Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Ayam
Kab/Kota: Boyolali
Tokoh Terkait
Keluhkan Bau Limbah hingga Sumur Bor, Warga Kebonbimo Boyolali Datangi CV WBS
Espos.id
Jenis Media: Solopos
![Keluhkan Bau Limbah hingga Sumur Bor, Warga Kebonbimo Boyolali Datangi CV WBS](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2024/12/20241219173340-whatsapp-image-2024-12-19-at-132241.jpeg?quality=60)
Esposin, BOYOLALI -- Puluhan warga Desa Kebonbimo, Kecamatan/Kabupaten Boyolali mengeluhkan adanya bau tidak sedap yang berasal dari rumah pemotongan ayam (RPA) CV Wahana Berkah Sejahtera (WBS), Kamis (19/12/2024).
Mereka juga mengkhawatirkan sumur bor di RPA tersebut mengurangi debit air Umbul Tlatar yang menjadi destinasi wisata di desa tersebut.
Kedatangan warga di rumah potong ayam untuk mengecek sumur bor hingga pembuangan limbah pada Kamis.
Salah satu warga, Jumari Hasto Nugroho, menyampaikan warga mengeluhkan bau dari limbah RPA.
“Selama berdirinya RPA ini, dampak dari limbah bau itu sampai radius sekitar 1,5 kilometer ke timur [turun],” kata dia kepada wartawan ditemui di sekitar RPA, Kamis.
Ia menyampaikan bau limbah tercium sekitar pukul 00.00 WIB hingga pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB - 09.00 WIB.
Selanjutnya, hal yang dikeluhkan yaitu pengeboran sumur dalam di RPA. Warga mendengar kabar bahwa di dalam RPA terdapat sumur bor dengan jumlah yang berbeda-beda.
Kemudian, ia menjelaskan penggunaan air lewat sumur dalam dinilai mengganggu kelestarian Umbul Tlatar.
Bahkan Jumari mengatakan mata air di Umbul Tlatar menyusut sekitar 30% sejak lima bulan ini.
“Diindikasikan, tidak menuduh ya, dampak dari pengeboran sumur dalam. Kami baru mengira, menganalisis, bukan menyimpulkan akibat mata air menyusut karena pengeboran, bukan,” kata dia.
Ia menyebut ada sekitar 15 titik tanah yang dibeli beberapa perusahaan di Kebonbimo.
Ketika semua perusahaan berdiri, dikhawatirkan terjadi dampak luar biasa.
Jumari menghitung ketika minimal per perusahaan membangun dua sumur dalam, akan ada 30 sumur dalam.
"Perubahan zona dari kuning atau pergudangan dan perumahan menjadi kawasan industri, dikhawatirkan nanti kalau perusahaan berdiri di sini ngebor sumur dalam, nanti membuat mata air bisa berkurang atau bahkan macet," kata dia.
Ia berharap semua pihak bisa saling menjaga kelestarian alam karena air adalah hajat hidup orang banyak baik dari warga untuk diminum hingga mengairi sawah petani.
Pembinaan Intensif
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Boyolali, Suraji, menyampaikan pihaknya telah melakukan pembinaan intensif ke RPA WBS sejak sekitar dua bulan yang lalu.
“Sudah kami berikan surat resmi, mereka sedang optimalisasi pengolahan limbah,” kata dia.
Ia mengatakan DLH Boyolali juga sudah beberapa kali ke RPA dan menilai pengolahan limbah belum optimal dan masih ada bau.
Suraji juga mengamini masyarakat mengeluh akan hal tersebut.
Kemudian, ada investor serupa yang akan membuat usaha serupa di sebuah lahan yang berada di sisi timur.
“Perusahaan serupa itu yang mau membangun, sejak awal sudah ditolak sebenarnya, sejak pengadaan lahan. Pernah disampaikan ke kami, tapi kami tidak bisa mencampuri pengadaan lahan. Sehingga, kami membina intensif WBS, meskipun hasilnya belum optimal,” kata dia.
Suraji mengakui IPAL atau Instalasi Pengolahan Air Limbah di RPA tersebut belum optimal.
Namun perusahaan sanggup memperbaiki performanya.
Ia menyebut limbah terutama berasal dari pencucian jeroan atau organ dalam ayam dengan jumlah yang banyak.
“Pengolahannya secara urutan sudah sesuai, cuma karena volumenya besar sehingga efektivitas pengolahannya belum optimal,” kata dia.
Suraji menjelaskan persetujuan teknis pengolahan limbah dari perusahaan juga telah diajukan ke DLH Boyolali dan telah disetujui. Namun, tutur Suraji, harus ada Sertifikat Kelayakan Operasional (SLO) untuk memastikan bahwa instalasi pengolahan limbah berjalan dengan baik.
“Nah, itu SLO yang belum. Perusahaan baru berupaya, memang masih ada perbaikan,” kata dia.
Sudah Sosialisasi
Sementara itu, General Affair CV Wahana Berkah Sejahtera (WBS), Widiantoro, menyampaikan pihaknya telah melakukan sosialisasi sebelum pabrik berdiri, bahkan sebelum pembelian tanah.
“Bahwa kami akan membangun pabrik ini, nanti seperti ini, kami akan membuat sumur, walau saat itu kami tidak menyampaikan jumlahnya [sumur bor] karena kami tidak tahu perkembangan perusahaan seperti apa,” kata dia.
Ia mengakui ada isu bahwa perusahaannya memiliki tujuh sumur dalam, Widiantoro membantahnya dan mengatakan ada empat sumur bor.
Widiantoro mengakui bahwa belum semua bor memiliki izin karena ada perubahan regulasi.
Ia menceritakan peraturan awalnya yaitu membangun sumur sampai jadi baru izin.
Ia mengatakan peraturan berubah saat sumur dalam yang dibuat jadi. Sehingga, sumur dalam yang baru jadi menunggu regulasi jadi.
“Sumur yang terbangun terakhir sudah keluar izinnya. Jadi kami tidak sesuai yang diisukan dan lain-lain. Kami selalu mengikuti prosedur. Ada empat sumur, yang berizin satu, sisanya menunggu regulasi,” kata dia.
Soal debit Umbul Tlatar yang dinilai berkurang gegara pembuatan sumur bor, menurutnya, hal tersebut perlu acuan seperti satuan meter kubik dan sebagainya.
Ketika acuannya hanya ketinggian air, menurutnya ada dua hal yang memicu seperti penurunan debit atau pemakaian yang naik.
“Dalam mengebor sumur kami juga tidak asal-asalan. Kami juga mencari ahli di bidangnya. Ini nanti misal ngebor, pengaruh enggak sama sana. Oh ternyata enggak karena beda sumber. Kalau sumur kedalaman 100 meter itu mata air bawah tanah, kalau umbul bisa berpengaruh dari jumlah tumbuhan yang ada,” kata dia.
Selanjutnya, ia menceritakan RPA telah berdiri sejak 2022. Saat itu, perusahaan memiliki konsultan IPAL sebelum berdiri tapi dinilai gagal.
Kemudian, perusahaan ganti konsultan, ada perbaikan tapi tidak signifikan. Kemudian, kali ketiga mengganti konsultan sekitar September 2025.
Ia mengatakan pada konsultan ketiga ini, bau dan sebagainya sudah teratasi. Menjawab keluhan warga soal bau limbah, Widiantoro tak memungkiri hal tersebut.
Widiantoro memastikan perusahaannya tidak tinggal diam dengan limbah yang ditimbulkan, bahkan mengganti konsultan hingga tiga kali untuk menghilangkan bau dari limbah.
“Baru tiga bulan ini benar-benar hilang bau [limbah] itu,” kata dia.
Ia mengatakan perusahaan berusaha maksimal untuk mengatasi IPAL agar tidak mengganggu masyarakat. Widi mengatakan hal tersebut masih belum mencapai titik akhir usaha perusahaan.
“Konsultannya kan baru bekerja tiga bulan, itu belum ada apa-apanya bagi mereka. Kami juga mendapatkan pembinaan dari DLH, selalu kami ikuti, selalu kami padukan dengan konsultan,” kata dia.
Sentimen: neutral (0%)