Sentimen
Negatif (66%)
14 Des 2024 : 21.03
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Seoul, Washington

Partai Terkait

Keras Kepala Si Paling Merasa Benar, Cerita di Balik Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol - Halaman all

14 Des 2024 : 21.03 Views 4

Tribunnews.com Tribunnews.com Jenis Media: Internasional

Keras Kepala Si Paling Merasa Benar, Cerita di Balik Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol - Halaman all

Keras Kepala Si Paling Merasa Benar, Cerita di Balik Pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol

TRIBUNNEWS.COM - Parlemen Korea Selatan telah memilih untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk Yeol atas upayanya yang berumur pendek untuk memberlakukan darurat militer awal Desember ini.

Pada Sabtu (14/12/2024), Majelis Nasional negara itu memberikan suara 204 berbanding 85 untuk memakzulkan Yoon dan menangguhkan kekuasaan dan tugasnya, Associated Press melaporkan.

Usulan tersebut membutuhkan dukungan dari dua pertiga anggota parlemen untuk meloloskannya.

Setidaknya 200.000 orang telah berkumpul di luar parlemen untuk mendukung pemecatan presiden, menurut AFP.

Yoon sempat selamat dari pemungutan suara pemakzulan pertama Sabtu pekan lalu setelah sebagian besar Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa memboikotnya.

Presiden mengeluarkan dekrit darurat militer pada tanggal 3 Desember, yang menyebabkan kekacauan politik di seluruh negeri.

Dekrit itu hanya berlangsung selama enam jam karena parlemen negara itu memberikan suara untuk memblokir dekrit tersebut.

Mahkamah Konstitusi Korea Selatan memiliki waktu 180 hari untuk memutuskan apakah akan memberhentikan Yoon sebagai presiden atau mengembalikan kekuasaannya.

Jika ia dipaksa keluar, pemilihan umum untuk memilih penggantinya harus diadakan dalam waktu 60 hari.

Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berpidato di Seoul awal minggu Desember 2024. Parlemen Korea Selatan telah memberikan suara untuk memakzulkan Yoon atas upayanya memberlakukan darurat militer awal bulan ini. Keras Kepala, Merasa Benar Keluarkan Dekrit

Sempat lolos dari pemakzulan setelah insiden dekrit militer, Yoon akhirnya tumbang betulan. Apa sebab?

Sikap penolakan Yoon untuk mengundurkan diri dan kekerasan kepalanya kalau dia benar dalam mengumumkan darurat militer justru menjadi bumerang.

Sikap itu malah meyakinkan beberapa anggota parlemen dari partainya sendiri untuk menyeberang dan memenuhi mayoritas dua pertiga, atau 200 suara, yang dibutuhkan untuk menggulingkannya, The Washington Post melaporkan.

Sebagai informasi Yoon membenarkan deklarasi darurat militer sebagai langkah untuk menggagalkan kegiatan "anti-negara" oleh partai oposisi yang mengendalikan Majelis Nasional.

Ia mengirim ratusan tentara dan polisi ke parlemen dalam upaya untuk memblokir pemungutan suara atas dekrit tersebut.

 Ia mengatakan pada Kamis pekan ini kalau keputusannya merupakan tindakan konstitusional pemerintahan.

Alih-alih melembut, dia malah menuduh Partai Demokrat, partai oposisi liberal utama , sebagai "monster" yang telah mencoba untuk memakzulkan pejabat dan melemahkan rancangan anggaran pemerintah.

Seorang pria melihat dari balik garis polisi di luar Majelis Nasional di Seoul pada tanggal 4 Desember 2024, setelah Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengumumkan darurat militer. - Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada tanggal 3 Desember mengumumkan darurat militer, dengan mengatakan bahwa langkah tersebut diperlukan untuk melindungi negara dari "kekuatan komunis" di tengah pertikaian parlemen mengenai rancangan undang-undang anggaran. (Photo by ANTHONY WALLACE / AFP) (AFP/ANTHONY WALLACE) Efek Pergolakan Bagi Seoul

"Demokrasi Korea telah berhasil melewati situasi sulit, dan negara demokrasi lain dengan bentuk pemerintahan presidensial harus mengambil pelajaran dari kejadian ini," kata Tom Pepinsky, profesor pemerintahan dan kebijakan publik di Universitas Cornell.

"Upaya Presiden Yoon untuk mengumumkan darurat militer menunjukkan rapuhnya supremasi hukum di masyarakat yang terpecah, terutama masyarakat dengan pemerintahan presidensial di mana kepala eksekutif tidak dapat dengan mudah diberhentikan oleh badan legislatif," katanya kepada Newsweek .

Pepinsky mengatakan beruntungnya, deklarasi darurat militer ditentang dengan tegas oleh Majelis Nasional negara itu, serta media, masyarakat sipil, dan anggota militer yang memilih tidak menggunakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa dan anggota parlemen.

"Yang terpenting, tidak ada satu pun anggota partai Presiden Yoon yang bersedia membela tindakannya di depan umum, juga tidak ada satu pun yang memberikan suara untuk membela pernyataan darurat militernya," tambahnya.

Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjabat sebagai presiden sementara saat Korea Selatan memasuki masa ketidakpastian.

Perdana Menteri Han Duck-soo akan menjabat sebagai presiden sementara saat Korea Selatan memasuki keadaan ketidakpastian sementara Mahkamah Konstitusi memutuskan tuduhan tersebut pada saat yang sama dengan transisi presiden di Amerika Serikat.

Washington Post mengatakan kekosongan kekuasaan dapat membahayakan kemampuan Seoul untuk menanggapi kemungkinan perubahan dalam kebijakan perdagangan, mengingat ancaman Presiden terpilih Donald Trump untuk meminta tarif yang lebih tinggi dan saran bahwa Korea Selatan harus membayar jumlah yang tinggi untuk 30.000 tentara Amerika di semenanjung.

Rachel Beatty Riedl, direktur Pusat Demokrasi Global Universitas Cornell mengatakan pergolakan politik Korea Selatan mungkin memiliki konsekuensi signifikan bagi penyelarasan geostrategis yang lebih luas.

"Sekutu global yang melihat Korea Selatan sebagai mitra demokrasi yang kuat di bawah rezim Yoon akan menilai ketahanan demokrasi warga negaranya, partai politik, dan pengawasan kelembagaan sambil menunggu masa transisi ketidakpastian kebijakan luar negeri yang akan menyertai perubahan kepemimpinan," katanya kepada Newsweek .

"Perlawanan demokrasi Korea Selatan memperkuat premis global bahwa demokrasi mampu menyingkirkan pemimpin yang berupaya merebut kekuasaan melalui kekerasan, dan meminta pertanggungjawaban elite politik atas kinerjanya," katanya.

(oln/afp/nw/wp/*)

Sentimen: negatif (66.3%)