Sentimen
Undefined (0%)
26 Nov 2024 : 13.51

Renovasi Gapura Batas Kota Boyolali Dihentikan, Dianggap Abaikan Sejarah

26 Nov 2024 : 13.51 Views 1

Espos.id Espos.id Jenis Media: Solopos

Renovasi Gapura Batas Kota Boyolali Dihentikan, Dianggap Abaikan Sejarah

Esposin, BOYOLALI - Renovasi gapura batas kota Boyolali yang terletak di Jalan Pandanaran, Kelurahan Siswodipuran, dihentikan sementara oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali. Keputusan ini diambil setelah proyek tersebut dinilai mengabaikan nilai sejarah yang melekat pada gapura peninggalan era Pakubuwono X tersebut.

Berdasarkan pengamatan Espos, aktivitas renovasi tidak terpantau selama dua hari ini yaitu pada Senin (25/11/2024) dan Selasa (26/11/2024).

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Boyolali, Ahmad Gojali, menjelaskan bahwa penghentian sementara ini dilakukan setelah menerima masukan dari masyarakat, termasuk pengamat sejarah. "Kami menghormati masukan yang ada. Pekerjaan dihentikan sementara, dan kami berencana menggelar rapat koordinasi dengan pihak terkait, termasuk Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X," ungkapnya kepada Espos, Selasa (26/11/2024).

Sebelumnya, Gojali menyampaikan dalam melakukan pemugaran gapura batas kota pihaknya tidak melakukan perubahan bentuk maupun struktur asli gapura. “Kami tetap mempertahankan bentuk dan struktur gapura yang lama. Tidak mengubah wujud asli. Bagian yang retak dan pecah diperbaiki dengan adukan beton. Gapura dilapisi dengan bata tempel,” kata dia, Jumat (22/11/2024).

Proyek senilai Rp69.231.000 ini mencakup renovasi gapura, trotoar, dan kantin sekitar. Jadwal pelaksanaan proyek dari 24 Oktober hingga 7 Desember 2024.

Gojali menjelaskan pemugaran dilaksanakan karena gapura sudah pecah dan retak di beberapa bagian. “Bangunan gapura tersebut dipugar dengan tetap mengangkat konsep klasik atau kuno menggunakan material bata tempel terakota,” kata dia.

Pengamat: Potensi Jadi Cagar Budaya

Pegiat sejarah Boyolali, Muhammad Faiz, menilai gapura tersebut memiliki nilai sejarah yang signifikan, meski belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Gapura yang dibangun pada 1936 ini merupakan hadiah dari anak-anak Pakubuwono X untuk memperingati ulang tahunnya.

"Soalnya kita semua tahu memang itu gapura tua, ada prasasti ada sumber primernya yang menjelaskan kapan dia dibangun dan spesifikasinya apa,” jelas Faiz, yang saat ini menempuh studi Magister di SOAS University of London.

Ia menjelaskan gapura tersebut didirikan pada 1936 untuk memperingati ulang tahun Sinuhun Pakubuwana X dan merupakan hadiah dari anak-anaknya. Kendati demikian, gapura tersebut belum ditetapkan sebagai cagar budaya. 

"Mungkin karena Boyolali baru punya TACB [Tim Ahli Cagar Budaya] tapi belum ditetapkan. Selain itu, tidak ada yang menokohkan. Jadi orang yang tahu spesifikasinya baru-baru ini," imbuhnya.

Faiz menilai gapura batas kota Boyolali berpotensi menjadi cagar budaya karena memiliki nilai historis yang mencakup tingkap provinsi dan kabupaten. Selain itu, gapura itu juga memiliki nilai pendidikan karena ada prasasti seperti Masjid Agung Solo dan gapura lain yang dibangun pada masa PB X.

Namun, renovasi yang dilakukan Pemkab Boyolali justru berpotensi menyamarkan keaslian gapura. Ia pun berharap ada kajian serius sebelum renovasi dilakukan. Selain itu, ia juga mendesak Pemkab Boyolali segera mengambil langkah serius untuk menetapkan gapura tersebut sebagai cagar budaya agar perlindungan dan pemeliharaannya lebih terjamin.

Sentimen: neutral (0%)