Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Pilkada Serentak
Hewan: buaya
Kab/Kota: Dukuh, Sragen
Tokoh Terkait
![Suroto](/images/default-avatar.png)
Suroto
Festival Rampak Silat FKPSS Kuak Kisah Jaka Tingkir Belajar Silat di Sragen
Espos.id
Jenis Media: Solopos
![Festival Rampak Silat FKPSS Kuak Kisah Jaka Tingkir Belajar Silat di Sragen](https://imgcdn.espos.id/@espos/images/2024/12/20241207153117-07tokoh-jaka-tingkir.jpg?quality=60)
Esposin, SRAGEN—Forum Komunikasi Pencak Silat Sragen (FKPSS) menggelar Festival Rampak Silat Kebhinekaan Sragen yang digelar di Gedung Sasana Manggala Sukowati (SMS) Sragen, Sabtu (7/12/2024). Festival tersebit dihadiri ribuan orang perwakilan dari 16 perguruan pencak silat se-Kabupaten Sragen. Dalam festival yang dihelat tahun ketiga itu, FKPSS mengangkat sosok Jaka Tingkir yang kelak menjadi Sultan Pajang yang belajar silat di Butuh, Sragen.
Penokohan Jaka Tingkir yang belajar silat dengan Ki Ageng Butuh itu disajikan dalam bentuk drama sendratari kolosal sebagai pembuka Festival Rampak Silat tersebut. Festival itu dihadiri Wakil Bupati Sragen Suroto yang membacakan sambutan Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati saat berpidato. Festival rampak silat itu menjadi wadah bersama untuk menjalin guyup rukun dan kerukunan antarperguruan pencak silat di Sragen yang anggotanya mencapai 100.000-an orang.
Suroto yang juga calon wakil bupati (cawabup) dengan suara terbanyak di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Sragen 2024 itu hadir didampingi perwakilan pimpinan daerah dan para pejabat teras di lingkungan Pemkab Sragen. Dia mengatakan perbedaan budaya dan adat istiadat menjadi kekuatan bangsa yang patut disyukuri. Dia menyampaikan lewat kegiatan festival rampak silat ini menunjukkan semangat persaudaraan antarperguruan meskipun berasal dari latar belakang perguruan dan tradisi yang berbeda.
“Saya mengapresiasi kepada semua pihak yang berkontribusi, khususnya para pendekar dan perguruan silat. Mereka menjadi penjaga dan duta kebhinekaan yang mengajarkan nilai luhur, disiplin kesetiaan, dan keberanian. Rampak silat ini sebagai momentum mempererat persaudaraan, baik antarindividu, antarperguruan maupun antarwarga Sragen. Mereka menjaga pencak silat sebagai warisan budaya agar hidup dan relevan di era modern. Mereka juga berperan menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberadaan di tengah keberagaman. Saya berharap acara ini dilaksanakan rutin dan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mengenang budaya,” ujar dia.
Ketua FKPSS Heru Agus Santosa menyampaikan pesilat dari 16 perguruan pencak silat di Sragen itu lebih dari 100.000 orang. Dia berharap seratusan ribu orang itu bisa mewarnai dalam pembangunan di Sragen, yakni untuk menciptakan guyup-rukun dan membuat Sragen lebih baik di masa mendatang. Heru menerangkan festival ini digelar setiap tahun dan festival di 2024 ini merupakan tahun ketiga. Dia menyatakan festival tahun ini mengangkat tema Perjuangan Seorang Pendekar Untuk Meraih Sesuatu Sampai Puncak.
“Kalau tahun lalu, menggambarkan silat tematik tentang Pangeran Mangkubumi. Kemudian pada tahun sebelumnya mengangkat keberagaman 16 perguruan pencak silat yang tampil. Aneka pencak mreka tampilkan dengan ciri khas masing-masing perguruan. Kali ini, kami menyajikan hal yang berbeda, yaitu menampilkan semacan drama silat kolosal yang menggambarkan tentang perjuangan seorang pendekar Jaka Tingkir yang kelak menjadi Sultan Hadiwijaya di Pajang,” ujar Heru saat berbincang dengan Espos.id, Sabtu siang.
Dia menjelaskan pemilihan sosok Jaka Tingkir itu karena terkandung unsur historis bahwa Jaka Tingkir belajar silat dan menjadi pendekar di Butuh, tempat tinggalnya Ki Ageng Butuh. Dia menyebut Butuh itu sebuah dukuh yang berada di wilayah Desa Gedongan, Kecamatan Plupuh, Sragen. Di dukuh itulah, jelas dia, sampai sekarang masih didapati makam Ki Ageng Butuh. Selain itu, ada petilasan Jaka Tingkir lainnya di Sragen. Heru menyebut Kedung Srengenge yang menjadi tempat pertarungan Jaka Tingkir dengan prajurit buaya itu juga berada di Sragen.
“Nah, cerita-cerita itu yang dilestarikan bahwa sosok Jaka Tingkir itu milik Sragen. Selain itu masih banyak petilasan-petilasan lainnya di Sragen, seperti Pasar Tambak, dan seterusnya. Jadi akhirnya, festival rampak ini sengaja digelar dalam kontek guyup rukun 16 perguruan. Intinya menyatukan unsur-unsur perguruan selalu guyup dan rukun, biar tidak ada konflik di Sragen, mengingat anggotanya banyak,” jelas Heru.
Dia menyatakan pendekatan budaya itu ternyata sangat efektif untuk menyatukan 16 perguruan yang ada. Dia mengatakan meskipun ada konflik hanya Pernik-pernik kecil yang bisa diantisipasi, tidak seperti 3-4 tahun lalu yang hamper selalu ada konflik di jalanan. Dengan wadah FKPSS ini, harap dia, kerukunan terus terjalin dan tidak ada gesekan-gesekan yang berarti antarperguruna.
Sentimen: neutral (0%)