Sentimen
Undefined (0%)
2 Des 2024 : 12.44
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Kab/Kota: Senayan

Partai Terkait

Dugaan Partai Cokelat di Pilkada 2024, Wacana Polri di Bawah Mendagri Menguat

2 Des 2024 : 12.44 Views 18

Espos.id Espos.id Jenis Media: News

Dugaan Partai Cokelat di Pilkada 2024, Wacana Polri di Bawah Mendagri Menguat

Esposin, JAKARTA — Istilah Partai Cokelat terlibat dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 menguat setelah disampaikan sejumlah pihak.

Istilah yang diasosiasikan dengan ketidaknetralan aparat kepolisian itu kembali memunculkan wacana pengembalian tugas, pokok, dan fungsi Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri)

Menurut sejumlah pihak, kehadiran Partai Cokelat diduga menjadi masalah yang menyebabkan adanya kasus penyimpangan jelang Pilkada dilaksanakan pada 27 November 2024.

Hal ini pernah diungkapkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang mengatakan bahwa Partai Cokelat merujuk pada simpatisan Joko Widodo (Jokowi).

“Pak Jokowi menempatkan keluarganya dan gerak membatasi lawan-lawan politiknya yang berbeda, yang harusnya berkontestasi dengan sehat. Tetapi ada mobilisasi yang disebut sebagai Partai Cokelat," ucap Hasto dalam video yang ditayangkan di YouTube Akbar Faizal Uncensored pada Jumat (22/11/2024) lalu, dilansir Bisnis.com.

Pernyataan Hasto mengenai Partai Cokelat ini pun menjadi viral hingga ikut dibahas oleh anggota DPR RI Fraksi NasDem, Yoyok Riyo Sudibyo.

Yoyok menyinggung mengenai kehadiran Partai Cokelat saat melakukan rapat kerja Komisi I DPR bersama Menteri Pertahanan dan Panglima TNI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2024).

"Di media ini, yang lagi kenceng-kencengnya ini Pak, katanya ada partai baru, Partai Cokelat," ucap Yoyok.

Menurutnya, Partai Cokelat juga diduga memiliki hubungan erat dengan netralitas institusi kepolisian dalam kondisi politik saat ini.

Jenderal Hoegeng

Hasto kemudian meminta aparat kepolisian untuk meneladani Jenderal Polisi Purn. Hoegeng Iman Santoso, sosok Kapolri yang diyakini berintegritas tinggi semasa mengabdi.

"Ini ada tampilan bagaimana Jenderal Hoegeng yang menjadi panutan. Beliau bukan politisi, beliau polisi Merah Putih, bukan parcok (partai cokelat),” kata Hasto, Minggu (1/12/2024)..

Menurut Hasto, Polri seharusnya mengabdi kepada Merah Putih dan loyal kepada Presiden RI Prabowo Subianto. Polisi tidak terlibat dengan kepentingan politik mana pun, tetapi hanya mendedikasikan diri untuk bangsa dan negara.

"Oleh karena itulah, kami mengajak seluruh anggota Polri, mari jaga spirit Polri Merah Putih. Kita jaga seluruh keteladanan yang diberikan, seluruh kepercayaan rakyat, mandat rakyat di dalam menegakkan keadilan dan ketertiban hukum,” tuturnya.

Selain itu, Hasto juga mengutarakan bahwa urgensi memperbaiki demokrasi sebelum bangsa menjadi terpecah belah.

Ia mengingatkan akan sulit bagi Indonesia untuk memperbaiki demokrasi jika sistem bernegara dihancurkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

"Maka, mari kita jaga kemerdekaan kita, kedaulatan kita, keberanian kita untuk berbicara sehingga Republik Indonesia yang dipertaruhkan dengan susah payah oleh pendiri republik dapat tegak kokoh berdiri," ajak Hasto kepada semua pihak.

Menurut Hasto, suatu negara tanpa sistem hukum dan demokrasinya dimanipulasi bagaikan tubuh tanpa tulang karena semua elemen negara menjadi tidak berdaya.

"Di tengah-tengah berbagai persoalan tersebut, kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia, kepada seluruh civil society (masyarakat sipil), kepada seluruh kaum pergerakan prodemokrasi yang masih menjaga akal sehat, berani menegakkan kebenaran di dalam menjaga Bumi Pertiwi ini," katanya pula.

Polri Harus Mengayomi

Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Yevri Hanteru Sitorus menambahkan bahwa Polri memiliki tribrata dan caturprasetya yang harus dipegang teguh oleh setiap anggota kepolisian.

"Harusnya Polri mengayomi, melindungi, dan menjaga masyarakat," kata dia. Partainya juga mengusulkan agar Polri ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri karena banyaknya masalah di internal Polri.

Menurut Deddy, Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000, agar Polri sebagai lembaga sipil yang dipersenjatai, bisa mandiri dalam melayani masyarakat.

Sementara, anggota Komisi II DPR menyatakan wacana mengembalikan Polri ke Kemendagri sebetulnya sudah pernah mengemuka. Ia pun tak masalah jika saat ini mayoritas fraksi partai di DPR menolak usul PDIP.

Anggota Komisi III DPR RI Sarifudin Sudding menegaskan wacana penggabungan Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri merupakan penghianatan terhadap semangat reformasi.

"Janganlah karena emosional sesaat, institusi yang sama-sama kita cintai ini, kemudian dikambinghitamkan. Saya kira itu adalah penghianatan atas semangat reformasi," katanya, Senin (2/12/2024), dilansir Antara.

Dia menjelaskan pemisahan antara TNI dan Polri merupakan semangat reformasi, yang diharapkan Polri dapat bekerja secara mandiri.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri bertujuan mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat

"Bisa dibayangkan kalau institusi ini di bawah kementerian, pasti upaya-upaya penegakan hukum tidak akan profesional," katanya menegaskan.

Menurut dia, dengan beberapa kejadian-kejadian belakang ini, tidak menjadi alasan bahwa institusi Polri harus digabungkan dengan kementerian.

Dia menyarankan bahwa hal yang perlu dibenahi adalah semangat reformasi secara internal.

Menurut ia, perlu dilakukan revolusi mental di Polri sehingga institusi di bawah kendali langsung presiden itu, mampu melaksanakan tugasnya secara profesional dan mandiri.

Sentimen: neutral (0%)