Sentimen
Undefined (0%)
21 Des 2024 : 10.45
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Bogor, Sukoharjo

Partai Terkait
Tokoh Terkait

Eks Bupati Sukoharjo Dukung Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Ini Alasannya

21 Des 2024 : 10.45 Views 12

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Eks Bupati Sukoharjo Dukung Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Ini Alasannya

Esposin, SUKOHARJO – Mantan Bupati Sukoharjo periode 2000-2005 dan 2005-2010, Bambang Riyanto, mendukung wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) kembali melalui DPRD. Selain mahalnya biaya penyelenggaraan pilkada, dia menilai kalangan birokrasi acapkali menjadi korban politik saat bergulirnya hajatan demokrasi secara langsung.

Wacana pelaksanaan pilkada kembali melalui DPRD dilontarkan Presiden Prabowo Subianto yang menyinggung sistem politik di Tanah Air. Prabowo menilai penyelenggaraan pilkada secara langsung terlalu mahal dan tak efisien jika dibandingkan dengan negara tetangga.

Anggaran negara maupun biaya politik yang dihabiskan pasangan calon dalam pilkada langsung dinilai cukup tinggi. Karena itulah ia mewacanakan agar kepala daerah tidak dipilih secara langsung oleh rakyat melainkan oleh DPRD.

Hal itu disampaikan Prabowo dalam sambutannya di acara HUT Ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) malam. Prabowo mengatakan Indonesia tidak boleh malu mengakui kemungkinan sistem politik di Tanah Air terlalu mahal. 

Bambang Riyanto pun menanggapi wacana yang dilontarkan Presiden Prabowo tersebut.

“Saat terpilih menjadi bupati, saya mengalami dua sistem politik yang berbeda. Yakni, terpilih melalui DPRD dan terpilih melalui pilkada langsung. Jadi, saya benar-benar merasakan dinamika penerapan sistem politik tersebut. Kalau saya diperbolehkan memilih, saya lebih nyaman dipilih DPRD dibanding pilkada langsung yang dipilih rakyat,” kata dia, saat berbincang dengan wartawan di Sukoharjo, Sabtu (21/12/2024).

Dukungan Bambang terhadap wacana pelaksanaan pilkada kembali melalui DPRD bukan tanpa alasan. Tingginya biaya penyelenggaraan pilkada langsung menjadi salah satu faktor yang perlu dicermati semua pihak.

Anggaran negara yang digelontorkan untuk menyelenggarakan pilkada langsung mencapai puluhan miliar di satu daerah. “Saat pilkada serentak di Indonesia, berapa anggaran negara yang dihabiskan untuk membiayai bergulirnya tahapan pilkada. Lebih dari ratusan triliun rupiah,” ujar dia. 

Politikus Partai Gerindra Sukoharjo ini menjelaskan dana yang dikucurkan masing-masing pasangan calon dan koalisi partai politik (parpol) cukup besar selama masa tahapan pilkada. Dana itu digunakan untuk membiayai aktivitas sosialisasi dan kampanye serta membayar ribuan saksi saat pelaksanaan pemungutan suara.

“Contohnya saat Pilgub dan Pilbup, ada empat saksi di masing-masing tempat pemungutan suara (TPS). Jika honor saksi senilai Rp250.000 dikalikan empat saksi sehingga dana honor saksi Rp1 juta per TPS. Dikalikan misalnya ada 1.500 TPS. Dana yang dihabiskan untuk membayar saksi kurang lebih Rp1,5 miliar,” ujar dia.

Selain itu, pelaksanaan pilkada langsung acapkali memberi tekanan khusus bagi kalangan aparatur sipil negara (ASN). Mereka menjadi korban politik balas dendam lantaran berseberangan sikap politik dengan pasangan calon kepala daerah.

Padahal, ASN wajib menjunjung tinggi azas netralitas. “Kalangan ASN sering dimobilisasi, bahkan menjadi korban politik balas dendam. Sudah diincar dulu, mbiyen ngewangi aku ora. Mereka mendapat tekanan psikologis luar biasa saat bergulirnya pilkada langsung,” ujar dia.

Sentimen: neutral (0%)