Sentimen
Undefined (0%)
20 Des 2024 : 10.00
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Kediri, Solo

Kebijakan Bahan Bakar Dukung Percepatan Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia

20 Des 2024 : 10.00 Views 14

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Kebijakan Bahan Bakar Dukung Percepatan Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia

Esposin, SOLO - Penggunaan kendaraan konvensional yaitu kendaraan yang berbahan bakar fosil seperti solar, pertalite, premium, pertamax dan lain sebagainya dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan.

Dampak negatif itu meliputi polusi udara yang dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan, mengganggu konsentrasi dan ketergantungan pada sumber energi fosil yang jumlahnya terbatas. Karbon dioksida yang dihasilkan dari sisa pembakaran bahan bakar fosil menjadi salah satu penyumbang terbesar dari polusi udara yang dapat menyebabkan pemanasan global. 

Diketahui tren penggunaan kendaraan listrik mulai meningkat, namun jika dibandingkan dengan penggunaan kendaraan konvensional masih terdapat gap yang tinggi. Menurut survei oleh Gaikindo diketahui pangsa pasar mobil listrik masih di kisaran 2,7% dari total penjualan mobil nasional, begitu pula dengan pangsa pasar motor listrik yang masih sekitar 1,5% dari total penjualan motor didalam negeri.

Hal ini disebabkan oleh banyak faktor meliputi ketersediaan fasilitas perbaikan dan perawatan sampai bahan bakar listrik maupun baterai untuk kendaraan listrik. Hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia yang berkomitmen mencapat target Bebas Emisi Karbon (NZE) untuk mendukung satu dari ketujuh belas Sustainable Development Goals (SDGs) yang tentunya sudah diikuti dengan banyak kebijakan dari berbagai sektor pemerintahan, perusahaan, BUMN, maupun masyarakat. 

Kebijakan Kendaraan Listrik

Pihak pemerintah, BUMN, distributor kendaraan listrik dan stakeholder lainnya telah bersepakat untuk mewujudkan peningkatan kendaraan listrik di kalangan masyarakat dengan mengacu pada Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk mendukung produksi dan pemakaian kendaraan listrik di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah memberikan kebijakan berupa subsidi pembelian dan pajak kendaraan listrik sampai pembangunan infrastruktur Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Swapping Station dengan melibatkan para stakeholder untuk mewujudkannya.

Kebijakan Fluktuasi Harga BBM

Fluktuasi harga BBM sebagai bahan bakar utama kendaraan konvensional telah dirancang oleh pihak pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai faktor meliputi harga minyak dunia, nilai tukar rupiah terhadap dolar, subsidi pemerintah, kebijakan fiskal, tingkat inflasi dan daya beli masyarakat serta formula penyelesaian harga berkala. Kebijakan fluktuasi harga BMM bertujuan untuk menjaga stabilitas fiskal negara dengan mengurangi ketergantungan subsidi, memberikan harga yang lebih realistis sesuai harga pasar dan mendorong masyarakat beralih ke energi terbarukan dan mengurangi konsumsi fosil yang jumlahnya terbatas dan hasil pembakarannya menyebabkan polusi udara. 

Kebijakan ini terus dikaji oleh para stakeholder untuk merumuskan kebijakan yang sesuai bagi masyarakat dan keberlanjutan ekosistem. Sebagai contoh BBM Premium yang secara berkala mengalami fluktuasi harga dan pada ahirnya resmi dihapus sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM Nomor 245. K/MG.01/MEM. M/2022.
Kebijakan Kenaikan Harga Pertalite

Pertalite merupakan BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dibanding jenis BBM lainnya karena harganya yang terjangkau. Kebijakan kenaikan harga Pertalite yang telah digadang sejak Juni 2024 dapat menjadi momentum untuk mendukung PP No. 55 Tahun 2019. Meski demikian kebijakan tersebut diberlakukan secara berkala meliputi pemberian subsidi untuk pertalite dengan pembatasan, penetapan harga pertalite berdasarkan kemampuan daya beli, pengurangan secara bertahap terhadap BBM fosil, insentif bagi kendaraan listrik dan infrastrukturnya serta skema insentif bagi Industri Kendaraan Listrik. 

Kebijakan tersebut tentunya sudah melewati banyak pertimbangan dari berbagai stakeholder untuk mendapatkan hasil yang menyejahterakan masyarakat Indonesia dalam jangka pendek maupun panjang. Lalu, apakah kebijakan tersebut dinilai termasuk sebagai upaya untuk mendukung percepatan program kendaraan listrik atau sebaliknya merugikan masyarakat Indonesia karena sampai saat ini masih terdapat gap penggunaan kendaraan konvensional dan listrik ya tinggi.

Artikel ini ditulis oleh: 

Maya Revanola Zainida S.Pd., M.T.

Dosen Universitas Islam Kadiri Kediri

Alumni Program Studi Magister Teknik Industri Universitas Sebelas Maret

Sentimen: neutral (0%)