Sentimen
Undefined (0%)
9 Des 2024 : 07.35
Informasi Tambahan

Institusi: ICJR

Partai Terkait

KUHP Butuh Revisi Mengakomodasi Pemeriksaan Hakim Atas Tindakan Kepolisian

9 Des 2024 : 07.35 Views 6

Espos.id Espos.id Jenis Media: News

KUHP Butuh Revisi Mengakomodasi Pemeriksaan Hakim Atas Tindakan Kepolisian

Espos.id, JAKARTA - Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memerlukan revisi untuk memberi ruang bagi hakim untuk memeriksa seluruh tindakan kepolisian terkait penyelidikan dan penyidikan. Kebijakan tersebut diyakini sebagai salah satu langkah konkret yang dapat ditempuh oleh pemerintah untuk mereformasi Polri.

Usulan revisi KUHAP terkait peran hakim dalam memeriksa langkah-langkah kepolisian ini atau judicial scrutiny disampaikan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). “Fungsi itu [judicial scrutiny] tidak dimuat saat ini di hukum acara pidana Indonesia, sehingga kami juga dalam konteks ini mendorong untuk adanya revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,” kata peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Maidina Rahmawati dalam konferensi pers Darurat Reformasi Polri, Minggu (8/12/2024).

Merujuk pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menerbitkan Body of Principles for the Protection of All Persons under Any Form of Detention and Imprisonment (Kumpulan Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan) pada 1988, Maidina mengatakan setiap orang yang ditahan atau pembelanya dapat menguji keabsahan penahanannya dalam rangka memperoleh pembebasan tanpa penundaan.

“Tapi, ada satu fungsi yang tidak ada di dalam hukum acara pidana kita, yaitu terkait dengan fungsi pemeriksaan oleh hakim ketika penangkapan telah dilakukan,” kata Maidina. Indonesia, kata dia, seharusnya memiliki mekanisme hakim pemeriksa ketika terjadi penangkapan. Dalam kurun waktu 48 jam setelah ditangkap, orang yang ditahan wajib dihadapkan kepada otoritas di luar kepolisian, dalam hal ini otoritas pengadilan.

“Sifatnya menjadi lebih independen untuk menguji apakah penangkapan itu dilakukan secara sah, apakah ada kekerasan di dalamnya, apakah orang yang ditangkap secara fisik masih sehat, masih aman, dan tidak mengalami kekerasan,” kata Maidina.

Memasukkan poin tersebut ke RKUHAP, menurut dia, akan menjadi langkah konkret presiden dan DPR untuk mereformasi kepolisian di Indonesia. Judicial scrutiny diharapkan dapat mencegah penggunaan kekerasan, bahkan yang dapat menghilangkan nyawa seseorang, ketika kepolisian melakukan penangkapan. “Ini kami suarakan untuk presiden dan DPR agar segera melakukan langkah konkret dalam mereformasi kepolisian,” kata Maidina.

Sentimen: neutral (0%)