Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Cirebon, Solo
Suka Duka Pedagang Musiman Mainan dan Aksesori di Jl Urip Sumoharjo Solo
![Suka Duka Pedagang Musiman Mainan dan Aksesori di Jl Urip Sumoharjo Solo](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2025/01/20250104081748-pedagang-musiman.jpg?quality=60)
Esposin, SOLO—Meski momen perayaan Tahun Baru 2025 telah lewat, pedagang musiman di pinggiran Jl. Urip Sumoharjo, Solo, tetap menggelar lapak mereka dan menjual berbagai barang.
Saat ini, bukan lagi terompet tahun baru yang menjadi dagangan utama mereka, melainkan mainan atau aksesori bertema Imlek. Ada topeng barongsai, topeng shio, balon, dan lain-lain.
Kebetulan tahun baru China 2576 ini akan jatuh pada tanggal 29 Januari 2025. Jadi mereka memang berniat melanjutkan berdagang di kawasan tersebut hingga puncak perayaan tahun baru Imlek.
Para pedagang musiman tersebut berasal dari Cirebon, Jawa Barat. Mereka biasanya memanfaatkan momen-momen tertentu di berbagai daerah untuk mencari rezeki.
Kali ini mereka memilih Kota Solo sebagai ladang usaha pada momen tahun baru 2025 yang berdekatan dengan momen tahun baru Imlek. Mereka menilai rangkaian perayaan Imlek di Solo dinilai cukup meriah. Sehingga para pedagang musiman ini berharap bisa mendapat rezeki banyak dengan berdagang mainan bertema Imlek.
Salah satu pedagang, Diki, 30 mengungkapkan dirinya dan belasan temannya ini berasal dari daerah yang sama di Cirebon. Mereka datang ke Solo secara bergelombang dengan alat transportasi berbeda-beda.
Ada yang menyewa truk, ada yang menumpang mobil pikap teman sesama pedagang, dan ada pula yang naik bus umum.
“Ke Solo kami datang membawa barang-barang yang cukup banyak yaitu dagangan dan juga rak [knock down]. Ada yang sewa truk ramai-ramai, ada yang numpang mobil pikap teman dengan patungan bayar uang bensin, ada juga yang naik bus, barang-barangnya ditempatkan di bagasi,” ujarnya saat ditemui Espos, Rabu (1/1/2025).
Mereka datang ke Solo sejak pertengahan Desember 2024. Rak pun segera dirangkai untuk memajang dagangan mereka. Soal titik lapak, mereka bebas memilih lokasi yang dirasa paling pas dan nyaman.
Sementara itu, mereka memajang dagangan sejak pagi hingga malam. Untuk istirahat, mereka memilih tidur di emperan toko. Menurut Diki, ini dilakukan untuk menghemat pengeluaran.
“Malam hari kami tidur di emperan toko. Soalnya kalau kami ngekos atau sewa losmen, uang kami bisa habis untuk bayar sewa. Jadi mendingan di emperan toko saja ramai-ramai,” imbuh Diki yang sudah berkeluarga ini.
Sesama pedagang lainnya, Edi, 41 mengatakan untuk keperluan mandi, cuci, dan kakus (MCK), para pedagang memanfaatkan fasilitas yang ada di Pasar Gede yang berjarak hanya puluhan meter dari lokasi.
“Untuk mandi, bersih-bersih, dan sebagainya, kami ke Pasar Gede,” ujarnya.
Sedangkan urusan makan, mereka tidak terlalu pusing karena di Pasar Gede dan sekitarnya juga tersedia banyak warung makan.
Sementara itu, selama berdagang di Solo dan juga tempat lain yang jauh dari rumah, mereka tidak pernah pulang kampung. Alasannya sama, untuk menghemat biaya.
“Kami tetap di sini sampai selesai. Kalau kami pulang nengok keluarga, berat di ongkos. Jadi mending uangnya ditransfer untuk anak-anak, pulangnya nanti sekalian kalau sudah selesai,” imbuhnya.
Pedagang lainnya, Iwan, 40 mengungkapkan bahwa mencari nafkah sebagai pedagang musiman tersebut penuh suka duka. Menurutnya, pedagang musiman bisa leluasa memilih kota atau tempat untuk usaha.
Selain itu, pada momen tertentu (musiman) pasarnya sudah jelas dan pasti ada keramaian, sehingga harapan untuk mendapatkan cuan pun semakin besar.
Meski demikian, tidak ada jaminan bahwa dagangan selalu laku keras. “Namanya dagang, kadang ramai kadang sepi. Yang penting kita jalani dan kita syukuri,” ucapnya.
Sedangkan dukanya adalah mereka harus jauh dari rumah dan tidur di tempat seadanya. Belum lagi ketika hujan turun yang biasanya membuat penjualan turun.
Meski ada bagian tidak enaknya, mereka berusaha menjalani dengan penuh semangat. Nyatanya, mereka sudah menjalani profesi ini selama bertahun-tahun.
Sentimen: neutral (0%)