Sentimen
Undefined (0%)
11 Des 2024 : 19.52
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Solo, Sragen, Tegal

Diduga Tidak Berizin, Pembangunan Pabrik Tekstil di Plumbon Sragen Diprotes

11 Des 2024 : 19.52 Views 68

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Diduga Tidak Berizin, Pembangunan Pabrik Tekstil di Plumbon Sragen Diprotes

Esposin, SOLO-Puluhan warga Tegal Arum, Desa Plumbon, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen yang tergabung dalam Forum Warga Plumbon Bersatu (Forsa) menggelar aksi protes terhadap pembangunan pabrik yang ada di sekitar rumah mereka, Selasa (10/12/2024) siang.

Mereka menolak pembangunan pabrik yang menurut mereka belum mendapatkan izin pembangunan dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sragen. Selain itu, ada beberapa tuntutan lainnya yang mereka berharap dapat dituruti oleh pihak kontraktor pelaksana pembangunan dan perusahaan pemilik pabrik tersebut.

Mereka menggelar aksi protes tersebut saat hujan mengguyur wilayah tersebut. Mereka memasangkan dua poster besar yang berisi tulisan: “Forum Warga Plumbon Bersatu: ‘Kami Menolak Kegiatan Proyek Sebelum Ijin Resmi Diterbitkan’,” dan “Forum Warga Plumbon Bersatu: ‘Hormati dan Lindungi Hak-Hak Warga Terdampak dan Pekerja Proyek’,”.

Saat ditemui di lokasi, salah seorang warga Tegal Arum, Sragen, sekaligus koordinator aksi, Radi, 65, menyampaikan bahwa aksi siang itu adalah yang kedua kalinya mereka gelar.

“Kami menolak pembangunan pabrik yang akan digunakan produksi garmen itu karena izin resmi belum terbit,” kata Radi, Selasa (10/12/2024).

Karena itu, lanjut Radi, pihaknya menyangsikan adanya beberapa dampak buruk dari berbagai sisi, seperti kesehatan, ekologi, ekonomi, hingga ketertiban masyarakat setempat.

“Hingga saat ini belum ada izin yang terbit, artinya kajian amdal pun belum ada. Dampak bagi kesehatan sebenarnya sudah muncul dan bisa dilihat di jalanan, kalau musim hujan jalan jadi licin sementara saat musim panas jalanan jadi berdebu,” tambahnya sembari menunjukkan surat yang diterbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sragen, bernomor 500.16.7.1/1244/18/2024, tertanggal 14 Agustus 2024.

Dalam surat tersebut tercantum perusahaan terkait belum boleh melakukan aktivitas pembangunan mengingat kemungkinan banyaknya dampak dari kegiatan perusahaan garmen. Adapun kegiatan yang diperbolehkan yakni pengadaan tanah.

Dalam surat tersebut juga tertulis bahwa perusahaan terkait  baru memiliki Nomor Izin Berusaha (NIB) dan Konfirmasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan belum memiliki persetujuan lingkungan.

Selain itu, terkait kompensasi warga terdampak proyek pembangunan juga menjadi alasan mereka melakukan aksi. Radi menerangkan bahwa sejak dimulainya proyek pada Juli 2024 lalu hingga saat ini kompensasi yang dijanjikan oleh pihak proyek juga belum dibagi ke setidaknya ada 60 kepala keluarga yang berada di area tersebut.

“Awalnya mereka menjanjikan bakal memberi kompensasi sebesar Rp332 juta kepada 60 kepala keluarga di ring 1 [terdampak langsung] dan itu didasarkan kepada pembebasan tanah, penggunaan jalan, dan sebagainya. Namun, tiap tiba waktunya pembayaran selalu diulur oleh panitia pelaksana proyek,” kata dia.

Karena itu, dengan tidak adanya ijin diterbitkan serta ketidakjelasan terhadap kompensasi yang sudah disepakati sedari awal, para warga tersebut menjadi was-was dengan proyek pembangunan pabrik tersebut.

“Mereka melanggar dengan membangun tanpa izin selain itu kompensasi tidak ada kejelasan bagi kami warga terdampak, artinya ada yang tidak beres,” kata Radi.

Saat ditanya apakah sebelumnya pihaknya telah mengupayakan cara lain untuk memprotes pembangunan tersebut ke perusahaan terkait, Radi menjawab bahwa pihaknya selalu tidak bisa jika hendak menggelar audiensi dengan pihak perusahaan. “Karena sistem yang mereka berlakukan itu melalui pihak ketiga dalam hal ini panitia pelaksana pembangunan yang isinya sebenarnya juga warga sekitar sini,” tambahnya.

Sehingga dengan diteruskannya proyek pembangunan ini, mereka khawatir akan terjadi saling curiga antar sesama warga sekitar. “Kami berupaya untuk kejelasan ijin sehingga kami tahu dampaknya lebih jauh terhadap kami yang selama ini belum pernah disampaikan ke kami, selain itu juga kejelasan terhadap kompensasi yang sudah disepakati dari awal,” pungkasnya.

Pantauan Espos di lokasi, tampak lahan yang luasnya lebih kurang 10 hektare itu sudah dipersiapkan untuk pembangunan lebih lanjut. Tak hanya itu beberapa tiang penyangga bangunan juga tampak telah berdiri. Di sekitarnya terdapat beberapa alat berat proyek serta kantor pelaksana proyek.

Salah satu panitia penghubung, Ari Yuwono menanyakan maksud para warga tersebut memprotes proses pembangunan pabrik tersebut. “Saya enggak tahu itu [kelompok warga yang memprotes] siapa saja, karena  tidak ada pemberitahuan atau sosialisasi ke warga secara umum untuk melakukan aksi  penolakan apa pun, mungkin bisa cek ke pemerintah desa baik Lurah atau RT. Karena tidak ada sosialisasi itu saya anggap sebagai oknum saja,” kata Ari saat dihubungi Espos pada Rabu (11/12/2024).

Lebih lanjut, para warga yang memprotes pembangunan tersebut, menurut dia hanya untuk mencari kompensasi dari perusahaan yang nilainya, lanjut dia, tidak masuk akal.

Ari juga menyampaikan bahwa bagi masyarakat yang ingin menuntut kompensasi lebih besar dari yang diupayakan oleh tim panitia penghubung itu agar memintanya langsung kepada perusahaan. “Kami hanya mengupayakan kompensasi atau kepentingan secara kolektif bukan mandiri, dan mandiri itu kami tidak tahu apa-apa,” tambahnya.

Ada dua warga, kata dia, yang mengupayakan meminta kompensasi kepada perusahaan secara mandiri. “Dan itu drafnya sudah sampai ke perusahaan. Setelah itu kami tidak tanggung jawab karena sifatnya pribadi. Dan kami tetap menghormati pilihan tersebut,” kata dia saat ditanya perihal tuntutan agar panitia tidak menghalangi upaya warga untuk audiensi langsung dengan perusahaan.

Sementara itu, saat ditanya perihal perizinan pelaksanaan pembangunan, Ari menjawab, bahwa hal itu bukan kewenangan dari tim panitia penghubung. “Kalau menurut saya surat itu juga sudah sangat jelas ada waktu kapan diterbitkan apakah sudah ada tindak lanjut atau belum selama rentang waktu berjalan ini bisa dicek ke pihak terkait. Kan jelas dalam surat itu ditujukan kepada siapa dan kewenangan siapa dalam menanganinya,” bebernya.

Sementara itu, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sragen, Dwi Agus Prasetyo,  menyampaikan bahwa proyek tersebut baru memiliki surat konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR).

“Untuk proses perizinan itu kan bertahap. Dan untuk perusahaan tersebut saat ini baru yang dimiliki itu baru KKPR yang dikeluarkan oleh BKPM [Badan Koordinasi Penanaman Modal],” kata Dwi saat dihubungi Espos pada Rabu (11/12/2024).

Seharusnya, lanjut dia, masih ada beberapa syarat yang harus dipenuhi perusahaan tersebut, seperti Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) setelah itu Persetujuan Bangunan Gedung yang diterbitkan oleh DPMPTSP Sragen. “Kalau sudah memiliki tiga izin tersebut baru bisa melakukan pembangunan. Saat ini pembangunan tersebut telah kami minta untuk berhenti sementara hingga tiga syarat itu terpenuhi,” tambahnya.

Sementara saat ditanya apakah akan ada tindakan tegas karena pembangunan terus berlanjut sebelum adanya ketiga syarat tersebut, Dwi menjelaskan bahwa pihaknya terus berkomunikasi dengan perusahaan agar segera menyelesaikan perizinan yang telah disebutkan.

“Sehingga tidak perlu ada tindakan berlebihan. Karena memang itu adalah syarat formal dan kami berharap mereka melakukan pemenuhan tersebut karena kami juga memfasilitasi itu baru kemudian mereka boleh melanjutkan pembangunan,” bebernya.

 

Sentimen: neutral (0%)