Sentimen
Undefined (0%)
7 Des 2024 : 20.08
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Sragen

Tokoh Terkait

Tak Patok Program Kerja 100 Hari, Begini Strategi Sigit Atasi Kemiskinan Sragen

7 Des 2024 : 20.08 Views 7

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Tak Patok Program Kerja 100 Hari, Begini Strategi Sigit Atasi Kemiskinan Sragen

Esposin, SRAGEN—Calon bupati (Cabup) dengan suara terbanyak dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sragen 2024, Sigit Pamungkas, tak mematok program kerja 100 hari setelah dilantik menjadi Bupati Sragen pada Februari 2025 mendatang. Sigit memiliki strategi tersendiri dalam penanggulangan masalah kemiskinan yang belum tuntas di Sragen.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sragen, angka kemiskinan Sragen 2024 mencapai 12,41% atau turun 0,46% bila dibandingkan angka kemiskinan Sragen 2023 sebesar 12,87%.

Sigit menjelaskan tidak ada patokan 100 hari dalam pelaksanaan program. Dia mengatakan kalua bisa dilakukan cepat maka secepatnya diselesaikan. Kalau tidak mungkin dikejar selesai dalam hitungan 100 hari, kata dia, maka tidak harus mengejar selesai dalam 100 hari. Ketika 100 hari tidak tercapai, jelas dia, bukan dianggap kegagalan.

“Yang jelas ada prioritas yang harus didiskusikan dengan birokrasi untuk mengeksekusi program-program yang sudah berjalan,” kata dia saat berbincang dengan wartawan belum lama ini.

Dia menjelaskan terkait penanggulangan kemiskinan di Sragen itu sudah ada praktik terbaik atau best practices, yakni di zamannya Bupati Agus Fatchur Rahman. Dia menyebut pada kepemimpinannya ada satu institusi yang menyinkronkan semua program pengentasan kemiskinan. Institusi yang dimaksud Sigit tidak lain Unit Pelayanan Terpadu Penanggulangan Kemiskinan (UPTPK) yang hingga sekarang masih eksis dan dipertahankan di masa kepemimpinan Bupati Kusdinar Untung Yuni Sukowati.

“Dari bacaan kami, selama periode itu pengentasan kemiskinan itu setiap tahun turun 1%. Setelah periode Pak Agus (2015-2020), pengentasan kemiskinan itu selama lima tahun tidak mencapai 1%. Intinya kami punya best practices yang diakui dunia. Kalua dunia sudah memberi otorisasi dan kalau tidak percaya lagi dengan otorisasi itu maka kepada siapa lagi mengadukan tentang program yang dianggap paten untuk menyelesaikan kemiskinan,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS, selama periode kepemimpinan Agus Fatchur Rahman (2011-2015) atau lima tahun, kemiskinan turun 3,09%, yakni dari 17,95% menjadi 14,86%. Artinya setiap tahun dirata-rata turun 0,62%. Sementara pada pemerintahan sesudah Agus, yakni periode pertama Kusdinar Untung Yuni Sukowati-Dedy Endriyatno (2015-2020) kemiskinan turun 1,48% atau lebih dari 1% yakni dari 14,86% turun menjadi 13,38%.

Sigit melihat problem penanggulangan kemiskinan di Sragen itu terletak pada tidak sinkronnya dan terintegrasinya berbagai program menjadi satu program yang bertenaga. Dia mengatakan sudah ada program pengentasan kemiskinan, yakni best practices tadi sehingga tinggak diperkuat tanpa harus melihat dari rezim mana berasal.

“Yang sudah baik dijadikan menjadi semakin baik. Yang tidak baik diperbaiki bersama. Jadi tidak bumi hangus,” ujar dia.

Sigit juga bicara soal validasi data yang harus menjadi terobosan. Dia mengetahui kalua validasi data selama ini didasarkan pada otoritas legal, seperti pemerintah daerah, kecamatan, kelurahan atau desa. Terobosannya, Sigit akan mencoba validasi data dengan melibatkan masyarakat sehingga orang yang dikategorikan miskin itu dapat bisa dilihat warga Sragen. Dia mengatakan Sragen memiliki teknologi geospasial sehingga orang bisa tahu lokasi rumah warga itu sejahtera atau tidak.

“Kalau validasi data dilakukan secara partisipatif dan transparan maka ketika orang dikeluarkan dari sistem data kemiskinan merasa lebih nyaman. Sebaliknya, kalau ada yang tidak terdata bisa dilaporkan. Jadi validasi data bisa sahih karena dua data disinkronkan, yakni data berbasis sistem pemerintahan dan data berbasis partisipasi masyarakat. Kalau ada 1-2 data yang berbeda maka salah satunya salah. Di situ ada peran ahli dalam validasi atau expert judgement,” ujar dia.

Demikian halnya, ketika ada data dari kementerian yang berbeda, Sigit menjelaskan maka data yang sampai di bawah harus diikat lewat institusi UPTPK itu. Data tersebut, kata dia, dinilai secara proporsional dan dilakukan judgement untuk mengetahui mana yang valid dan mana yang tidak.

 

Sentimen: neutral (0%)