah) untuk merumuskan pembatasan jumlah calon presiden dan calon wakil presiden agar tidak berlebihan.
Putusan MK ini layak disebut sebagai sikap progresif. Sebelumnya 32 pengajuan uji materi atau judicial review ambang batas pencalonan presiden selalu ditolak MK. Putusan yang menyebut ambang batas pencalonan presiden inkonstitusional adalah buah dari 32 uji materi yang ditolak itu.
MK memahami dan menangkap kecenderungan perubahan politik dan demokrasi yang memang membutuhkan “putusan progresif”. Putusan MK bersifat final dan mengikat.
Langkah teknis-politis berikutnya adalah DPR bersama pemerintah harus mengevaluasi penyelenggaraan pemilu sekaligus merevisi Undang-undang Pemilu. Judicial order MK yang wajib diperhatikan adalah DPR wajib membuka ruang partisipasi bermakna seluas-luasanya dalam evaluasi penyelenggaraan pemilu dan revisi Undang-undang Pemilu.
Proses harus terbuka, transparan, dan melibatkan sebanyak mungkin kelompok masyarakat sipil, terutama yang bergerak di gerakan pro demokrasi, kepemiluan, dan politik yang bersih.
Putusan MK ini harus dimaknai kemenangan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tidak ada yang dirugikan. Semua partai politik peserta pemilu mendapat manfaat akses pada pencalonan presiden yang setara.
Pemilih mendapatkan keragaman pilihan politik melalui pemilu yang lebih inklusif. Anak-anak Indonesia menjadi lebih berani bermimpi menjadi presiden/wakil presiden karena akses itu lebih terbuka untuk direalisasikan.
Putusan MK ini diharapkan bisa meminimalkan pragmatisme politik seperti tercermin dalam praktik demokrasi di Indonesia belakangan ini. Partai politik berkoalisi demi mencari kekuasaan. Kandidat pemimpin dijaring bukan karena integritas dan kapabilitas, namun lebih karena popularitas dan bekal massa dan “setoran” kepada partai.
Kita berharap demokrasi betul-betul dipraktikkan secara substantif, yaitu memberikan kesempatan yang sama dan setara bagi semua orang untuk dipilih, yang tentu dengan modal kemampuan yang memadai, bukan sekadar “omon-omon.”
Putusan MK ini harus bisa menjawab kekhawatiran soal biaya politik yang tinggi karena “membeli” koalisi. Kita berharap banyak pada partai politik sadar diri dengan perkembangan zaman dan pemikiran masyarakat.
Mari kita buktikan rakyatlah yang betul-betul punya kuasa lewat suara, bukan para elite partai politik yang membajak suara rakyat demi memuaskan ego berkuasa.
Sentimen: neutral (0%)