Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Kasus: pembunuhan, Teroris
Tokoh Terkait
Milisi Suriah HTS Pastikan Tak Terkait Al Qaeda: Kami Benci Kekerasan
CNNindonesia.com Jenis Media: Internasional
Jakarta, CNN Indonesia --
Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Abu Mohammed al-Julani memastikan kelompoknya tak terkait dengan Al Qaeda dan ISIS meski pernah menjalin hubungan dengan kedua kelompok ekstremis tersebut.
HTS merupakan milisi Suriah yang memimpin pemberontakan dan berhasil menggulingkan rezim Presiden Bashar Al-Assad dalam 11 hari pertempuran. Dalam wawancara eksklusif dengan CNN, al-Julani mengatakan HTS merupakan kelompok yang menjunjung tinggi persatuan dan antikekerasan.
Ia menuturkan meski dirinya sempat terlibat dengan Al Qaeda dan ISIS selama berada di Irak dahulu, namun hal itu semata-mata karena ingin membantu rakyat Irak bukan karena ingin melakukan kekerasan.
"Situasi ini harus dipahami dalam konteks sejarahnya. Terjadi perang besar di Irak yang sangat menggugah emosi masyarakat, mendorong banyak orang untuk pergi ke sana," ucapnya.
"Keadaan perang itu membawa orang ke berbagai tempat, dan jalan yang saya tempuh membawa saya ke salah satu lokasi tersebut. Mengingat tingkat kesadaran dan usia saya yang masih muda saat itu, tindakan saya berkembang hingga ke tempat saya saat ini," lanjut al-Julani.
Al-Julani berujar dirinya tak pergi ke Irak dengan niat melakukan peperangan. Ia hanya ingin membela rakyat Irak, dan ketika kembali ke Suriah, negara asalnya, ia tak mau membawa apa yang terjadi di sana ke negaranya.
"Itulah sebabnya terjadi perselisihan antara kami dan ISIS," ujarnya seperti dikutip CNN.
Saat ditanya mengenai kekhawatiran masyarakat mengenai cap teroris yang disematkan negara-negara Barat kepada al-Julani, ia meminta agar masyarakat tak menilai hanya dari kata-kata.
"Jangan menilai dari kata-kata, tapi nilailah dari tindakan. Klasifikasi ini terutama bersifat politis dan pada saat yang sama salah," ujarnya.
Ia berujar definisi teroris yakni orang yang dengan sengaja membunuh warga sipil, melukai orang yang tak bersalah, hingga menggusur orang.
Definisi ini, kata dia, tak sesuai dengan dirinya dan HTS tetapi justru negara-negara Arab yang terlibat perang dan pembunuhan terhadap ribuan orang.
Al-Julani merupakan mantan anggota Al Qaeda. Ia bergabung dengan milisi di Irak setelah invasi Amerika Serikat pada 2003 dan dipenjarakan di Kamp Bucca pada 2005.
Dilansir dari BBC, selama di penjara, al-Julani meningkatkan afiliasi jihadisnya dan akhirnya diperkenalkan kepada Abu Bakr al-Baghdadi, ulama pendiam yang kemudian menjadi pemimpin ISIS.
Pada 2011, Baghdadi mengirim al-Julani ke Suriah dengan dana untuk mendirikan Front al-Nusra, sebuah faksi rahasia yang terkait Negara Islam Irak (ISI).
Pada 2012, front tersebut berubah menjadi pasukan tempur Suriah, sambil menyembunyikan hubungannya dengan ISI dan Al Qaeda.
Ketegangan kemudian muncul pada 2013 ketika kelompok Baghdadi di Irak secara sepihak mendeklarasikan penggabungan ISI dan Front al-Nusra serta mendeklarasikan pembentukan negara Islam Irak dan Syam (ISIS).
Al-Julani menolak bergabung karena tak sepakat dengan taktik kekerasan ISIS.
Ia pun mencoba keluar dengan berjanji setia kepada Al Qaeda pada 2013 untuk menjadikan Front al-Nusra sebagai cabangnya di Suriah.
Hubungan Front al-Nusra dengan Al Qaeda telah membuat hubungannya dengan ISIS menjauh. Selama berada di Suriah, al-Julani juga terus menjauhkan diri dari kebrutalan ISIS dan menekankan pendekatan jihad yang lebih pragmatis.
Namun, hubungannya dengan Al Qaeda juga tak berlangsung lama. Al-Julani memutuskan hubungan dengan Al Qaeda pada 2016 karena merasa afiliasi tersebut tak berdampak pada upayanya yang ingin mendapat dukungan dari masyarakat lokal Suriah.
Pada Minggu (8/12), Presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan usai HTS memimpin upaya pemberontakan selama kurang dari dua pekan.
Pasukan milisi yang dipimpin oleh HTS merebut ibu kota Damaskus dalam serangan kilat hingga al-Assad melarikan diri ke Rusia.
Upaya penggulingan ini sebetulnya telah terjadi sejak lebih dari satu dekade lalu. Suriah dilanda perang saudara selama 13 tahun buntut dominasi kekuasaan al-Assad.
Kini, pemerintahan Suriah akan dipegang sementara oleh mantan Perdana Menteri Mohammad Ghazi al-Jalali. Al-Jalali telah ditunjuk oleh HTS untuk mengawasi jalannya kementerian dan lembaga hingga pemerintahan baru menyelesaikan masa transisi.
(blq/rds)
[Gambas:Video CNN]
Sentimen: negatif (98.3%)