Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi, Tipikor
Tokoh Terkait
Vonis Ringan Harvey Moeis, Ustaz Hilmi: Efek Jera Tidak Ada, Korupsi Merajalela
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Hilmi Firdausi, seorang dai dan pemilik SIT Daarul Fikri serta pengasuh Pondok Pesantren Baitul Qur’an Assa’adah, melontarkan kritik tajam terhadap vonis ringan yang dijatuhkan kepada Harvey Moeis.
Ia menilai fenomena ini menggambarkan lemahnya penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam kasus korupsi.
Menurut Ustaz Hilmi, ada pola yang sering terlihat di persidangan para terdakwa, di mana mereka berupaya tampil religius dan sopan di hadapan hakim demi mendapatkan vonis yang lebih ringan.
"Itulah mengapa di Persidangan banyak terdakwa pakai baju koko atau kemeja rapi," ujar Hilmi dalam keterangannya di aplikasi X @hilmi28 (25/12/2024).
Jika laki-laki memakai baju koko hingga peci, kata Hilmi, maka wanita seringkali mengenakan hijab untuk membungkus perbuatan tidak benarnya.
"Yang wanita juga kadang berhijab, bertutur kata santun di depan para hakim," cetusnya.
Ia juga menyebut bahwa terkadang terdakwa memainkan cerita emosional terkait kondisi keluarga mereka untuk memengaruhi putusan hakim.
*Syukur-syukur punya cerita melow tentang keluarganya. Wah bisa ringan sekali vonis mereka," tukasnya.
Lebih jauh, Hilmi menyinggung keberadaan mafia peradilan yang dianggapnya memperparah tatanan hukum di Indonesia.
"Belum lagi jika ada mafia peradilan, duh bisa makin rusak tatanan hukum di Indonesia jika hal seperti ini terus dibiarkan," tandasnya.
Hilmi bilang, hukuman ringan bagi koruptor menciptakan efek domino yang merugikan masyarakat luas.
Ia menekankan bahwa vonis ringan justru membuat korupsi semakin merajalela karena tidak memberikan efek jera.
"Pantaslah korupsi makin merajalela karena sama sekali tidak ada efek jera," kuncinya.
Sebelumnya diketahui, Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi, divonis enam tahun enam bulan penjara atas tindak pidana korupsi dan pencucian uang dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Perbuatan tersebut dilakukan dalam kurun waktu 2015–2022.
Majelis hakim memutuskan bahwa Harvey terbukti melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Serta Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.
Hakim menilai bahwa unsur perbuatan Harvey Moeis yang merugikan negara telah terpenuhi.
Ia dinyatakan berperan aktif dalam pengelolaan tata niaga timah yang menimbulkan kerugian luar biasa bagi keuangan negara.
Vonis ini menuai perhatian publik, mengingat kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp300 triliun, jumlah yang luar biasa besar untuk sebuah kasus korupsi.
Namun, vonis enam tahun enam bulan dianggap terlalu ringan oleh sejumlah pihak, yang mengharapkan hukuman yang lebih berat demi memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
(Muhsin/fajar)
Sentimen: negatif (100%)