Sentimen
Undefined (0%)
18 Des 2024 : 23.16
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Wonogiri

Kasus: HAM, korupsi

Termasuk PDIP, Parpol di Wonogiri Dukung Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD

18 Des 2024 : 23.16 Views 25

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Termasuk PDIP, Parpol di Wonogiri Dukung Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD

Esposin, WONOGIRI — Wacana perubahan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada) dari pemilihan secara langsung menjadi melalui DPRD disambut positif partai-partai politik atau parpol di Kabupaten Wonogiri. Tak terkecuali Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Biaya politik yang tinggi hingga timbulnya perpecahan sosial saat Pilkada langsung menjadi alasan mereka mendukung wacana yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto itu.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra Wonogiri, Suryo Suminto, mengatakan Pilkada lewat DPRD akan meminimalkan biaya politik yang selama ini sangat tinggi. Negara maupun peserta pemilihan tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi hanya untuk memilih pemimpin daerah. 

Pemilihan kepala daerah oleh DPRD tak akan menimbulkan ekses konflik sosial. Pada Pilkada langsung, kerap ditemui perpecahan warga akibat perbedaan pilihan calon kepala daerah. Bahkan kadang berujung kekerasan yang justru mencederai nilai-nilai demokrasi.

”Saya malah setuju kalau Pilkada itu lewat DPRD. Selama undang-undangnya jelas, saya pikir itu tidak akan menjadi masalah,” kata Suryo yang juga Wakil Ketua DPRD Wonogiri itu saat dihubungi Espos, Rabu (18/12/2024).

Hal senada disampaikan Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Wonogiri, Bondan Sejiwan Boma Aji. Menurutnya, tenaga dan biaya yang dikeluarkan saat pilkada langsung sangat tinggi.

Peserta pilkada atau calon kepala daerah kerap kali mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Biaya yang dikeluarkan untuk menang Pilkada itu tidak jarang melebihi pemasukannya sebagai kepala daerah.

Hak Politik Warga

Kondisi itu meningkatkan potensi kepala daerah menyelewengkan kekuasaan dengan cara korupsi. Hal itu dilakukan untuk menutup biaya politik yang telah dikeluarkan saat pemilihan kepala daerah.

Dia juga berpandangan Pilkada langsung membuat situasi di masyarakat terasa tegang. Antarpendukung pasangan calon kerap berseteru. Bondan tidak setuju jika pemilihan kepala daerah melalui DPRD disebut akan mengurangi hak politik setiap warga.

Sebab rakyat telah mengamanatkan suaranya pada wakil rakyat di lembaga legislatif. Artinya suara masyarakat itu tidak hilang, melainkan diwakilkan oleh anggota DPRD yang telah dipilih konstituen saat pemilihan legislatif.

Dia pun tidak khawatir jika Pilkada lewat DPRD pemenangnya hanya akan dimonopoli oleh partai pemenang. Sebab bisa saja antarpartai nonpemenang Pemilu bisa berkoalisi melawan calon kepala daerah yang diusung partai pemenang.

“Makanya masyarakat harus pintar saat memilih anggota DPRD agar mereka bisa memilih kepala daerah yang benar-benar berkualitas nantinya,” ujar dia.

Terpisah, Ketua DPC PDIP Wonogiri, Joko Sutopo, juga menyiratkan sepakat dengan pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Dia tidak sepakat dengan penilaian bahwa Pilkada lewat DPRD akan menurunkan kualitas demokrasi.

Pada kenyataannya, demokrasi yang berjalan saat ini dengan pemilihan langsung tidak bisa dikatakan berkualitas. Sebaliknya, Pilkada langsung yang sudah dijalankan sejak 2005 menghilangkan substansi demokrasi.

Masyarakat menjadi sangat pragmatis terhadap proses pemilihan. Banyak dari mereka yang memberikan hak suara karena politik uang. Calon kepala daerah juga seringkali memilih jalan pintas untuk menang dengan melakukan politik uang.

Tingkat Partisipasi Pemilih

Peristiwa yang sering terjadi itu malah merusak kualitas demokrasi. Di sisi lain, biaya tinggi yang dikeluarkan penyelenggara pilkada bisa digunakan untuk kebutuhan lain bagi kepentingan masyarakat.

Pria yang akrab disapa Jekek itu menjelaskan partisipasi masyarakat dalam Pilkada langsung tidak terlalu tinggi. Tingkat partisipasi masyarakat pada Pikada di banyak daerah tidak lebih dari 70%.  

Itu pun masih banyak suara yang rusak. Dengan kondisi itu, Pilkada langsung sebenarnya tidak terlalu melegitimasi pemenang pemilihan.

“Kita lihat, apakah daerah-daerah yang kepala daerahnya dipilih secara langsung oleh masyarakat itu ada kemajuan, ada perubahan signifikan? Tidak banyak. Kalau dikomparasikan, hanya beberapa daerah yang maju dari hasil Pilkada langsung,” jelas Jekek yang juga Bupati Wonogiri saat ditemui Espos di ruang kerjanya, Rabu sore.

Jekek mengemukakan pemilihan kepala daerah oleh DPRD justru akan memperbaiki kualitas demokrasi. Perubahan mekanisme pilkada akan lebih mudah mencegah terjadinya politik uang, suap-menyuap, dan timbulnya perpecahan masyarakat akibat perbedaan pilihan. Syaratnya harus ada revisi undang-undang.

Menurutnya, jika Pilkada lewat DPRD diterapkan, calon kepala daerah harus diberi impunitas. Mereka diberi kebebasan dan mendapat perlindungan saat ada anggota DPRD atau parpol yang meminta uang agar memberikan suara kepadanya. Mereka yang terbukti meminta suap dipecat dari anggota DPRD dan dihukum pidana.

”Dengan cara itu, anggota DPRD akan tiarap, tidak akan berani macam-macam, menjalankan politik transaksional. Pemilihan kepala daerah hanya berdasarkan visi misi calon. Mereka yang dicalonkan juga harus kader partai yang minimal sudah menjadi anggota partai selama lima tahun,” ujar dia.

Konsekuensi lainnya, undang-undang pemilihan legislatif juga harus diubah. Calon anggota legislatif juga harus minimal menjadi kader partai selama lima tahun. Pencatatan keanggotaan parpol dicatat Kementerian Hukum dan HAM, sehingga parpol tidak bisa memanipulasi. 

Selain itu, pemilihan legislatif perlu diubah menjadi proporsional tertutup. Konstituen hanya perlu memilih partai politik, bukan nama calon anggota legislatif. Cara itu akan meminimalkan transaksi politik uang yang dilakukan calon anggota DPRD. 

”Demokrasi kita ini sudah rusak secara sistematis. Makanya harus diperbaiki sistemnya, akarnya,” ungkap dia.

Sentimen: neutral (0%)