Sentimen
Undefined (0%)
27 Nov 2024 : 14.15
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Jati, Yogyakarta

Harapan di Tengah Bisnis Pendidikan

27 Nov 2024 : 14.15 Views 23

Espos.id Espos.id Jenis Media: Kolom

Harapan di Tengah Bisnis Pendidikan

Setiap pergantian menteri urusan pendidikan di Indonesia selalu memunculkan harapan baru, sekaligus kegelisahan tentang arah pendidikan nasional.  

Presiden Prabowo Subianto telah menunjuk Abdul Mu'ti sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen). Saat ditunjuk menjadi menteri ia adalah seorang pakar pendidikan yang juga Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Pada setiap masa kepemimpinan, kita kerap mendengar janji-janji besar terkait perubahan kebijakan, perbaikan kurikulum, dan peningkatan kualitas pendidikan. 

Sering kali kita mendapati bahwa perubahan tersebut tidak signifikan atau bahkan membuat kebijakan pendidikan menjadi lebih membingungkan dan kebijakan baru sifatnya terburu-buru. 

Pergantian menteri, ganti kebijakan, ganti kurikulum. Seolah-olah pendidikan di Indonesia hanya menjadi ajang eksperimen tanpa kesinambungan yang jelas. 

Kegagalan sistem pendidikan Indonesia untuk mencerdaskan kehidupan bangsa telah lama menjadi sorotan. Lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi wadah mengembangkan potensi peserta didik sering kali gagal mencapai tujuan utama.

Alih-alih membentuk manusia yang cerdas dan berakhlak mulia, pendidikan justru terkadang lebih mengarah pada pencapaian popularitas dan gelar akademis semata.

Proses pembelajaran lebih mengutamakan nilai ujian dan gelar akademis daripada nilai-nilai moral dan karakter yang sesungguhnya perlu ditanamkan dalam diri setiap individu.

Salah satu kenyataan pahit dalam dunia pendidikan kita adalah semakin banyak kasus yang menunjukkan pendidikan di Indonesia justru menjadi ajang bisnis. 

Jual beli gelar dan ijazah semakin marak. Seolah-olah kualitas pendidikan dapat diukur hanya dengan memiliki segudang sertifikat. 

Fenomena ini tidak hanya mencoreng wajah pendidikan Indonesia, tetapi juga memperparah ketimpangan dalam kualitas pendidikan di seluruh lapisan masyarakat.

Pada titik ini kita membutuhkan sebuah paradigma baru dalam pendidikan. Pendidikan di Indonesia harus kembali berfokus pada nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. 

Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan demokratis. 

Tujuan luhur ini masih jauh dari kenyataan karena kita lebih fokus pada pencapaian angka dan gelar daripada membentuk karakter bangsa. Pendidikan Indonesia seharusnya menjadi fondasi dalam membentuk watak dan peradaban bangsa yang bermartabat. 

Menteri urusan pendidikan yang baru harus memiliki visi dan komitmen untuk memfokuskan pendidikan pada pembentukan karakter yang lebih daripada sekadar kecerdasan intelektual.

Pendidikan harus membangun manusia yang tidak hanya pandai, tetapi juga berintegritas, jujur, dan bertanggung jawab terhadap bangsa dan negara.

Salah satu solusi praktis untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia adalah dengan memperkuat aspek psikologis dalam pendidikan. Setiap peserta didik harus diberi ruang untuk berkembang, tidak hanya dalam aspek kognitif, tetapi juga emosional dan sosial.

Para pendidik harus lebih memperhatikan kebutuhan psikologis siswa agar mereka merasa dihargai, diterima, dan didorong untuk berkembang sesuai dengan potensi masing-masing.

Selain itu, pendidikan Indonesia perlu kembali mengedepankan keluhuran budaya bangsa. Mengacu pada konsep pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan harus mengutamakan aspek kebudayaan Indonesia yang luhur dan kearifan lokal. 

Dengan membangun pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai budaya bangsa, kita dapat memperkuat jati diri bangsa dan menciptakan generasi muda yang cinta tanah air dan memiliki rasa bangga terhadap warisan budaya.

Aspek spiritual juga harus menjadi perhatian utama. Pendidikan karakter tidak hanya terbatas pada pengajaran moral di sekolah, tetapi juga harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari keteladanan yang diberikan oleh seluruh elemen masyarakat. 

Para penyelenggara negara, pemimpin daerah, serta guru dan pendidik harus menjadi contoh yang baik bagi peserta didik dalam menjalankan nilai-nilai luhur bangsa. 

Keteladanan ini akan menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan karakter dan spiritualitas anak-anak bangsa. Kita juga perlu memperhatikan pentingnya pendidikan yang berbasis pada keteladanan dari atas hingga bawah. 

Setiap lapisan masyarakat, mulai dari penyelenggara pemerintahan, aparatur negara, hingga pendidik di sekolah-sekolah, harus memberikan contoh yang baik dalam berperilaku dan mengedepankan nilai-nilai agama serta etika. 

Jika setiap individu yang terlibat dalam dunia pendidikan memberikan contoh yang baik, generasi penerus akan tumbuh menjadi manusia yang berakhlak mulia dan bertanggung jawab.

Pada akhirnya, tertumpu harapan baru pada Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu'ti untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih baik. Semua pihak harus bersatu mendukung Abdul Mu’ti dalam menjalankan misi pendidikan Indonesia. 

Semua stakeholders atau pemangku kepentingan, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, pemerintah pusat, pemerintah daerah, pendidik, hingga masyarakat, harus bekerja bersama untuk menciptakan pendidikan yang tidak hanya mencetak manusia yang cerdas, tetapi juga manusia yang berakhlak mulia, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 25 November 2024. Penulis adalah dosen senior Psikologi Pendidikan Takwa Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta)

Sentimen: neutral (0%)