Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: bandung, Denpasar, Semarang, Solo
Belum Optimal, Implementasi Kota Cerdas Pangan di Solo Terganjal Sejumlah Hal
Espos.id
Jenis Media: Solopos
![Belum Optimal, Implementasi Kota Cerdas Pangan di Solo Terganjal Sejumlah Hal](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2024/12/20241212185514-whatsapp-image-2024-12-12-at-185348-921766a3.jpg?quality=60)
Esposin, SOLO -- Upaya-upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo untuk mewujudkan Kota Cerdas Pangan atau Food Smart City dinilai belum optimal. Persoalan koordinasi, ego sektoral, hingga belum adanya kepastian hukum menjadi ganjalan yang harus segera dirampungkan.
Hal itu dibahas dalam diskusi dan konferensi pers bertajuk Sustainable Planet for Sustainable Living yang diselenggarakan Gita Pertiwi di Hotel Dana Solo, pada Kamis (12/12/2024).
Sebagai informasi, Solo menjadi salah satu dari dua kota di Indonesia yang menandatangani Pakta Milan pada November 2020. Pakta atau perjanjian tersebut intinya adalah komitmen untuk mewujudkan sistem pangan berkelanjutan yang inklusif, tangguh, aman, dan beragam bagi setiap kota.
Pakta Milan tersebut memiliki enam pilar utama, yakni tata kelola, pola makan dan gizi berkelanjutan, keadilan sosial dan ekonomi, produksi pangan, pasokan dan distribusi pangan, serta sampah pangan.
Direktur Program Gita Pertiwi Titik Eka Sasanti menilai belum optimalnya pelaksanaan Kota Cerdas Pangan di Solo dikarenakan dalam roadmap yang telah disusun belum spesifik menentukan target-target yang akan dicapai. Target tersebut masih bersifat kualitatif, namun belum ada target kuantitatif.
“Misalnya di Solo ini kan persoalan yang cukup menonjol adalah pengelolaan sampah pangan atau pangan berlebih. Itu belum spesifik mencanangkan target dari berapa ton per tahun misalnya ke berapa ton tahun mendatang,” kata dia.
Berikutnya, dia juga menyoroti tahapan-tahapan yang dibuat masih terlalu umum dan belum konkret. Dia juga menyinggung soal susunan struktur Komite Cerdas Pangan di Solo yang terlalu gemuk dan tidak memiliki kejelasan peran masing-masing sehingga perlu adanya revisi dan perampingan.
Jadi Rujukan Kota Lain
Meski pelaksanaan Kota Cerdas Pangan di Solo belum sempurna, Titik menilai sejauh ini Kota Solo masih jadi contoh Kota Cerdas Pangan lainnya di Indonesia, seperti Bandung, Semarang, dan Denpasar. Menurut dia, salah satu kekuatan Solo saat ini adalah food sharing dan program kantin sehat.
Program food sharing yang telah berjalan di Solo sudah berkontribusi mengurangi potensi sampah pangan atau pangan berlebih sebanyak 1 ton per harinya. Sedangkan, untuk program kantin sehat yang dijalankan Pemkot Solo pada 3 Desember lalu diganjar penghargaan oleh Milan Pact Award (MPA) pada Selasa (3/12/2024).
“Meski belum sempurna, kota-kota lainnya itu rujukannya ke Solo. Rata-rata kota lainnya itu hanya sebatas tanda tangan Pakta Milan namun tidak tahu apa yang akan dilakukan ke depan,” terang dia.
Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam Bappeda Solo Sultan Nadjamuddin mengatakan Pemkot Solo sudah memiliki roadmap Kota Cerdas Pangan. Berdasarkan roadmap yang dibuat, kata dia, beberapa program sudah berjalan hanya saja berjalannya masih auto pilot.
“Beberapa program di roadmap 2024-2026: Penerapan pengelolaan sistem pangan perkotaan dan pengelolaan limbah pangan, sudah berjalan beberapa. Tapi jujur jalannya itu masih ‘auto pilot’ ya karena beruntung masih ada Gita Pertiwi dan komponen lain yang sengkuyung,” terang dia.
Sultan menilai kendala pertama belum maksimalnya implementasi roadmap Kota Cerdas Pangan yang telah dirancang adalah pada sulitnya koordinasi lintas sektor atau OPD. Menurut Sultan, masih ada ego sektoral dan belum memiliki visi misi sama soal kebijakan pangan.
“Kadang-kadang OPD itu kurang paham masalah yang dihadapi, karena mereka hanya fokus pada kepentingan masing-masing, istilahnya kacamata kuda. Maka jika seperti ini kuncinya di pimpinan, mau komitmen tidak agar tiap instansi ini punya visi dan misi sama soal kebijakan pangan,” jelas dia.
Keterlibatan NGO
Kedua, lanjut dia, masih minimnya keterlibatan organisasi nonpemerintah atau NGO. Maka dia berharap ada lebih banyak NGO yang terlibat dalam mewujudkan Kota Cerdas Pangan di Solo.
Kendala ketiga, menurut Sultan, Solo belum memiliki lembaga khusus resmi yang mengurusi soal penanganan sampah pangan atau pangan berlebih. Padahal potensi pangan berlebih di Solo besar namun tidak ada pihak yang mengelola kemudian menyalurkannya.
“Sebagai contoh dulu pernah ada frozen food satu ton yang bisa dibagikan tapi karena kita tidak ada armada yang mengangkut. Lalu ada lagi ada 12.000 vitamin bagi ibu hamil di Solo tapi karena tidak ada dan tidak ada lembaga yang bertanggung jawab menyalurkan maka ya tidak bisa,” kata dia.
Terakhir, lanjut dia, Solo belum memiliki kepastian hukum soal Kota Cerdas Pangan terutama dalam hal pengelolaan pangan berlebih. Padahal menurutnya dengan adanya dasar hukum akan memberikan kepercayaan pihak pemberi kepada penerima untuk mengelola pangan berlebihnya dengan baik.
Sementara itu, pengurus TPS 3R Mojo Makmur, Solo, Dwi Cahyo mengatakan koordinasi dengan OPD terkait, dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup, belum baik. Dia menjelaskan operasional TPS yang dikelolanya untuk menghasilkan pupuk kompos dan ternak maggot terkendala bahan baku sampah daun dan sampah pangan yang minim.
Dia berharap ada sistem dan yang baik dalam penanganan sampah di Solo, baik itu sampah organik maupun sampah pangan yang bisa dia kelola secara lebih maksimal. “Ya sebetulnya kami sudah mencoba berkoordinasi dengan DLH agar sampah-sampah daun pemangkasan pohon itu disetor ke kami, tapi malah kaya diping-pong. lempar sana-lempar sini,” kata dia.
Sentimen: neutral (0%)