Sentimen
Undefined (0%)
7 Des 2024 : 19.17
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Semarang

Kasus: penembakan, Tawuran

Hasil Investigasi LBH Semarang soal Kasus Siswa Ditembak Polisi: Tak Ada Tawuran

7 Des 2024 : 19.17 Views 9

Espos.id Espos.id Jenis Media: Jateng

Hasil Investigasi LBH Semarang soal Kasus Siswa Ditembak Polisi: Tak Ada Tawuran

Esposin, SEMARANG – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang turut melakukan investigasi atau pendalaman terhadap kasus siswa SMKN 4 Kota Semarang yang ditembak mati oleh polisi. Upaya tersebut dilakukan guna mencari fakta-fakta yang diduga ditutup-tutupi oleh kepolisian.

Pengabdian bagian hukum LBH Semarang, Fajar Muhammad Andhika, mengaku telah menemui keluarga dua saksi kunci yakni AD dan SA sebagai korban yang selamat dari peristiwa penembakan tersebut. Menurutnya tuduhan polisi bertolak belakang dengan kepribadian masing-masing korban di lingkungan rumahnya.

“Berdasarkan hasil temuan investigasi kami menyimpulkan dua korban tidak terlibat tawuran. Pertama, kedua korban di lingkungan masyarakat dikenal sebagai anak yang baik. Keduanya juga jarang keluar atau beraktivitas pada malam hari,” ujar lelaki yang akrab disapa Dhika saat ditemui Espos.id, Sabtu (7/12/2024).

Selain itu, Dhika menemukan fakta yang cukup menarik bahwa keluarga SA sangat protektif terhadap pergaulan anaknya. Misalnya SA pernah tidur semalaman di teras rumah sebagai bentuk hukuman karena terlambat pulang dari batasan waktu yang telah ditentukan keluarga.

“Bahkan setengah jam sebelum kejadian [penembakan], SA sempat mengabari keluarga melalui telepon bahwa dia meminta izin pulang terlambat karena mau mengantar korban [GRO] ke rumahnya,” terangnya.

LBH Semarang juga turut menemukan fakta yang sama di keluarga AD. Dhika menyampaikan di lingkungan masyarakat, AD sosok yang baik dan aktif mengikuti kegiatan sosial seperti Karang Taruna.

Ketua RT hingga masyarakat setempat bahkan tidak ada yang percaya dengan narasi polisi yang menuduh AD dan dua korban lainnya sebagai anggota gangster. Dhika menyebut ketiga korban ini sengaja dikambing hitamkan untuk menutupi fakta yang sesungguhnya.

“AD ini berstatus anak yatim serta menjadi tumpuan keluarga. Kecil sekali potensinya dia untuk terlibat dalam klaim-klaim yang dilempar oleh kepolisian,” katanya.

Lebih lanjut, Dhika menyadari baik keluarga SA maupun AD masih sangat tertutup dengan kehadiran orang lain termasuk media. Dia menilai kedua keluarga tersebut masih trauma dan butuh pendampingan dari negara seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Dua korban [SA dan AD] ini kan merupakan saksi kunci, kalau mereka tidak mendapat perlindungan sangat rentan potensinya keterangan-keterangan yang nanti disampaikan berbalik dengan fakta yang sebenarnya. Maka dari itu perlu adanya perlindungan khusus kepada mereka, karena dua korban ini yang tau fakta sebenarnya,” tukasnya.

Sentimen: neutral (0%)