Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Solo
Tokoh Terkait
Firdaus
RAPBD 2025 Gagal Dibahas, DPRD Solo Diminta Jelaskan secara Transparan ke Publik
Espos.id Jenis Media: Solopos
Esposin, SOLO -- Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Sunny Ummul Firdaus, memberikan sejumlah masukan kepada DPRD Solo menyusul gagalnya pembahasan RAPBD 2025 hingga tenggat waktu yang ditentukan, 30 November 2024.
Salah satu masukan tersebut yakni memberikan penjelasan secara jujur dan transparan kepada publik, apa yang menjadi penyebab gagalnya pembahasan RAPBD 2025. Meski begitu, saran yang dia berikan tidak akan mengubah sanksi yang akan diterima DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo.
Mengacu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pemerintah Daerah Pasal 312 ayat (2), bagi DPRD dan kepala daerah yang tidak menyetujui bersama RAPBD pada tenggat waktu yang ditentukan atau satu bulan sebelum mulainya tahun anggaran baru akan dikenakan sanksi. Sanksi tersebut adalah tidak menerima hak-hak keuangan selama enam bulan, meliputi gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.
“Jika telatnya pembahasan RAPBD ini dikarenakan faktor DPRD, sanksinya bisa ke kepala daerah dan DPRD seperti yang saya sebutkan tadi. Karena kepentingan politik ini memang sangat berpengaruh pada pembahasan RAPBD dan dinamika di Solo memang sangat luar biasa dibandingkan daerah lain,” kata Sunny saat dihubungi Espos, Sabtu (30/11/2024).
Saran pertama yang diberikan Sunny adalah DPRD dan Wali Kota Solo harus terus melanjutkan pembahasan RAPBD 2025 secara komperehensif supaya segera disahkan.
Jadi, kata dia, kalau pembahasan RAPBD 2025 sudah terlambat, pemerintah daerah (DPRD dan Wali Kota) harus segera mengambil langkah strategis guna meminimalkan dampak pada pelayanan publik dan kelangsungan program pembangunan kota.
Lanjutkan Pembahasan
“Rapatnya harus intensif lagi antara eksekutif dan legislatif untuk menyelesaikan pembahasan RAPBD 2025 dengan memprioritaskan isu-isu krusial, dipercepat pengesahannya, fokus pada prioritas, dan menggunakan pendekatan prioritas untuk menyetujui program esensial, meliputi gaji pegawai, program pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar,” lanjut dia.
Saran kedua, sambil menunggu pembahasan dan pengesahan RAPBD 2025, Pemkot Solo bisa menggunakan APBD 2024 sebagai dasar anggaran sementara untuk memenuhi kebutuhan wajib seperti operasional dasar dan gaji yang mendesak.
Namun, kata dia, saat menggunakan APBD tahun sebelumnya, Pemkot Solo perlu menghindari membuat program-program baru yang membutuhkan pengesahan anggaran sebelum RAPBD 2025 disahkan.
“Kemudian menurut saya tetap harus berkonsultasi dengan pemerintah pusat. Berikan laporan secara transparan progres pembahasan RAPBD 2025 yang telat apa kendalanya, upaya-upaya atau komitmen apa saja yang akan dilakukan selanjutnya, dan sebagainya,” terang dia.
Saran ketiga, lanjut dia, DPRD Solo wajib transparan kepada masyarakat dan memberikan informasi secara jelas soal gagalnya pembahasan RAPBD 2025. Masyarakat harus tahu soal penyebab gagalnya pembahasan RAPBD karena apa, sekarang langkah yang diambil seperti apa, dan apa saja upaya untuk meminimalkan dampak negatifnya.
“Walaupun ini sebagian besar karena persoalan politik namun dinamika politik harus dieliminasi demi kepentingan rakyat. Faktor politik dalam pembahasan APBD memang sering jadi faktor utama yang mempengaruhi proses dan hasilnya, dan memang sulit menghindarinya,” ungkap dia.
Meminimalkan Dampak Negatif
“Maka fokus pada transparansi, dialog, fokus pada prioritas masyarakat, maka dampak negatif bisa diminimalkan. Masyarakat perlu diberi ruang untuk mengawasi kinerja DPRD dan Pemkot Solo,” sambung dia.
Ditanya apakah DPRD Solo perlu meminta maaf kepada publik atas kegagalan pembahasan RAPBD 2025, dia menjawab tidak ada salahnya untuk meminta maaf. Sebab, menurutnya, meminta maaf adalah salah satu bentuk transparansi kepada publik soal kesalahan apa yang dilakukan.
“Transparansi bentuknya banyak, mulai dengan menjelaskan secara jelas alasan keterlambatannya karena apa atau ada kepentingan apa. Kalau kemudian diketahui penyebabnya adalah DPRD atau Wali Kota maka yang menyebabkan itu harus minta maaf. Apa salahnya sih minta maaf kepada masyarakat apalagi kalau dampaknya langsung ke masyarakat,” jawab dia.
Dia mengingatkan terlambat membahas RAPBD 2025 bukan berarti berhenti membahasnya di tengah jalan dan membiarkan APBD 2024 berjalan begitu saja. Jika hal ini terjadi, ada kemungkinan bisa diperiksa BPK atau KPK.
“Ini kan cuma terlambat tapi bukan berarti berhenti pembahasannya karena terlambat itu kan kaitannya dengan sanksi. Jika pembahasannya ini berhenti dan kemudian meneruskan penggunaan APBD 2024 maka bisa jadi nanti BPK atau KPK turun untuk melihat kinerja masing-masing kelembagaan, ‘Sakjane isa nyambut gawe pora?’” jelas dia.
Sentimen: neutral (0%)