Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Balekambang, bandung, Pekanbaru, Solo
Kasus: Kemacetan
Pantas Solo Jadi Kota Terbaik untuk Habiskan Masa Tua, Ternyata Ini Alasannya
Espos.id Jenis Media: Solopos
Esposin, SOLO–Solo digadang-gadang menjadi salah satu kota favorit di Indonesia untuk menghabiskan masa tua hingga menjalani praktik hidup lambat atau slow living. Kota Bengawan dianggap merepresentasikan kota layak huni karena memiliki lingkungan yang sehat, aman, berinfrastruktur memadai, dan berbiaya hidup murah.
Sebagai informasi, Kota Solo yang luasnya hanya 46,72 km persegi belum lama ini dinobatkan oleh Kompas dan Goodstat sebagai kota pilihan pertama masyarakat Indonesia untuk menghabiskan masa tua atau pensiun. Selain itu, Solo menjadi salah satu kota yang ideal untuk menjalankan praktik slow living.
Salah satu warga ng memutuskan menghabiskan masa pensiunnya di Solo adalah Suyanto, 64. Pensiunan pegawai negeri sipil TNI AD ini mengatakan menemukan ketenangan dan kenyamanan tersendiri selama tinggal di Solo dibandingkan kota-kota lain yang pernah ia tinggali.
Pria yang tinggal di Kelurahan Timuran, Banjarsari, Solo, itu menyebut sebelum tinggal di Solo dirinya pernah dinas dan tinggal cukup lama di beberapa kota besar di Indonesia, seperti Bandung, Jakarta, Medan, dan Pekanbaru.
Suyanto merasa beruntung bisa tinggal kembali di kota kelahirannya tersebut setelah sekian lama berada di luar daerah.
“Saya sebetulnya asli Solo, hanya saja karena tugas cukup lama pindah-pindah daerah. Baru kemudian sekitar tahun 2000-an dapat penempatan di sini dan akhirnya kerasan sampai sekarang,” kata dia kepada Espos, Rabu (11/12/2024).
Selain faktor personal berupa keinginan untuk balik kampung, Dia menyebut ada banyak alasan yang membuat Solo menjadi pilihan yang pas untuk menghabiskan masa senjanya dibandingkan kota lain. Alasan pertama, menurutnya Solo relatif jauh dari bencana seperti tanah longsor, tsunami, gempa, atau bencana lain sehingga dia merasa lebih aman.
Alasan kedua, Solo dia anggap seperti kota yang hidup 24 jam nonstop. Sehingga saat membutuhkan apa saja dengan mudah mendapatkannya.
“Bagi orang yang sudah tua ini, dengan banyaknya kuliner, hiburan, dan UMKM yang bisa ditemukan hingga sudut-sudut kota bahkan hingga level kelurahan mulai pagi, siang, dan malam ini sangat membantu. Artinya butuh apa-apa dekat dan mudah. Dan yang paling penting harganya miring-miring,” jelas dia.
Alasan berikutnya Solo memiliki topografi wilayah yang datar sehingga lebih nyaman digunakan warga lansia untuk beraktivitas. Terakhir adalah tersedianya infrastruktur yang lengkap dan pelayanan publik optimal dan memudahkan masyarakat.
“Kalau fase-fase saya itu yang dibutuhkankan adalah hidup tenang, badan sehat, tidak banyak pikiran, dan mau kemana-mana juga mudah. Dan menurut saya Solo bisa mencukupi itu. Ditambah secara sosial masyarakat juga punya iklim yang bagus,” pungkas pensiunan tersebut.
Secara terpisah, Pengamat Tata Ruang dan Tata Kota Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Murtanti Jani Rahayu mengatakan Solo secara tata ruang dan tata kota memang mendukung sebagai lokasi untuk menikmati masa tua maupun menjalani praktik hidup lambat.
Menurutnya, Solo memiliki jalanan kota yang relatif teratur sehingga ramah bagi pengendara motor, mobil, hingga pejalan kaki.
“Bila akhir-akhir ini terjadi macet memang iya dan sedikit mengganggu kenyamanan. Tapi itu hanya terjadi di waktu-waktu tertentu dan secara harian masih lumayan nyaman jika dibandingkan kota-kota lainnya,” kata dia kepada Espos, Kamis (12/12/2024).
Selain itu, menurutnya, daya tarik Solo adalah adanya ruang publik yang banyak dan nyaman. Ruang publik yang ada seperti Manahan, Balekambang dan lainnya itu bisa terus mendukung “kewarasan” masyarakat setelah penat bekerja atau menjalani aktivitas lainnya.
Kemudian transportasi publik di Solo, kata dia, juga bisa diandalkan dengan adanya BST maupun feeder dengan jangkauan rute yang cukup banyak. Adanya transportasi publik yang nyaman dan terjangkau akan menunjang kenyamanan sebuah kota.
“Terakhir kota ini juga punya banyak pasar tradisional, selain berperan sebagai ruang untuk mendapatkan kebutuhan pangan, lebih dari itu pasar tradisional adalah ruang interaksi sosial masyarakat,” terang dia.
Sementara itu, Sosiolog UNS Solo Akhmad Ramdhon mengungkapkan tren slow living maupun kebutuhan untuk menemukan ketenangan di masa tua merupakan respons balik atas budaya kota yang identik dengan keserbacepatan, mulai dari transportasi, pekerjaan dan lain-lain. Sehingga menimbulkan efek jenuh, capek, dan rasa terburu-buru.
“Suasana akumulasi kota yang menuntut semua serba cepat dan cenderung instan jadi ketidaknyamanan bagi beberapa orang atau dehumanisasi,” kata dia kepada Espos, Rabu.
Menurut Ramdhon, Solo dalam konteks kota yang modern namun mempunyai cita rasa budaya atau tradisi yang kuat sehingga relevan untuk dijadikan titik menjalankan slow living maupun menghabiskan masa pensiun.
Jarak yang mudah dijangkau, kemacetan yang minim, moda transportasi bisa diakses, rangkaian event jadi hiburan hingga makanan enak nan terjangkau menjadi daya dukung untuk menghabiskan hari tua. Dan bagi style slow living tentu saja sangat aplikatif.
Sentimen: neutral (0%)