Sentimen
Informasi Tambahan
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Boyolali
Kasus: Demam berdarah dengue
Kasus DBD di Wonosegoro dan Wonosamodro Tertinggi di Boyolali, 6 Meninggal Dunia
Espos.id
Jenis Media: Solopos
![Kasus DBD di Wonosegoro dan Wonosamodro Tertinggi di Boyolali, 6 Meninggal Dunia](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2024/12/20241216144316-whatsapp-image-2024-12-16-at-144003.jpeg?quality=60)
Esposin, BOYOLALI -- Dua kecamatan di Boyolali bagian utara yaitu Wonosegoro dan Wonosamodro menyumbang angka kematian terbanyak akibat demam berdarah dengue (DBD).
Masing-masing dari dua kecamatan tersebut menyumbang tiga angka kematian akibat DBD pada 2024 ini.
Kepala Dinkes Boyolali, Puji Astuti, menyampaikan total kasus DBD di Boyolali hingga Senin (16/12/2024) ada 940 kasus.
Terdiri atas 883 kasus demam berdarah dengue dan 57 demam shock syndrome (DSS).
Selanjutnya, ada 12 kasus kematian akibat DBD terdiri dari tiga laki-laki dan sembilan perempuan.
Penyebarannya terdiri dari Desa Bojong, Bolo, dan Guwo di Kecamatan Wonosegoro; lalu Desa Kalinanas, Gunungsari, dan Repaking di Wonosamodro; Desa Teras dan Gumukrejo di Kecamatan Teras; Desa Manjung, Kecamatan Sawit; Kelurahan Pulisen di Kecamatan Boyolali; Desa Trosobo Sambi; dan Desa Pusporenggo, Kecamatan Musuk.
“Kematian terbanyak ada tiga di Wonosegoro dan tiga di Wonosamodro. Penyebabnya bisa jadi karena mereka suka shopping dokter,” kata dia ditemui Espos di kantornya, Senin.
Ia menyebutkan yang dimaksud dengan shopping dokter yaitu suka pindah-pindah dokter saat periksa.
Bahkan, terkadang ada pasien yang tidak berkata jujur soal gejala panas dimulai.
Puji meminta masyarakat tidak perlu menutupi sejak kapan demam dimulai. Sehingga, dokter bisa melakukan penanganan yang tepat.
“Jadi ke dokter pertama bilang panas baru hari sekian, bilang ke dokter lain juga baru sekian. Padahal itu kan sudah rangkaian perjalanan DBD. Kalau seawal mungkin didiagnosa, kami bisa menolong lebih tepat. Biasanya hari kelima kelihatan panasnya turun, padahal itu masa-masa perdarahan,” kata dia.
Ia mengatakan kasus DBD terpantau belum ada penurunan karena faktor cuaca. Puji mengatakan antara musim hujan dan panas tidak terpaut lama.
Sebagai contoh terkadang sepekan hujan, lalu selanjutnya panas.
Puji mengatakan cuaca panas dan hujan secara bergantian dapat membuat jentik-jentik nyamuk hidup.
Yaitu, ketika nyamuk bertelur saat cuaca panas tapi tidak terguyur air, maka jentik tidak terbentuk.
Namun, kemudian diguyur hujan, telur akan berubah menjadi jentik.
“Populasi nyamuk di cuaca tak menentu ini menjadi luar biasa. Sedangkan kesadaran masyarakat untuk PHBS [Perilaku Hidup Bersih dan Sehat] itu masih kurang. Kami juga sudah mengadakan lomba bebas jentik, diharapkan bisa menjadi awal PHBS,” kata dia.
Ia juga meminta masyarakat juga mengecek pohon-pohon di sekitar rumah yang berpotensi menyimpan jentik nyamuk. Puji mencontohkan yaitu pohon pisang, di dalamnya terdapat cekungan yang bisa ditempeli jentik nyamuk.
Ia menyebut angka bebas jentik di Boyolali masih 83%. Menurutnya, angka tersebut masih belum baik. Target untuk angka bebas jentik baik yaitu di atas 95%.
Untuk meningkatkan angka bebas jentik, Puji mengatakan Dinkes Boyolali selalu melibatkan instansi terkait dan masyarakat untuk memberantas jentik nyamuk.
Ia mencontohkan ada program satu rumah ada satu kader pemantau jentik nyamuk.
“Harapannya masyarakat bisa meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat [PHBS]. Memberikan abate ke bak air, abate-nya langsung disebar saja, tidak apa-apa, atau juga bisa menaruh ikan pemakan jentik di tempat penampungan air,” kata Puji.
Data Dinkes Boyolali mencatat pada Januari 2024 tercatat 77 kasus dengan dua orang meninggal, Februari ada 87 kasus dengan satu meninggal, Maret ada 156 kasus dengan empat meninggal, April ada 144 kasus, Mei 130 kasus, Juni 79 kasus dan satu meninggal, Juli 66 kasus dengan dua meninggal.
Kemudian, Agustus ada 53 kasus, September ada 53 kasus, Oktober ada 66 kasus DBD, November 60 kasus dengan dua meninggal, dan Desember tercatat sampai Senin ini ada 17 kasus.
Lalu, sebaran kasus di Kecamatan Selo yaitu dua, Ampel ada 43 kasus, Cepogo ada 80 kasus, Musuk 39 kasus dengan 1 meninggal, Boyolali I ada 21 kasus dengan 1 meninggal, Boyolali II ada 79 kasus, Mojosongo ada 18 kasus.
Lalu, Teras 91 kasus dengan 2 meninggal, Sawit 24 kasus dengan 1 meninggal, Banyudono I ada 30 kasus, Banyudono II ada 8 kasus, Sambi ada 103 kasus dengan 1 meninggal, Ngemplak ada 63 kasus, Nogosari ada 15 kasus, Simo ada 38 kasus, Karanggede ada 49 kasus, Klego I ada 8 kasus, Klego II ada 19 kasus.
Kemudian ada Andong dengan 59 kasus, Kemusu ada 63 kasus, Wonosegoro ada 8 kasus dengan 3 meninggal, Juwangi ada 52 kasus, Gladagsari ada 7 kasus, Tamansari ada 8 kasus, dan Wonosamodro dengan 13 kasus dengan tiga kematian akibat DBD.
Sentimen: neutral (0%)