Sentimen
Undefined (0%)
6 Des 2024 : 13.40
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Pelajaran Debat Jadi Komedi

6 Des 2024 : 13.40 Views 7

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Pelajaran Debat Jadi Komedi

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyelenggarakan pemilihan kepala daerah 2024. Kini proses penghitungan suara secara resmi oleh KPU dan perangkatnya masih berlangsung. 

Salah satu pelajaran yang bisa dipetik adalah dari penyelenggaraan debat kandidat kepala daerah dan kandidat wakil kepala daerah peserta pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024.

Debat calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah diselenggarakan supaya masyarakat dapat mengenal visi dan misi mereka. Harapannya, masyarakat memperoleh informasi yang cukup untuk menentukan pilihan pada pilkada serentak 27 November 2024.

Sayangnya, yang terjadi dalam debat kandidat kepala daerah-kandidat wakil kepala daerah itu, secara umum, malah sebaliknya. Alih-alih memberi jawaban yang berbobot, banyak di antara mereka yang melontarkan pernyataan yang asal-asalan, tidak nyambung, bahkan melanggar aturan debat. 

Fenomena ini menjadi perbincangan di masyarakat. Mereka memperbincangkan hal ihwal keseriusan para calon pemimpin daerah itu terhadap pemahaman dan pengembangan daerah yang akan mereka pimpin. 

Sebagai mahasiswa, saya merasa prihatin melihat fenomena debat calon pemimpin daerah yang mayoritas absurd. Bukannya menjadi forum serius untuk mendiskusikan masalah dan solusi bagi masyarakat, panggung debat justru dipenuhi dengan lawakan garing dari para kandidat kepada daerah dan kandidat wakil kepala daerah. 

Sebagai generasi muda yang kelak akan hidup di bawah kepemimpinan mereka, saya tentu berharap calon pemimpin bisa lebih serius dalam menampilkan visi, misi, dan gagasan mereka.

Debat bagi calon pemimpin daerah seperti calon bupati, calon wali kota, atau calon gubernur seharusnya menjadi kesempatan untuk menunjukkan kapabilitas mereka, bukan untuk unjuk gigi dengan gaya-gayaan. 

Ketika calon kepala daerah tidak mampu menjawab pertanyaan penting atau bahkan menjawab dengan asal-asalan, menunjukkan kurangnya kesiapan mereka dalam menghadapi permasalahan daerah yang akan mereka pimpin. 

Jika mereka tidak mampu secara serius mengutarakan solusi dan gagasan untuk kemajuan daerah, bagaimana kita bisa memercayakan masa depan daerah kita kepada mereka?

Sebagai mahasiswa, saya dan kawan-kawan saya selalu diajarkan untuk berpikir kritis, menganalisis masalah, dan mempunyai kemampuan menemukan solusi. Sangat menggelikan ketika melihat calon pemimpin malah tidak mampu menunjukkan kemampuan tersebut di panggung debat.

Ada rasa kecewa yang muncul melihat kemampuan mayoritas para calon kepala daerah itu, setidaknya yang saya lihat lewat debat calon-calon kepala daerah. Rasa-rasanya mereka  tidak memahami beban dan tanggung jawab sebagai pemimpin yang akan mengambil keputusan besar.

Pemimpin yang baik harus memiliki kemampuan analitis dan pemahaman mendalam terhadap isu-isu yang terjadi di masyarakat. Sebagai bagian dari generasi muda, kami—para mahasiswa—sangat berharap bisa memiliki pemimpin yang memahami kondisi dan situasi masyarakat. 

Tantangan yang dihadapi daerah dan bangsa ini sangat kompleks, mulai dari pendidikan, lapangan pekerjaan, hingga masalah lingkungan. Jika calon pemimpin hanya menawarkan kata-kata berima tanpa menjawab persoalan secara tepat, bagaimana kami bisa berharap mereka memiliki solusi yang serius untuk permasalahan yang dihadapi generasi kami?

Fenomena ini mencerminkan rendahnya kesadaran sebagian calon pemimpin akan tanggung jawab mereka sebagai pejabat publik. Sebagai calon pemimpin, mereka seharusnya mampu menunjukkan komitmen dan integritas sejak tahap pencalonan.

Ketika debat berubah menjadi panggung lawak, publik malah melihat sisi tidak serius dari para kandidat. Hal ini bisa berakibat fatal pada persepsi masyarakat terhadap kepemimpinan yang akan datang.

Ketika dari awal tidak serius, bagaimana bisa masyarakat berharap mereka akan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas memimpin daerah nanti? Dampak jangka panjang dari debat yang tidak berkualitas ini adalah menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik. 

Ketika masyarakat merasa debat calon pemimpin lebih mirip lawakan daripada diskusi serius, mereka akan semakin apatis terhadap proses politik. Akibatnya, angka partisipasi pemilih dapat menurun karena masyarakat merasa tidak ada calon yang layak untuk mereka pilih. 

Sungguh miris rasanya ketika sebuah acara yang disusun dengan maksud yang baik justru berbalik menghasilkan suatu hal yang memprihatinkan. Masyarakat perlu mendapat jaminan bahwa calon pemimpin yang maju adalah individu yang kompeten, bukan sekadar populer atau punya modal yang kuat. 

Debat menjadi kesempatan bagi masyarakat mengenal sosok yang mengaku siap memimpin daerah mereka. Acara ini seharusnya menjadi wadah bagi calon pemimpin untuk beradu gagasan, bukan hanya numpang eksis. 

Ketika melihat kualitas debat yang tidak sesuai dengan harapan, masyarakat mulai mempertanyakan kualitas sistem pencalonan itu sendiri. Di sisi lain, masyarakat juga memiliki tanggung jawab untuk lebih kritis dalam memilih pemimpin. 

Jika masyarakat terus memberikan perhatian atau bahkan mengapresiasi calon-calon yang hanya menghibur tanpa substansi, akan sulit bagi kita untuk mendapatkan pemimpin berkualitas. 

Publik perlu memahami pernyataan yang tidak berbobot dalam debat pemimpin bukanlah indikator kualitas atau kemampuan seorang calon pemimpin. Jadikanlah momen debat ini sebagai petunjuk memilih pemimpin yang kompeten.

Pada akhirnya, debat yang berkualitas akan sangat membantu pemilih menentukan pilihan mereka. Ketika debat diisi dengan jawaban-jawaban yang informatif dan berbobot, masyarakat bisa membandingkan visi dan misi tiap calon kepala daerah dengan lebih mudah. 

Ini akan menghasilkan pemilihan yang lebih baik. Pemimpin yang terpilih mampu memahami dan menjawab kebutuhan masyarakat. 

Ketika debat calon kepala daerah hanya menjadi panggung lawak, pemilih semakin sulit menemukan pemimpin yang benar-benar memahami tugas dan tanggung jawabnya. Apa pun yang telah terjadi, selamat menerima kinerja kepala daerah pilihan Anda.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 3 Desember 2024. Penulis adalah mahasiswa Program Studi Kimia Universitas Sebelas Maret)

Sentimen: neutral (0%)