Sentimen
Undefined (0%)
18 Des 2024 : 18.34
Informasi Tambahan

Agama: Kristen

Kab/Kota: Semarang

Tokoh Terkait

Kisah Agus Sutikno, Pendeta Jalanan yang Membantu Anak Terlantar di Semarang

18 Des 2024 : 18.34 Views 4

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Kisah Agus Sutikno, Pendeta Jalanan yang Membantu Anak Terlantar di Semarang

Esposin, SEMARANG – Jika melihat Agus Sutikno, orang mungkin akan terkejut mengetahui bahwa ia adalah seorang pendeta. Dengan rambut gondrong dan tubuh penuh tato, tampaknya tidak ada yang menyangka bahwa pria ini adalah pemuka agama Kristen di Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI) Jawa Tengah (Jateng). Namun, cara Agus menyampaikan pesan-pesan Tuhan jauh dari konvensional.

Berbeda dengan pendeta pada umumnya yang berkhotbah di dalam gereja, Agus memilih untuk mengabdikan dirinya langsung di kawasan-kawasan kumuh. Ia bergaul dengan anak-anak jalanan, pekerja seks, transgender, serta orang-orang dengan HIV/AIDS di Kota Semarang. Dengan penampilannya yang tidak biasa, Agus sering dijuluki sebagai "Pendeta Jalanan" oleh masyarakat sekitar.

"Tato ini sudah ada sebelum saya mengenal Tuhan, bisa dibilang saat saya masih nakal-nakalnya. Sekarang, prinsip saya adalah jangan mati sebelum berguna. Apapun yang kamu percayai, hidupmu harus berguna untuk orang lain," ungkap Agus saat ditemui Espos di kediamannya, Rabu (18/12/2024). 

Memilih Kemuliaan Melalui Kemanusiaan

Agus sebenarnya tidak terlalu suka dipanggil sebagai pendeta. Baginya, ia lebih ingin dikenal sebagai seseorang yang menjalani kehidupan dengan sifat-sifat mulia yang dimiliki Tuhan, seperti welas asih. Agus percaya bahwa agama sering kali menjadi sumber konflik, dan ia memilih untuk menenangkan situasi dengan aksi-aksi kemanusiaan.

"Agama itu sumber konflik. Maka saya memilih untuk menengahinya dengan aksi kemanusiaan. Bagi saya, kemanusiaan di atas ritual agama," paparnya.

Mendirikan Yayasan untuk untuk Anak-Anak Terlantar

Pada tahun 2002, Agus pindah ke Kota Semarang dan sejak saat itu berkomitmen untuk mengabdikan diri kepada sesama. Pada tahun 2015, ia mendirikan Yayasan Hati Bagi Bangsa yang berlokasi di Kelurahan Lamper Lor, Kecamatan Semarang Selatan. Yayasan ini menerima anak-anak atau orang terlantar tanpa syarat.

Sejak pendirian yayasan tersebut, Agus telah menyekolahkan hampir 200 anak jalanan hingga perguruan tinggi. Menurutnya, pendidikan adalah hak bagi semua anak di Indonesia, dan ia bertekad untuk memberikan kesempatan itu meski tanpa bantuan pemerintah.

"Pendidikan adalah hak semua anak di Indonesia. Saya sudah menyekolahkan hampir 200 anak tanpa bantuan pemerintah. Penampilan bagi saya itu tidak penting, yang penting adalah kita bisa bermanfaat untuk orang lain," ujar Agus.

Kemanusiaan sebagai Ibadah

Bagi Agus, menjalani kehidupan dengan memberi manfaat kepada orang lain adalah bentuk ibadah yang sesungguhnya. Ia menekankan bahwa seorang pemuka agama harus memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan, tanpa memandang suku atau agama.

"Memberi makan orang kelaparan, merawat orang sakit, dan mengasuh anak-anak yang diinginkan orang tua mereka, bagi saya itu seperti ibadah," tegasnya.

Sentimen: neutral (0%)